Share

Home Stories

Stories 21 Februari 2024

TikTok Langgar Aturan Perlindungan Anak?

Diduga melakukan pelanggaran terkait perlindungan anak-anak, transparansi periklanan, hingga pengelolaan risiko desain yang adiktif dan konten berbahaya.

Ilustrasi Pelanggaran TikTok - Puspa Larasati

Context.id, JAKARTA - TikTok diduga melakukan pelanggaran dalam aturan perlindungan anak. Saat ini, Komisi Uni Eropa sedang menginvestigasi TikTok terkait kepatuhan Digital Services Act (DSA).

Platform digital milik ByteDance itu diduga melakukan pelanggaran terkait perlindungan anak-anak, transparansi periklanan, hingga pengelolaan risiko desain yang adiktif dan konten berbahaya.

Melansir Reuters (21/2/2024), Kepala Indurstri Uni Eropa Thierry Breton mengatakan dalam akun media sosial X miliknya bahwa UE tengan melakukan penyelidikan atas TikTok. 

“Kami membuka investigasi terhadap TikTok atas dugaan pelanggaran transparansi dan kewajiban untuk melindungi anak di bawah umur, desain yang adiktif dan pembatasan waktu penggunaan aplikasi, efek ‘rabbit hole’, verifikasi usia dan pengaturan awal privasi,” kata Thierry. 

Efek “rabbit hole” atau lubang kelinci diketahui merupakan situasi saat pengguna aplikasi akan terjebak dan mempercayai konten dan informasi yang terpapar di media sosial. 

Kondisi ini diduga tengah dialami oleh beberapa pengguna TikTok.



Sementara itu, Digital Services Act (DSA) merupakan Undang-undang Layanan Digital Uni Eropa yang sejak 17 Februari 2024 lalu, telah diterapkan kepada hampir semua platform digital.

Undang-undang tersebut mengharuskan platform online untuk meningkatkan upaya mengatasi risiko terhadap keamanan publik dan konten publik ilegal.

Sanksi bagi pelanggaran DSA dapat mencapai 6% dari omset global tahunan.

Langkah hari ini menyusul beberapa bulan pengumpulan informasi oleh Komisi Eropa, yang menegakkan aturan DSA untuk platform-platform besar termasuk permintaan informasi dari TikTok dalam bidang perlindungan anak-anak dan risiko disinformasi.

Tidak ada batas waktu formal bagi UE untuk menyelesaikan penyelidikan ini, dalam rilis persnya hanya mencatat durasi tergantung pada beberapa faktor, seperti kompleksitas kasus, sejauh mana perusahaan yang bersangkutan kooperatif dengan Komisi, dan penggunaan hak-hak pembelaan.

Pihak TikTok juga mengatakan akan terus bekerja sama dengan para ahli dan industri untuk menjaga agar pemuda di TikTok tetap aman dan berharap dapat menjelaskan secara rinci kepada Komisi Eropa.

“TikTok telah memperkenalkan fitur dan pengaturan untuk melindungi remaja dan menjaga anak-anak di bawah usia 13 tahun agar tidak masuk ke platform, masalah yang sedang dihadapi oleh seluruh industri,” kata juru bicara TikTok.

UE menganggap hampir dua lusin platform online dan media sosial besar termasuk TikTok, sebagai platform yang pantas mendapatkan pengawasan tinggi berdasarkan DSA dan denda besar jika mereka gagal mematuhinya.

Mereka juga telah menyelidiki X milik Elon Musk untuk pelanggaran termasuk kegagalan untuk mengekang penyebaran konten ilegal pada bulan Desember tahun lalu.



Penulis : Noviarizal Fernandez

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 21 Februari 2024

TikTok Langgar Aturan Perlindungan Anak?

Diduga melakukan pelanggaran terkait perlindungan anak-anak, transparansi periklanan, hingga pengelolaan risiko desain yang adiktif dan konten berbahaya.

Ilustrasi Pelanggaran TikTok - Puspa Larasati

Context.id, JAKARTA - TikTok diduga melakukan pelanggaran dalam aturan perlindungan anak. Saat ini, Komisi Uni Eropa sedang menginvestigasi TikTok terkait kepatuhan Digital Services Act (DSA).

Platform digital milik ByteDance itu diduga melakukan pelanggaran terkait perlindungan anak-anak, transparansi periklanan, hingga pengelolaan risiko desain yang adiktif dan konten berbahaya.

Melansir Reuters (21/2/2024), Kepala Indurstri Uni Eropa Thierry Breton mengatakan dalam akun media sosial X miliknya bahwa UE tengan melakukan penyelidikan atas TikTok. 

“Kami membuka investigasi terhadap TikTok atas dugaan pelanggaran transparansi dan kewajiban untuk melindungi anak di bawah umur, desain yang adiktif dan pembatasan waktu penggunaan aplikasi, efek ‘rabbit hole’, verifikasi usia dan pengaturan awal privasi,” kata Thierry. 

Efek “rabbit hole” atau lubang kelinci diketahui merupakan situasi saat pengguna aplikasi akan terjebak dan mempercayai konten dan informasi yang terpapar di media sosial. 

Kondisi ini diduga tengah dialami oleh beberapa pengguna TikTok.



Sementara itu, Digital Services Act (DSA) merupakan Undang-undang Layanan Digital Uni Eropa yang sejak 17 Februari 2024 lalu, telah diterapkan kepada hampir semua platform digital.

Undang-undang tersebut mengharuskan platform online untuk meningkatkan upaya mengatasi risiko terhadap keamanan publik dan konten publik ilegal.

Sanksi bagi pelanggaran DSA dapat mencapai 6% dari omset global tahunan.

Langkah hari ini menyusul beberapa bulan pengumpulan informasi oleh Komisi Eropa, yang menegakkan aturan DSA untuk platform-platform besar termasuk permintaan informasi dari TikTok dalam bidang perlindungan anak-anak dan risiko disinformasi.

Tidak ada batas waktu formal bagi UE untuk menyelesaikan penyelidikan ini, dalam rilis persnya hanya mencatat durasi tergantung pada beberapa faktor, seperti kompleksitas kasus, sejauh mana perusahaan yang bersangkutan kooperatif dengan Komisi, dan penggunaan hak-hak pembelaan.

Pihak TikTok juga mengatakan akan terus bekerja sama dengan para ahli dan industri untuk menjaga agar pemuda di TikTok tetap aman dan berharap dapat menjelaskan secara rinci kepada Komisi Eropa.

“TikTok telah memperkenalkan fitur dan pengaturan untuk melindungi remaja dan menjaga anak-anak di bawah usia 13 tahun agar tidak masuk ke platform, masalah yang sedang dihadapi oleh seluruh industri,” kata juru bicara TikTok.

UE menganggap hampir dua lusin platform online dan media sosial besar termasuk TikTok, sebagai platform yang pantas mendapatkan pengawasan tinggi berdasarkan DSA dan denda besar jika mereka gagal mematuhinya.

Mereka juga telah menyelidiki X milik Elon Musk untuk pelanggaran termasuk kegagalan untuk mengekang penyebaran konten ilegal pada bulan Desember tahun lalu.



Penulis : Noviarizal Fernandez

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Hitungan Prabowo Soal Uang Kasus CPO Rp13,2 Triliun, Bisa Buat Apa Saja?

Presiden Prabowo Subianto melakukan perhitungan terkait uang kasus korupsi CPO Rp13,2 triliun yang ia sebut bisa digunakan untuk membangun desa ne ...

Renita Sukma . 20 October 2025

Polemik IKN Sebagai Ibu Kota Politik, Ini Kata Kemendagri dan Pengamat

Terminologi ibu kota politik yang melekat kepada IKN dianggap rancu karena bertentangan dengan UU IKN. r n r n

Renita Sukma . 18 October 2025

Dilema Kebijakan Rokok: Penerimaan Negara Vs Kesehatan Indonesia

Menkeu Purbaya ingin menggairahkan kembali industri rokok dengan mengerem cukai, sementara menteri sebelumnya Sri Mulyani gencar menaikkan cukai d ...

Jessica Gabriela Soehandoko . 15 October 2025

Di Tengah Ketidakpastian Global, Emas Justru Terus Mengkilap

Meskipun secara historis dianggap sebagai aset lindung nilai paling aman, emas kerap ikut tertekan ketika terjadi aksi jual besar-besaran di pasar ...

Jessica Gabriela Soehandoko . 13 October 2025