Share

Stories 10 Oktober 2024

Siasat Facebook Menggaet Kembali Hati Gen Z, Masih Ada Peminat?

Facebook melakukan pembaruan dan penyegaran tata muka hingga fitur demi menarik pengguna dari kalangan anak muda.

Ilustrasi remaja dan facebook/futureparty

Context.id, JAKARTA - Di tengah banyaknya platform media sosial saat ini, Facebook masih menyimpan ambisi untuk kembali menjadi raja atau paling tidak diminati lagi oleh kaum muda seperti di awal pendiriannya. 

Salah satu langkah yang dilakukan Facebook dengan melakukan desain ulang. Desain ulang ini dirancang untuk menekankan fitur-fitur yang telah menjadi favorit di kalangan pengguna muda, termasuk Marketplace dan Groups

Selain itu, Facebook memperkenalkan halaman “Explore” yang terinspirasi dari TikTok. Fitur ini memungkinkan pengguna untuk menjelajahi konten dalam format yang lebih menarik dan interaktif.

“Facebook masih untuk semua orang,” ujar Tom Alison, kepala Facebook di Meta, induk dari Facebook dan Instagram seperti dikutip dari Fast Company, Kamis (10/10). “Namun, untuk tetap relevan, kami harus beradaptasi dengan keinginan Gen Z.” 

Selain Explore, Facebook juga menambahkan tab baru yang disebut “Local,” untuk menyajikan konten yang relevan secara geografis, mulai dari acara lokal hingga barang-barang yang dijual di dekat pengguna. Ini upaya untuk kembali menjadi lebih dekat. 



Gen Z main apa?
Ambisi itu tampaknya cukup sulit terwujud, jika generasi muda yang dimaksud Facebook adalah Gen Z. Saat ini Gen Z paling banyak bermain di Instagram, TikTok dan LinkedIn. Untuk tontonan mereka ke YouTube atau Netflix. 

Bagi Gen Z, medsos yang diciptakan eks mahasiswa Harvard ini sudah dianggap usang, bahkan disebut mainannya Baby Boomers alias anak-anak milenial awal. 

Pandangan itu ternyata bukan hanya terjadi di Indonesia tapi juga Amerika. Data dari Pew Research Center menunjukkan penurunan dramatis dalam penggunaan Facebook di kalangan remaja, dari 71% pada 2014 menjadi hanya 33% pada 2023. 

Sementara itu, platform-platform seperti TikTok dan Instagram melesat dalam popularitas, menciptakan jurang yang semakin dalam antara generasi muda dan raksasa media sosial ini.

Sebenarnya booming Facebook di Indonesia juga ada di fase-fase Gen Z sedang menuju remaja. Bahkan sebagian Gen Z sempat jadi bagian dari pengguna Facebook sebelum meninggalkannya. 

Mengapa Facebook ditinggalkan? 
Fenomena ini tidak muncul begitu saja. Dalam satu dekade terakhir, Facebook telah dikelilingi oleh skandal yang mengikis kepercayaan publik. 

Mulai dari kontroversi Cambridge Analytica yang mengungkap pelanggaran privasi pengguna hingga penyebaran informasi palsu atau hoax selama periode pemilu di seluruh dunia. 

Alhasil banyak Gen Z yang menganggap Facebook sebagai simbol dari masalah yang lebih besar dalam ekosistem media sosial.

Ketidakpuasan Gen Z juga berakar dari preferensi mereka terhadap konten visual. Selama ini Facebook terus menyajikan konten berbasis teks aplikasi lain seperti Instagram dan Snapchat yang menekankan foto dan video, berhasil menarik perhatian generasi ini. 

Dalam survei yang dilakukan oleh Savanta, hanya 45% Gen Z yang menggunakan Facebook untuk tetap terhubung dengan teman dan keluarga, ini turun drastis dari 82% pada 2015.

Berat bangkit?
Jika melihat pandangan Gen Z, tampaknya tantangan yang dihadapi Facebook jauh lebih besar daripada sekadar mendesain ulang antarmuka. Platform ini harus membangun kembali kepercayaan yang telah hilang. 

Dalam menghadapi tantangan ini, satu hal yang pasti: Facebook harus berjuang keras untuk menemukan kembali tempatnya di hati Gen Z.

Melihat tren media sosial yang terus berubah, masa depan Facebook tergantung pada kemampuannya untuk beradaptasi dan memahami apa yang benar-benar diinginkan oleh generasi yang lebih muda.

Seiring waktu berjalan, keputusan yang diambil oleh Facebook akan menentukan bukan hanya masa depan platform itu sendiri, tetapi juga melihat bagaimana generasi mendatang berinteraksi dengan dunia digital. 



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 10 Oktober 2024

Siasat Facebook Menggaet Kembali Hati Gen Z, Masih Ada Peminat?

Facebook melakukan pembaruan dan penyegaran tata muka hingga fitur demi menarik pengguna dari kalangan anak muda.

Ilustrasi remaja dan facebook/futureparty

Context.id, JAKARTA - Di tengah banyaknya platform media sosial saat ini, Facebook masih menyimpan ambisi untuk kembali menjadi raja atau paling tidak diminati lagi oleh kaum muda seperti di awal pendiriannya. 

Salah satu langkah yang dilakukan Facebook dengan melakukan desain ulang. Desain ulang ini dirancang untuk menekankan fitur-fitur yang telah menjadi favorit di kalangan pengguna muda, termasuk Marketplace dan Groups

Selain itu, Facebook memperkenalkan halaman “Explore” yang terinspirasi dari TikTok. Fitur ini memungkinkan pengguna untuk menjelajahi konten dalam format yang lebih menarik dan interaktif.

“Facebook masih untuk semua orang,” ujar Tom Alison, kepala Facebook di Meta, induk dari Facebook dan Instagram seperti dikutip dari Fast Company, Kamis (10/10). “Namun, untuk tetap relevan, kami harus beradaptasi dengan keinginan Gen Z.” 

Selain Explore, Facebook juga menambahkan tab baru yang disebut “Local,” untuk menyajikan konten yang relevan secara geografis, mulai dari acara lokal hingga barang-barang yang dijual di dekat pengguna. Ini upaya untuk kembali menjadi lebih dekat. 



Gen Z main apa?
Ambisi itu tampaknya cukup sulit terwujud, jika generasi muda yang dimaksud Facebook adalah Gen Z. Saat ini Gen Z paling banyak bermain di Instagram, TikTok dan LinkedIn. Untuk tontonan mereka ke YouTube atau Netflix. 

Bagi Gen Z, medsos yang diciptakan eks mahasiswa Harvard ini sudah dianggap usang, bahkan disebut mainannya Baby Boomers alias anak-anak milenial awal. 

Pandangan itu ternyata bukan hanya terjadi di Indonesia tapi juga Amerika. Data dari Pew Research Center menunjukkan penurunan dramatis dalam penggunaan Facebook di kalangan remaja, dari 71% pada 2014 menjadi hanya 33% pada 2023. 

Sementara itu, platform-platform seperti TikTok dan Instagram melesat dalam popularitas, menciptakan jurang yang semakin dalam antara generasi muda dan raksasa media sosial ini.

Sebenarnya booming Facebook di Indonesia juga ada di fase-fase Gen Z sedang menuju remaja. Bahkan sebagian Gen Z sempat jadi bagian dari pengguna Facebook sebelum meninggalkannya. 

Mengapa Facebook ditinggalkan? 
Fenomena ini tidak muncul begitu saja. Dalam satu dekade terakhir, Facebook telah dikelilingi oleh skandal yang mengikis kepercayaan publik. 

Mulai dari kontroversi Cambridge Analytica yang mengungkap pelanggaran privasi pengguna hingga penyebaran informasi palsu atau hoax selama periode pemilu di seluruh dunia. 

Alhasil banyak Gen Z yang menganggap Facebook sebagai simbol dari masalah yang lebih besar dalam ekosistem media sosial.

Ketidakpuasan Gen Z juga berakar dari preferensi mereka terhadap konten visual. Selama ini Facebook terus menyajikan konten berbasis teks aplikasi lain seperti Instagram dan Snapchat yang menekankan foto dan video, berhasil menarik perhatian generasi ini. 

Dalam survei yang dilakukan oleh Savanta, hanya 45% Gen Z yang menggunakan Facebook untuk tetap terhubung dengan teman dan keluarga, ini turun drastis dari 82% pada 2015.

Berat bangkit?
Jika melihat pandangan Gen Z, tampaknya tantangan yang dihadapi Facebook jauh lebih besar daripada sekadar mendesain ulang antarmuka. Platform ini harus membangun kembali kepercayaan yang telah hilang. 

Dalam menghadapi tantangan ini, satu hal yang pasti: Facebook harus berjuang keras untuk menemukan kembali tempatnya di hati Gen Z.

Melihat tren media sosial yang terus berubah, masa depan Facebook tergantung pada kemampuannya untuk beradaptasi dan memahami apa yang benar-benar diinginkan oleh generasi yang lebih muda.

Seiring waktu berjalan, keputusan yang diambil oleh Facebook akan menentukan bukan hanya masa depan platform itu sendiri, tetapi juga melihat bagaimana generasi mendatang berinteraksi dengan dunia digital. 



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Bank-bank di Taiwan Membatasi Iklan Facebook untuk Menghindari Penipuan

Pemimpin media sosial mendapatkan tekanan untuk melakukan pengawasan agar bisa mengurangi penipuan daring yang banyak terjadi di platform mereka

Context.id . 19 November 2024

Telegram, Aplikasi Pesan Pemilik Aset Kripto Jumbo

Telegram, aplikasi pesan yang terkenal dengan fitur keamanan dan privasinya ternyata lebih dari 40% pendapatannya berasal dari transaksi kripto

Context.id . 19 November 2024

Konsumen Beralih ke Merek Sepatu Lari Terkini, Nike dan Adidas Terlupakan?

Sejak ditemukannya teknologi sol inovatif oleh On, merek-merek baru mulai menggerus dominasi Nike dan Adidas di pasar sepatu lari

Context.id . 19 November 2024

Sunscreen Bisa Menyebabkan Kanker Kulit, Bagaimana Pendapat Ahli?

Meskipun sunscreen dikenal luas sebagai pelindung dari kanker kulit, beberapa mitos yang beredar menyebutkan produk itu malah bisa menyebabkan kan ...

Context.id . 19 November 2024