Share

Stories 16 Oktober 2024

Evolusi Industri Musik dari MTV, Spotify ke TikTok

Evolusi dari MTV, Spotify, hingga TikTok menunjukkan bagaimana teknologi dan media sosial telah membentuk industri musik, termasuk cara membuat, mengakses dan menikmatinya.

Ilustrasi musik tiktok/variety

Context.id, JAKARTA - Industri musik telah mengalami transformasi besar seiring dengan kemajuan teknologi digital. Dalam satu dekade terakhir, cara kita menikmati dan berinteraksi dengan musik telah berubah secara mendasar. 

Media sosial dan platform streaming telah menggantikan cara tradisional kita berinteraksi dengan musik, menyebabkan hilangnya momen budaya yang dulu dapat kita nikmati bersama.

Dulu, bintang pop seperti Beyoncé, Lady Gaga, dan Michael Jackson mendominasi panggung budaya pop. Mereka menjadi ikon melalui saluran terbatas seperti MTV, VH1, dan acara-acara musik lainnya. 

Sekarang, dengan munculnya platform seperti Spotify dan Apple Music, pengalaman mendengarkan musik telah menjadi sangat personal dan terfragmentasi. 

Algoritma yang mendukung platform ini menyajikan rekomendasi yang sangat spesifik, yang menciptakan pengalaman pengguna yang unik. 



Meskipun ini membantu dalam penemuan musik baru, tantangan baru muncul ketika banyak konten yang diciptakan tidak mencapai puncak kesuksesan yang sama seperti di masa lalu.

Menurut laporan Business Insider, kejenuhan konten menjadi masalah signifikan dalam industri musik saat ini. Meskipun banyak musik yang diproduksi, hanya sedikit yang benar-benar menonjol di pasar. 

Eksekutif label rekaman saat ini merasa bingung dalam mencari cara untuk menguasai industri yang tampaknya tidak menentu dan berubah dengan cepat. 

Keberhasilan artis kini tidak lagi tergantung pada jalur tradisional, melainkan pada algoritma dan interaksi di media sosial, yang sering kali sulit untuk diprediksi.

TikTok dan lagu cepat 
Salah satu faktor utama yang mengubah cara kita berinteraksi dengan musik adalah TikTok. Seperti yang dilaporkan oleh Inquirer, pengguna platform ini sering mempercepat lagu-lagu favorit mereka hingga 30% untuk menyesuaikan dengan video pendek yang mereka buat. 

Tren ini tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga sebagai cara bagi musik untuk mendapatkan perhatian lebih besar. Tren mempercepat lagu ini telah menjadi sangat umum di TikTok dan platform media sosial lainnya. 

Banyak artis kini merasa tertekan untuk merilis versi lagu mereka yang dipercepat sebelum orang lain melakukannya. 

Universitas Duke dalam penelitiannya mendapati video berdurasi pendek membantu lagu menjadi populer, dengan banyak lagu menduduki peringkat teratas di tangga lagu setelah viral di TikTok. 

Contohnya adalah lagu Escapism milik RAYE, yang berulang kali dipercepat oleh pengguna TikTok hingga menduduki peringkat No 1 di tangga lagu Inggris pada 2023.

Beberapa artis, seperti penyanyi Vietnam Hoang Thuy Linh, telah merilis versi resmi yang dipercepat dari lagu-lagu mereka untuk mengikuti tren ini. 

Linh menjelaskan mendengarkan lagu dalam berbagai versi memberikan nuansa yang berbeda, yang membuka peluang bagi audiens baru. 

Beberapa lagu Indonesia juga pernah mendunia gegara platform ini seperti To The Bone, Lathi dan beberapa lagi. 

Namun, meskipun ada keuntungan dari popularitas ini, banyak artis juga menghadapi tantangan besar dalam mendapatkan penghasilan yang layak dari keberhasilan yang mereka raih di platform tersebut.

Era streaming
Kehadiran media sosial dan platform streaming juga telah menciptakan fragmentasi budaya yang mendalam. Interaksi kita dengan musik telah berubah secara dramatis. 

Kini, kita lebih bergantung pada algoritma yang membawa kita ke dalam ruang gema yang sempit, menghilangkan momen budaya yang dapat dinikmati secara kolektif. 

Dalam era di mana musik dapat diakses oleh siapa saja di seluruh dunia, budaya musik menjadi semakin terpecah-belah.

Mankaprr Conteh dari Rolling Stone mengungkapkan platform streaming dapat mengenali preferensi kita dengan sangat baik, namun pengalaman yang dihasilkan sangat berbeda untuk setiap individu. 

Kekhususan ini, meskipun bermanfaat untuk penemuan musik, membuatnya lebih sulit untuk menarik perhatian konsumen secara massal. Banyak musik yang diciptakan, tetapi sangat sedikit yang mencapai puncak komersial dan budaya yang sama seperti di masa lalu.

Perubahan ini menimbulkan tantangan bagi artis untuk menarik perhatian publik secara luas. Sementara itu, banyak yang berjuang untuk mendapatkan penghasilan yang layak dari popularitas yang mereka raih. 

Sering kali, artis hanya memperoleh pengakuan tanpa dukungan finansial yang memadai. Masalah hak cipta juga semakin rumit, dengan banyak artis menghadapi risiko pelanggaran hak cipta ketika pengguna meng-remix lagu mereka tanpa izin.

Industri musik kini berada di persimpangan jalan, berusaha menemukan keseimbangan antara inovasi yang dibawa oleh teknologi dan kebutuhan untuk menciptakan pengalaman kolektif yang bisa dinikmati oleh semua orang. 

Sementara platform seperti TikTok membawa gelombang baru dalam cara kita menikmati musik, tantangan yang dihadapi oleh para artis dan industri secara keseluruhan menunjukkan perubahan ini tidak selalu membawa keuntungan yang jelas. 

Kendati begitu musik tetap menjadi bahasa universal yang terus berkembang di era digital ini. 



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 16 Oktober 2024

Evolusi Industri Musik dari MTV, Spotify ke TikTok

Evolusi dari MTV, Spotify, hingga TikTok menunjukkan bagaimana teknologi dan media sosial telah membentuk industri musik, termasuk cara membuat, mengakses dan menikmatinya.

Ilustrasi musik tiktok/variety

Context.id, JAKARTA - Industri musik telah mengalami transformasi besar seiring dengan kemajuan teknologi digital. Dalam satu dekade terakhir, cara kita menikmati dan berinteraksi dengan musik telah berubah secara mendasar. 

Media sosial dan platform streaming telah menggantikan cara tradisional kita berinteraksi dengan musik, menyebabkan hilangnya momen budaya yang dulu dapat kita nikmati bersama.

Dulu, bintang pop seperti Beyoncé, Lady Gaga, dan Michael Jackson mendominasi panggung budaya pop. Mereka menjadi ikon melalui saluran terbatas seperti MTV, VH1, dan acara-acara musik lainnya. 

Sekarang, dengan munculnya platform seperti Spotify dan Apple Music, pengalaman mendengarkan musik telah menjadi sangat personal dan terfragmentasi. 

Algoritma yang mendukung platform ini menyajikan rekomendasi yang sangat spesifik, yang menciptakan pengalaman pengguna yang unik. 



Meskipun ini membantu dalam penemuan musik baru, tantangan baru muncul ketika banyak konten yang diciptakan tidak mencapai puncak kesuksesan yang sama seperti di masa lalu.

Menurut laporan Business Insider, kejenuhan konten menjadi masalah signifikan dalam industri musik saat ini. Meskipun banyak musik yang diproduksi, hanya sedikit yang benar-benar menonjol di pasar. 

Eksekutif label rekaman saat ini merasa bingung dalam mencari cara untuk menguasai industri yang tampaknya tidak menentu dan berubah dengan cepat. 

Keberhasilan artis kini tidak lagi tergantung pada jalur tradisional, melainkan pada algoritma dan interaksi di media sosial, yang sering kali sulit untuk diprediksi.

TikTok dan lagu cepat 
Salah satu faktor utama yang mengubah cara kita berinteraksi dengan musik adalah TikTok. Seperti yang dilaporkan oleh Inquirer, pengguna platform ini sering mempercepat lagu-lagu favorit mereka hingga 30% untuk menyesuaikan dengan video pendek yang mereka buat. 

Tren ini tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga sebagai cara bagi musik untuk mendapatkan perhatian lebih besar. Tren mempercepat lagu ini telah menjadi sangat umum di TikTok dan platform media sosial lainnya. 

Banyak artis kini merasa tertekan untuk merilis versi lagu mereka yang dipercepat sebelum orang lain melakukannya. 

Universitas Duke dalam penelitiannya mendapati video berdurasi pendek membantu lagu menjadi populer, dengan banyak lagu menduduki peringkat teratas di tangga lagu setelah viral di TikTok. 

Contohnya adalah lagu Escapism milik RAYE, yang berulang kali dipercepat oleh pengguna TikTok hingga menduduki peringkat No 1 di tangga lagu Inggris pada 2023.

Beberapa artis, seperti penyanyi Vietnam Hoang Thuy Linh, telah merilis versi resmi yang dipercepat dari lagu-lagu mereka untuk mengikuti tren ini. 

Linh menjelaskan mendengarkan lagu dalam berbagai versi memberikan nuansa yang berbeda, yang membuka peluang bagi audiens baru. 

Beberapa lagu Indonesia juga pernah mendunia gegara platform ini seperti To The Bone, Lathi dan beberapa lagi. 

Namun, meskipun ada keuntungan dari popularitas ini, banyak artis juga menghadapi tantangan besar dalam mendapatkan penghasilan yang layak dari keberhasilan yang mereka raih di platform tersebut.

Era streaming
Kehadiran media sosial dan platform streaming juga telah menciptakan fragmentasi budaya yang mendalam. Interaksi kita dengan musik telah berubah secara dramatis. 

Kini, kita lebih bergantung pada algoritma yang membawa kita ke dalam ruang gema yang sempit, menghilangkan momen budaya yang dapat dinikmati secara kolektif. 

Dalam era di mana musik dapat diakses oleh siapa saja di seluruh dunia, budaya musik menjadi semakin terpecah-belah.

Mankaprr Conteh dari Rolling Stone mengungkapkan platform streaming dapat mengenali preferensi kita dengan sangat baik, namun pengalaman yang dihasilkan sangat berbeda untuk setiap individu. 

Kekhususan ini, meskipun bermanfaat untuk penemuan musik, membuatnya lebih sulit untuk menarik perhatian konsumen secara massal. Banyak musik yang diciptakan, tetapi sangat sedikit yang mencapai puncak komersial dan budaya yang sama seperti di masa lalu.

Perubahan ini menimbulkan tantangan bagi artis untuk menarik perhatian publik secara luas. Sementara itu, banyak yang berjuang untuk mendapatkan penghasilan yang layak dari popularitas yang mereka raih. 

Sering kali, artis hanya memperoleh pengakuan tanpa dukungan finansial yang memadai. Masalah hak cipta juga semakin rumit, dengan banyak artis menghadapi risiko pelanggaran hak cipta ketika pengguna meng-remix lagu mereka tanpa izin.

Industri musik kini berada di persimpangan jalan, berusaha menemukan keseimbangan antara inovasi yang dibawa oleh teknologi dan kebutuhan untuk menciptakan pengalaman kolektif yang bisa dinikmati oleh semua orang. 

Sementara platform seperti TikTok membawa gelombang baru dalam cara kita menikmati musik, tantangan yang dihadapi oleh para artis dan industri secara keseluruhan menunjukkan perubahan ini tidak selalu membawa keuntungan yang jelas. 

Kendati begitu musik tetap menjadi bahasa universal yang terus berkembang di era digital ini. 



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Apakah Asteroid yang Kaya Logam Mulia Ribuan Triliun Dolar Bisa Ditambang?

Sebuah wahana antariksa sedang dalam perjalanan menuju sebuah asteroid yang mungkin mengandung logam berharga senilai sekitar US 100 ribu kuadrili ...

Context.id . 22 November 2024

Sertifikasi Halal Perkuat Daya Saing Produk Dalam Negeri

Sertifikasi halal menjadi salah satu tameng bagi pengusaha makanan dan minuman dari serbuan produk asing.

Noviarizal Fernandez . 22 November 2024

Paus Fransiskus Bakal Kanonisasi Carlo Acutis, Santo Millenial Pertama

Paus Fransiskus akan mengkanonisasi Carlo Acutis pada 27 April 2025, menjadikannya santo millenial pertama dan simbol kesatuan iman dengan dunia d ...

Context.id . 22 November 2024

Benar-benar Komedi, Pisang Dilakban Bisa Dilelang hingga Rp98,8 Miliar

Karya seni konseptual pisang karya Maurizio Cattelan, \"Comedian,\" saat dilelang di rumah lelang Sotheby’s jatuh ke tangan seorang pengusaha kr ...

Context.id . 22 November 2024