Share

Stories 09 Oktober 2024

Krisis Air Global, Tahun-tahun Terkering dalam Tiga Dekade

Krisis air global selama tiga dekade terakhir disebabkan oleh perubahan iklim dan pengelolaan yang buruk, berdampak pada lingkungan, sosial, dan ekonomi.

Kekeringan di salah satu sungai di Brazil/AP

Context.id, JAKARTA - Tahun 2023 mencatat sejarah kelam bagi sumber daya air di seluruh dunia. Dalam laporan terbaru dari Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) PBB, terungkap sungai-sungai mengalami tahun terkering dalam 33 tahun terakhir. 

Dampak dari perubahan iklim yang semakin parah kini menambah tantangan besar bagi akses air yang sudah tertekan di berbagai wilayah, dengan konsekuensi yang menyentuh setiap aspek kehidupan manusia.

Laporan tentang keadaan sumber daya air global yang dirilis oleh WMO menunjukkan penurunan signifikan dalam aliran sungai di seluruh dunia. Dalam lima tahun berturut-turut, kondisi di bawah normal ini menimbulkan tekanan berat pada persediaan air global. 

Wilayah-wilayah seperti cekungan Sungai Mississippi dan Amazon di Amerika Utara mencatat tingkat air terendah yang pernah ada, menciptakan kekhawatiran tentang dampak terhadap pertanian, industri, dan ekosistem yang bergantung pada pasokan air yang stabil. 

Di Asia, cekungan Sungai Gangga dan Mekong juga terjebak dalam kondisi serupa, yang memperburuk krisis air di kawasan yang sudah rentan.



Melansir Al Jazeera, Sekretaris Jenderal WMO, Celeste Saulo mengatakan air kini menjadi indikator paling jelas tentang masa kesusahan iklim kita. Dalam konferensi pers di Jenewa, Saulo menekankan pentingnya peningkatan pemantauan hidrologi untuk merespons perubahan yang terjadi. 

“Kami menerima sinyal peringatan dalam bentuk curah hujan yang semakin ekstrem, banjir, dan kekeringan yang mempengaruhi kehidupan, ekosistem, dan ekonomi,” ujarnya. 

Pantauan hidrologi WMO, memperingatkan fenomena cuaca panas dan kering ini mungkin akan terus berlanjut, berpotensi menyebabkan kelangkaan air yang lebih parah di banyak wilayah di seluruh dunia.

Salah satu aspek paling mencolok dari laporan ini adalah hilangnya massa gletser terbesar dalam 50 tahun terakhir, dengan 600 gigaton air yang hilang akibat pencairan ekstrem. 

Gletser yang menyuplai sungai-sungai di Eropa dan Skandinavia mengalami peningkatan aliran air sementara, namun WMO mencatat efek ini akan segera berkurang seiring dengan berlanjutnya pencairan gletser. 

Meskipun banyak wilayah berjuang dengan kekeringan, bencana banjir yang terjadi di negara-negara tertentu menunjukkan betapa kompleksnya masalah ini. 

Penelitian menunjukkan kombinasi fenomena alam, seperti transisi dari La Niña ke El Niño, semakin mempersulit prediksi cuaca. Hal ini membuat upaya mitigasi dan adaptasi menjadi semakin mendesak.

Dalam menghadapi tantangan global ini, laporan dari WMO dan lembaga internasional lainnya menegaskan perlunya kolaborasi yang lebih erat terlebih lagi soal akurasi data antara negara-negara untuk mengelola sumber daya air secara berkelanjutan. 

Krisis air yang kita hadapi bukan hanya masalah lingkungan; tapi juga berdampak pada kesehatan, keamanan pangan, dan stabilitas sosial. 

 



Penulis : Naufal Jauhar Nazhif

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 09 Oktober 2024

Krisis Air Global, Tahun-tahun Terkering dalam Tiga Dekade

Krisis air global selama tiga dekade terakhir disebabkan oleh perubahan iklim dan pengelolaan yang buruk, berdampak pada lingkungan, sosial, dan ekonomi.

Kekeringan di salah satu sungai di Brazil/AP

Context.id, JAKARTA - Tahun 2023 mencatat sejarah kelam bagi sumber daya air di seluruh dunia. Dalam laporan terbaru dari Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) PBB, terungkap sungai-sungai mengalami tahun terkering dalam 33 tahun terakhir. 

Dampak dari perubahan iklim yang semakin parah kini menambah tantangan besar bagi akses air yang sudah tertekan di berbagai wilayah, dengan konsekuensi yang menyentuh setiap aspek kehidupan manusia.

Laporan tentang keadaan sumber daya air global yang dirilis oleh WMO menunjukkan penurunan signifikan dalam aliran sungai di seluruh dunia. Dalam lima tahun berturut-turut, kondisi di bawah normal ini menimbulkan tekanan berat pada persediaan air global. 

Wilayah-wilayah seperti cekungan Sungai Mississippi dan Amazon di Amerika Utara mencatat tingkat air terendah yang pernah ada, menciptakan kekhawatiran tentang dampak terhadap pertanian, industri, dan ekosistem yang bergantung pada pasokan air yang stabil. 

Di Asia, cekungan Sungai Gangga dan Mekong juga terjebak dalam kondisi serupa, yang memperburuk krisis air di kawasan yang sudah rentan.



Melansir Al Jazeera, Sekretaris Jenderal WMO, Celeste Saulo mengatakan air kini menjadi indikator paling jelas tentang masa kesusahan iklim kita. Dalam konferensi pers di Jenewa, Saulo menekankan pentingnya peningkatan pemantauan hidrologi untuk merespons perubahan yang terjadi. 

“Kami menerima sinyal peringatan dalam bentuk curah hujan yang semakin ekstrem, banjir, dan kekeringan yang mempengaruhi kehidupan, ekosistem, dan ekonomi,” ujarnya. 

Pantauan hidrologi WMO, memperingatkan fenomena cuaca panas dan kering ini mungkin akan terus berlanjut, berpotensi menyebabkan kelangkaan air yang lebih parah di banyak wilayah di seluruh dunia.

Salah satu aspek paling mencolok dari laporan ini adalah hilangnya massa gletser terbesar dalam 50 tahun terakhir, dengan 600 gigaton air yang hilang akibat pencairan ekstrem. 

Gletser yang menyuplai sungai-sungai di Eropa dan Skandinavia mengalami peningkatan aliran air sementara, namun WMO mencatat efek ini akan segera berkurang seiring dengan berlanjutnya pencairan gletser. 

Meskipun banyak wilayah berjuang dengan kekeringan, bencana banjir yang terjadi di negara-negara tertentu menunjukkan betapa kompleksnya masalah ini. 

Penelitian menunjukkan kombinasi fenomena alam, seperti transisi dari La Niña ke El Niño, semakin mempersulit prediksi cuaca. Hal ini membuat upaya mitigasi dan adaptasi menjadi semakin mendesak.

Dalam menghadapi tantangan global ini, laporan dari WMO dan lembaga internasional lainnya menegaskan perlunya kolaborasi yang lebih erat terlebih lagi soal akurasi data antara negara-negara untuk mengelola sumber daya air secara berkelanjutan. 

Krisis air yang kita hadapi bukan hanya masalah lingkungan; tapi juga berdampak pada kesehatan, keamanan pangan, dan stabilitas sosial. 

 



Penulis : Naufal Jauhar Nazhif

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Apakah Asteroid yang Kaya Logam Mulia Ribuan Triliun Dolar Bisa Ditambang?

Sebuah wahana antariksa sedang dalam perjalanan menuju sebuah asteroid yang mungkin mengandung logam berharga senilai sekitar US 100 ribu kuadrili ...

Context.id . 22 November 2024

Sertifikasi Halal Perkuat Daya Saing Produk Dalam Negeri

Sertifikasi halal menjadi salah satu tameng bagi pengusaha makanan dan minuman dari serbuan produk asing.

Noviarizal Fernandez . 22 November 2024

Paus Fransiskus Bakal Kanonisasi Carlo Acutis, Santo Millenial Pertama

Paus Fransiskus akan mengkanonisasi Carlo Acutis pada 27 April 2025, menjadikannya santo millenial pertama dan simbol kesatuan iman dengan dunia d ...

Context.id . 22 November 2024

Benar-benar Komedi, Pisang Dilakban Bisa Dilelang hingga Rp98,8 Miliar

Karya seni konseptual pisang karya Maurizio Cattelan, \"Comedian,\" saat dilelang di rumah lelang Sotheby’s jatuh ke tangan seorang pengusaha kr ...

Context.id . 22 November 2024