Stories - 27 September 2024
Gen Z Harus Menjadi Pionir Inovasi Keuangan
rnGen Z merupakan generasi pertama yang sepenuhnya tumbuh di tengah lingkungan teknologi yang terus berkembang pesat
Context.id, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyoroti Generasi Z atau Gen Z dalam mendorong inovasi di sektor jasa keuangan Indonesia. Gen Z yang dikenal sebagai generasi tech-savvy dan inovatif dalam teknologi digital memiliki potensi besar untuk membawa perubahan signifikan dalam layanan keuangan.
Merujuk data yang dimiliki OJK, Gen Z merupakan kelompok yang signifikan dengan jumlah sekitar 75 juta jiwa atau 27% dari total penduduk Indonesia. Kelompok ini juga mendominasi dalam hal adaptasi internet yaitu sebanyak 34,4%.
Melansir Bisnis, Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK Hasan Fawzi mengatakan Gen Z merupakan generasi pertama yang sepenuhnya tumbuh di tengah lingkungan teknologi yang terus berkembang pesat sehingga sangat mahir dalam memanfaatkan teknologi dan sulit hidup tanpa teknologi.
"Sebagai pengguna teknologi yang aktif dengan tingkat adaptasi yang tinggi, tentu mahasiswa-mahasiswi memiliki peran penting dalam mendorong inovasi di sektor jasa keuangan," ujarnya dalam Festival Literasi Finansial 2024 "Kami Generasi Siap Finansial" Jumat, (27/9/2024)
OJK menekankan pentingnya mahasiswa-mahasiswi yang masuk dalam kelompok Gen Z, untuk menguasai teknologi-teknologi terbaru, seperti blockchain, keceradsan artificial intelligence (AI), dan big data dalam upaya merancang produk dan layanan keuangan berbasis digital untuk dapat memberikan solusi atas permasalahan di sektor keuangan.
BACA JUGA
- Polusi Plastik Global, Apakah Hanya Tanggung Jawab Gen Z?
- Generasi yang Potensial Berbisnis, Baby Boomers, Milenial atau Gen Z?
- Bisnis Indonesia Goes To Campus 2024 Dorong Peningkatkan Literasi Keuangan
Adapun, dalam meningkatkan inovasi dan literasi keuangan digital, kata Hasan, OJK mengembangkan beberapa inisiatif untuk meningkatkan keterampilan digital bagi seluruh lini masyarakat. Pertama menyusun dan mensosialisasikan modul terkait inisiatif literasi keuangan digital bagi masyarakat.
Kedua, mengembangkan fintech center di OJK dalam upaya untuk meningkatkan jumlah inovasi di sektor keuangan. Ketiga, mengembangkan regulatory sandbox, sebuah live test environment ruang uji coba dan pengembangan di OJK untuk mengundang inovasi-inovasi baru di sektor keuangan.
“Inovasi dan startup di sektor keuangan, mungkin ini sebagai tawaran juga berpotensi untuk dikembangkan oleh adik-adik semua,” ujarnya. Lebih lanjut, potensi inovasi ini dapat berupa seperti gamification pengembangan aplikasi, dapat meningkatkan literasi keuangan dengan memberikan pembelajaran tentang konsep dasar keuangan.
Lalu, blockchain based yang bisa mengembangkan platform keuangan digital tentu dengan memanfaatkan teknologi-teknologi blockchain untuk memfasilitasi transaksi yang aman, cepat dan hemat biaya serta articial intelligence dengan mengembangkan aplikasi simpanan menabung yang memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan.
“Tentu potensi inovasi ini, ke depan tidak akan ada habisnya, mengingat adik-adik sekalian mahasiswa sebagai Gen Z memiliki pola pikir yang terbuka dan kreatif, memiliki kesadaran sosial yang tinggi dan semangat kewirausahaan yang besar,” ungkapnya.
Jangan FOMO, YOLO dan FOPO
Menurutnya, tingginya adaptasi internet di Indonesia ini turut mendorong terus inovasi di sektor keuangan, termasuk digitalisasi perbankan hingga sektor pembiayaan seperti P2P lending alias pinjaman online (pinjol).
Bahkan, kini pengguna dan jumlah investor yang meminati instrumen aset kripto sebagai alternatif sarana investasinya tercatat makin meningkat. OJK menyebut, dengan beragam inovasi di sektor keuangan, diharapkan terus terobosan ini dapat menghadirkan solusi yang better, faster, and cheaper, yang memberikan kemudahan lebih baik, lebih cepat dalam layanannya, dan juga lebih efisien, lebih murah.
Meski demikian, dia menyorot tidak jarang juga muncul berbagai kasus yang berpotensi merugikan masyarakat pengguna, khususnya bagi gen Z, akibat kurangnya pemahaman atau literasi terkait dengan pemanfaatan produk dan layanan keuangan digital.
Dengan demikian, literasi keuangan merupakan kemampuan penting untuk memahami dan mengelola keuangan pribadi secara efektif. Hal ini mencakup konsep dasar, seperti kebiasaan menabung, berinvestasi, mengelola keuangan dan utang serta merencanakan berbagai rencana keuangan di masa mendatang.
“Jangan sekarang ikut-ikutan dan terbawa-bawa arus gaya seperti YOLO misalnya. You only live once,” ujarnya. Di mana, ketika seseorang mendapat kelebihan uang sedikit, langsung menghabiskan uang, tanpa berpikir bagaimana merencanakan pengelolaan uang dan investasi untuk kebutuhan-kebutuhan yang akan datang.
Kedua, Hasan juga menyinggung soal fenomena FOMO, fear of missing out, kondisi bahwa anak muda kerap memilih produk dan layanan keuangan digital hanya atas dasar takut jika tidak mengikuti tren dan cenderung tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan.
Ketiga, kata Hasan, anak muda harus menghindari FOPO, fear of public opinion, fenomena yang kini marak terlihat dalam penggunaan media sosial.
“Di mana teman-teman adik-adik mahasiswa dalam memilih suatu produk dan layanan keuangan digital ini hanya berdasarkan perasaan untuk takut jika mendapatkan kritik dari orang-orang sekitar atau tidak mendapatkan tanda like yang banyak gitu ya. Ini juga tentu harus kita hindari,” ujarnya.
Lebih lanjut, OJK juga menyebut untuk selalu waspada terhadap modus penawaran layanan keuangan, jangan mudah percaya dengan orang lain dan berhati-hati dalam membagikan informasi dan data pribadi kepada orang lain termasuk media sosial.
“Jadi ini biasanya ada upaya social engineering di mana teman-teman tanpa sadar membagikan data pribadi rahasia yang tidak seharusnya dibagikan,” ucapnya. Menurutnya, modus yang terjadi biasanya menjadi celah masuk penggunaan data untuk keperluan layanan ilegal atau tindakan yang merugikan kelompok masyarakat.
Selain itu, dia mengingatkan untuk selalu memeriksa setiap produk dan layanan keuangan yang ditawarkan haruslah memiliki izin yang resmi dari otoritas yang berwenang.
“Kalau ditawarkan sesuatu yang menggiurkan dan tidak masuk akal misalnya berikan imbal hasil atau tawaran bunga yang sangat tinggi 10%-20% sebulannya gitu. Tentu ini sesuatu yang harus kita periksa lebih lanjut dan kita curigai lebih awal,” tandasnya.
Penulis : Context.id
Editor : Wahyu Arifin
MORE STORIES
Di Tengah Perang dan Pengungsian: Mengapa Warga Palestina Tak Mau Pergi?
Warga Palestina tetap bertahan di tengah perang karena keterikatan emosional terhadap tanah, identitas budaya, serta harapan akan masa depan yang ...
Context.id | 09-10-2024
Dua Pelopor Kecerdasan Buatan (AI) Raih Nobel Fisika 2024
Dua pelopor kecerdasan buatan (AI) menerima Nobel Fisika 2024 sebagai pengakuan atas kontribusi inovatif mereka dalam mengubah pemahaman kita tent ...
Context.id | 09-10-2024
Kembalinya Pedagang Maut Viktor Bout ke Perdagangan Senjata Global
Kembalinya Viktor Bout menggambarkan perjalanan kontroversialnya dari penjara menuju kembali terlibat dalam perdagangan senjata global yang komple ...
Context.id | 09-10-2024
Krisis Air Global, Tahun-tahun Terkering dalam Tiga Dekade
Krisis air global selama tiga dekade terakhir disebabkan oleh perubahan iklim dan pengelolaan yang buruk, berdampak pada lingkungan, sosial, dan e ...
Naufal Jauhar Nazhif | 09-10-2024
A modern exploration of business, societies, and ideas.
Powered by Bisnis Indonesia.
Copyright © 2024 - Context
Copyright © 2024 - Context