Menghadapi Realitas, Penyakitan tapi Panjang Umur atau Sehat Sesuai Umur?
Bagaimana saat dihadapkan pada pilihan antara menjalani hidup dengan kesakitan namun panjang umur dengan hidup sehat tetapi tidak mencapai usia tua yang panjang
Context.id, JAKARTA - Dalam sebuah analisis global yang dipublikasikan di jurnal Nature Aging, para peneliti memperingatkan manusia abad ini tidak akan melihat peningkatan dramatis dalam usia harapan hidup seperti yang terjadi selama seratus tahun terakhir.
Penelitian dalam jurnal itu menunjukkan saat ini semakin banyak orang yang hidup dengan usia pendek dan proses penuaan telah mencapai titik yang sulit untuk dicegah atau diatasi. Lalu apakah artinya manusia akan semakin lebih cepat tua dengan usia yang masih tergolong muda?
Menghadapi hal itu, para peneliti di bidang medis menyarankan agar para peneliti kesehatan atau bidang medis mengalihkan fokus risetnya, dari memperpanjang usia hidup menjadi fokus mempertahankan kesehatan.
Usia tidak akan panjang jika sejak muda kita sakit-sakitan. Atau kita akan tersiksa saat panjang umur tapi juga sakit-sakitan.
Hong Kong, sebagai lokasi "outlier longevity" mencatatkan 12,8 persen perempuan dan 4,4 persen laki-laki yang lahir pada tahun 2019 diperkirakan akan mencapai usia 100 tahun.
BACA JUGA
Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata 5,1 persen untuk perempuan dan 1,8 persen untuk laki-laki di sepuluh populasi yang diteliti.
Para peneliti dari University of Illinois Chicago, University of Hawaii, Harvard University, dan University of California Los Angeles menggarisbawahi kemungkinan untuk wanita mencapai usia 100 tahun tidak akan melebihi 15 persen dan untuk pria tidak lebih dari 5 persen.
Mereka menegaskan, kecuali proses penuaan biologis dapat diperlambat secara signifikan, perpanjangan hidup radikal pada abad ini tampak tidak mungkin.
Mereka mencatat bahwa selama dekade terakhir, perubahan dalam harapan hidup melambat dibandingkan dengan dekade terakhir abad ke-20.
Di Hong Kong, harapan hidup pada tahun 2022 tercatat 81 tahun untuk pria dan 87 tahun untuk wanita. Tingginya akan kehidupan ini berkat kemakmuran ekonomi dan pengendalian tembakau yang cukup ketat di Hong Kong.
Namun, tidak semua orang yang mencapai usia lanjut memiliki kualitas hidup yang memadai. Dengan bertambahnya usia, risiko kesehatan lain, seperti penurunan fungsi otak dan kehilangan massa otot, mulai muncul.
Fakta yang harus kita terima, tidak ada yang bisa menghindari penuaan dan kematian.
Mencari rahasia umur panjang
Sementara itu, kematian Maria Branyas Morera, orang tertua di dunia yang meninggal pada usia 117 tahun Agustus lalu, memunculkan perenungan tentang rahasia umur panjang.
Meskipun Branyas mengaitkan umur panjangnya dengan pola hidup yang tenang dan hubungan baik dengan keluarga, para ilmuwan justru memperingatkan bahwa mengambil nasihat dari centenarian mungkin bukan langkah yang bijak.
Melansir The Guardian, Richard Faragher, profesor biogerontologi di University of Brighton, menjelaskan dua teori utama tentang mengapa beberapa orang hidup lebih lama; keberuntungan atau genetik.
Dia memperingatkan agar tidak terjebak dalam "survivorship bias," sebuah kebiasaan buruk dianggap baik hanya karena seseorang masih hidup.
“Banyak centenarian tidak banyak bergerak dan pola makan mereka sering tidak sehat,” tambah Faragher. Meskipun demikian, mereka tetap bisa hidup lama, yang menunjukkan peran keberuntungan dan faktor genetik.
Penelitian yang dilansir dari New Scientist juga menunjukkan meskipun banyak centenarian memiliki kebiasaan hidup yang tampak tidak sehat, faktor-faktor seperti perbaikan dalam perawatan kesehatan dan kebersihan di tingkat populasi lebih menentukan dalam meningkatkan harapan hidup.
David Sinclair, CEO International Longevity Centre, menegaskan pentingnya vaksin dan obat-obatan yang meningkatkan harapan hidup di kalangan lansia, menyatakan kemajuan ini adalah kunci untuk memastikan kualitas hidup yang lebih baik.
Menghadapi kenyataan
Walaupun merayakan pencapaian dalam memperpanjang usia, Sinclair juga mengingatkan bahwa hidup hingga 100 tahun tidak selalu dipenuhi dengan kebahagiaan.
Banyak centenarian yang hidup sendirian dan menghadapi tantangan besar di usia tua. “Realitas tidak selalu sepositif yang terlihat,” ujarnya.
Dalam konteks ini, para peneliti sepakat fokus utama seharusnya bukan hanya pada menambah tahun hidup, tetapi pada meningkatkan kualitas hidup itu sendiri.
Dengan beragam pandangan dan penelitian terbaru ini, satu hal menjadi jelas; kehidupan bukanlah satu-satunya komoditas yang berharga, tetapi kesehatanlah yang seharusnya menjadi fokus utama kita di masa depan.
RELATED ARTICLES
Menghadapi Realitas, Penyakitan tapi Panjang Umur atau Sehat Sesuai Umur?
Bagaimana saat dihadapkan pada pilihan antara menjalani hidup dengan kesakitan namun panjang umur dengan hidup sehat tetapi tidak mencapai usia tua yang panjang
Context.id, JAKARTA - Dalam sebuah analisis global yang dipublikasikan di jurnal Nature Aging, para peneliti memperingatkan manusia abad ini tidak akan melihat peningkatan dramatis dalam usia harapan hidup seperti yang terjadi selama seratus tahun terakhir.
Penelitian dalam jurnal itu menunjukkan saat ini semakin banyak orang yang hidup dengan usia pendek dan proses penuaan telah mencapai titik yang sulit untuk dicegah atau diatasi. Lalu apakah artinya manusia akan semakin lebih cepat tua dengan usia yang masih tergolong muda?
Menghadapi hal itu, para peneliti di bidang medis menyarankan agar para peneliti kesehatan atau bidang medis mengalihkan fokus risetnya, dari memperpanjang usia hidup menjadi fokus mempertahankan kesehatan.
Usia tidak akan panjang jika sejak muda kita sakit-sakitan. Atau kita akan tersiksa saat panjang umur tapi juga sakit-sakitan.
Hong Kong, sebagai lokasi "outlier longevity" mencatatkan 12,8 persen perempuan dan 4,4 persen laki-laki yang lahir pada tahun 2019 diperkirakan akan mencapai usia 100 tahun.
BACA JUGA
Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata 5,1 persen untuk perempuan dan 1,8 persen untuk laki-laki di sepuluh populasi yang diteliti.
Para peneliti dari University of Illinois Chicago, University of Hawaii, Harvard University, dan University of California Los Angeles menggarisbawahi kemungkinan untuk wanita mencapai usia 100 tahun tidak akan melebihi 15 persen dan untuk pria tidak lebih dari 5 persen.
Mereka menegaskan, kecuali proses penuaan biologis dapat diperlambat secara signifikan, perpanjangan hidup radikal pada abad ini tampak tidak mungkin.
Mereka mencatat bahwa selama dekade terakhir, perubahan dalam harapan hidup melambat dibandingkan dengan dekade terakhir abad ke-20.
Di Hong Kong, harapan hidup pada tahun 2022 tercatat 81 tahun untuk pria dan 87 tahun untuk wanita. Tingginya akan kehidupan ini berkat kemakmuran ekonomi dan pengendalian tembakau yang cukup ketat di Hong Kong.
Namun, tidak semua orang yang mencapai usia lanjut memiliki kualitas hidup yang memadai. Dengan bertambahnya usia, risiko kesehatan lain, seperti penurunan fungsi otak dan kehilangan massa otot, mulai muncul.
Fakta yang harus kita terima, tidak ada yang bisa menghindari penuaan dan kematian.
Mencari rahasia umur panjang
Sementara itu, kematian Maria Branyas Morera, orang tertua di dunia yang meninggal pada usia 117 tahun Agustus lalu, memunculkan perenungan tentang rahasia umur panjang.
Meskipun Branyas mengaitkan umur panjangnya dengan pola hidup yang tenang dan hubungan baik dengan keluarga, para ilmuwan justru memperingatkan bahwa mengambil nasihat dari centenarian mungkin bukan langkah yang bijak.
Melansir The Guardian, Richard Faragher, profesor biogerontologi di University of Brighton, menjelaskan dua teori utama tentang mengapa beberapa orang hidup lebih lama; keberuntungan atau genetik.
Dia memperingatkan agar tidak terjebak dalam "survivorship bias," sebuah kebiasaan buruk dianggap baik hanya karena seseorang masih hidup.
“Banyak centenarian tidak banyak bergerak dan pola makan mereka sering tidak sehat,” tambah Faragher. Meskipun demikian, mereka tetap bisa hidup lama, yang menunjukkan peran keberuntungan dan faktor genetik.
Penelitian yang dilansir dari New Scientist juga menunjukkan meskipun banyak centenarian memiliki kebiasaan hidup yang tampak tidak sehat, faktor-faktor seperti perbaikan dalam perawatan kesehatan dan kebersihan di tingkat populasi lebih menentukan dalam meningkatkan harapan hidup.
David Sinclair, CEO International Longevity Centre, menegaskan pentingnya vaksin dan obat-obatan yang meningkatkan harapan hidup di kalangan lansia, menyatakan kemajuan ini adalah kunci untuk memastikan kualitas hidup yang lebih baik.
Menghadapi kenyataan
Walaupun merayakan pencapaian dalam memperpanjang usia, Sinclair juga mengingatkan bahwa hidup hingga 100 tahun tidak selalu dipenuhi dengan kebahagiaan.
Banyak centenarian yang hidup sendirian dan menghadapi tantangan besar di usia tua. “Realitas tidak selalu sepositif yang terlihat,” ujarnya.
Dalam konteks ini, para peneliti sepakat fokus utama seharusnya bukan hanya pada menambah tahun hidup, tetapi pada meningkatkan kualitas hidup itu sendiri.
Dengan beragam pandangan dan penelitian terbaru ini, satu hal menjadi jelas; kehidupan bukanlah satu-satunya komoditas yang berharga, tetapi kesehatanlah yang seharusnya menjadi fokus utama kita di masa depan.
POPULAR
RELATED ARTICLES