Share

Home Stories

Stories 22 September 2024

Kesehatan Jantung, Apakah Kemiskinan Meningkatkan Risikonya?

Merokok, kurang aktivitas fisik dan konsumsi alkohol jadi alasan utama orang miskin lebih mungkin kena serangan jantung

IIustrasi jantung/The Conversation

Context.id, JAKARTA - Penyakit arteri koroner, juga dikenal sebagai penyakit jantung koroner atau penyakit jantung iskemik (IHD), adalah penyakit jantung yang paling umum.  

Penyakit jantung merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia dan di Indonesia. Jika mengacu pada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), penyakit jantung iskemik merupakan penyebab kematian terbesar di dunia, bertanggung jawab atas 13% dari total kematian di dunia. 

Sementara itu menurut Kementerian Kesehatan RI, penyakit kardiovaskular, termasuk penyakit jantung, merupakan penyebab kematian tertinggi di Indonesia, dengan angka mencapai 19,42% pada tahun 2023. 

Penyakit jantung ini terjadi ketika plak lengket menumpuk di pembuluh darah, sehingga menghambat aliran darah ke jantung dan seluruh tubuh.

Hasil penelitian yang cukup mengejutkan datang dari kelompok peneliti Alcohol Research Group, Amerika Serikat yang menerbitkan hasil riset mereka di Journals Plos.  



Studi tersebut menemukan bahwa orang miskin, dari latar belakang sosial ekonomi rendah, lebih mungkin meninggal karena penyakit tersebut daripada mereka yang memiliki lebih banyak uang dan hak istimewa.

"Ketimpangan sosial ekonomi secara signifikan memengaruhi beban kematian akibat IHD pada populasi umum AS," kata penulis studi Yachen Zhu, dari Alcohol Research Group seperti dikutip dari Newsweek, Minggu (22/09).

Menurut Zhu, riset mereka menemukan merokok, kurang aktivitas fisik, konsumsi alkohol, dan BMI [indeks massa tubuh, ukuran berat badan dalam kaitannya dengan tinggi badan] bersama-sama menjelaskan lebih dari setengah ketimpangan sosial ekonomi dalam mortalitas penyakit jantung iskemik. 

Hasilnya berbeda untuk pria dan wanita. Bagi pria , faktor-faktor ini lebih penting, menjelaskan sekitar 74% perbedaan risiko kematian akibat penyakit jantung antara orang-orang dari latar belakang yang berbeda.

Merokok merupakan faktor risiko terbesar bagi pria, yang dikaitkan dengan 29% risiko kematian akibat penyakit jantung, diikuti oleh seberapa aktif pria secara fisik dengan 27% risiko. Alkohol menjelaskan 12% risiko, sedangkan kelebihan berat badan atau obesitas hanya berkontribusi sebesar 5%. 

Sebagai perbandingan, perempuan sedikit kurang terpengaruh oleh faktor-faktor risiko ini, tetapi tetap ditemukan menjelaskan 61 persen ketimpangan risiko penyakit jantung.

Sedangkan pada perempuan, aktivitas fisik menjadi faktor paling signifikan, yang dikaitkan dengan 26% risiko penyakit jantung. Merokok dan alkohol sama-sama cukup penting, masing-masing sebesar 16 dan 14%. 

Sementara untuk soal berat badan yang paling sering dipermasalahkan oleh perempuan hanya menyumbang 5%. Ini tidak jauh berbeda dengan laki-laki.

"Karena perilaku tidak sehat sering kali mengelompok di antara individu dari latar belakang sosial ekonomi rendah, hasil kami menyoroti perlunya kebijakan dan intervensi kesehatan masyarakat yang efektif yang menangani masing-masing perilaku ini, baik secara terpisah maupun bersama-sama, untuk mengurangi kesenjangan ini," kata Zhu.

Sebuah tim ilmuwan sampai pada kesimpulan ini setelah menganalisis data dari 524.035 orang dewasa AS, berusia 25 tahun ke atas, yang berpartisipasi dalam Survei Wawancara Kesehatan Nasional di AS dari tahun 1997 hingga 2018.

Mereka kemudian membandingkannya dengan informasi dari Indeks Kematian Nasional 2019, dan menemukan bahwa 13.256 kematian akibat penyakit jantung iskemik telah terjadi selama sekitar 10 tahun.

Pendidikan digunakan sebagai penanda status sosial ekonomi, dan para ilmuwan menemukan bahwa kematian akibat penyakit jantung koroner berhubungan secara signifikan dan jelas dengan tingkat pendidikan, dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi dikaitkan dengan risiko kematian penyakit jantung yang jauh lebih rendah.

"Sejauh pengetahuan kami, penelitian kami adalah studi longitudinal nasional pertama yang menyelidiki kontribusi faktor risiko perilaku terhadap kesenjangan sosial ekonomi dalam mortalitas penyakit jantung iskemik di AS," kata Zhu.



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 22 September 2024

Kesehatan Jantung, Apakah Kemiskinan Meningkatkan Risikonya?

Merokok, kurang aktivitas fisik dan konsumsi alkohol jadi alasan utama orang miskin lebih mungkin kena serangan jantung

IIustrasi jantung/The Conversation

Context.id, JAKARTA - Penyakit arteri koroner, juga dikenal sebagai penyakit jantung koroner atau penyakit jantung iskemik (IHD), adalah penyakit jantung yang paling umum.  

Penyakit jantung merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia dan di Indonesia. Jika mengacu pada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), penyakit jantung iskemik merupakan penyebab kematian terbesar di dunia, bertanggung jawab atas 13% dari total kematian di dunia. 

Sementara itu menurut Kementerian Kesehatan RI, penyakit kardiovaskular, termasuk penyakit jantung, merupakan penyebab kematian tertinggi di Indonesia, dengan angka mencapai 19,42% pada tahun 2023. 

Penyakit jantung ini terjadi ketika plak lengket menumpuk di pembuluh darah, sehingga menghambat aliran darah ke jantung dan seluruh tubuh.

Hasil penelitian yang cukup mengejutkan datang dari kelompok peneliti Alcohol Research Group, Amerika Serikat yang menerbitkan hasil riset mereka di Journals Plos.  



Studi tersebut menemukan bahwa orang miskin, dari latar belakang sosial ekonomi rendah, lebih mungkin meninggal karena penyakit tersebut daripada mereka yang memiliki lebih banyak uang dan hak istimewa.

"Ketimpangan sosial ekonomi secara signifikan memengaruhi beban kematian akibat IHD pada populasi umum AS," kata penulis studi Yachen Zhu, dari Alcohol Research Group seperti dikutip dari Newsweek, Minggu (22/09).

Menurut Zhu, riset mereka menemukan merokok, kurang aktivitas fisik, konsumsi alkohol, dan BMI [indeks massa tubuh, ukuran berat badan dalam kaitannya dengan tinggi badan] bersama-sama menjelaskan lebih dari setengah ketimpangan sosial ekonomi dalam mortalitas penyakit jantung iskemik. 

Hasilnya berbeda untuk pria dan wanita. Bagi pria , faktor-faktor ini lebih penting, menjelaskan sekitar 74% perbedaan risiko kematian akibat penyakit jantung antara orang-orang dari latar belakang yang berbeda.

Merokok merupakan faktor risiko terbesar bagi pria, yang dikaitkan dengan 29% risiko kematian akibat penyakit jantung, diikuti oleh seberapa aktif pria secara fisik dengan 27% risiko. Alkohol menjelaskan 12% risiko, sedangkan kelebihan berat badan atau obesitas hanya berkontribusi sebesar 5%. 

Sebagai perbandingan, perempuan sedikit kurang terpengaruh oleh faktor-faktor risiko ini, tetapi tetap ditemukan menjelaskan 61 persen ketimpangan risiko penyakit jantung.

Sedangkan pada perempuan, aktivitas fisik menjadi faktor paling signifikan, yang dikaitkan dengan 26% risiko penyakit jantung. Merokok dan alkohol sama-sama cukup penting, masing-masing sebesar 16 dan 14%. 

Sementara untuk soal berat badan yang paling sering dipermasalahkan oleh perempuan hanya menyumbang 5%. Ini tidak jauh berbeda dengan laki-laki.

"Karena perilaku tidak sehat sering kali mengelompok di antara individu dari latar belakang sosial ekonomi rendah, hasil kami menyoroti perlunya kebijakan dan intervensi kesehatan masyarakat yang efektif yang menangani masing-masing perilaku ini, baik secara terpisah maupun bersama-sama, untuk mengurangi kesenjangan ini," kata Zhu.

Sebuah tim ilmuwan sampai pada kesimpulan ini setelah menganalisis data dari 524.035 orang dewasa AS, berusia 25 tahun ke atas, yang berpartisipasi dalam Survei Wawancara Kesehatan Nasional di AS dari tahun 1997 hingga 2018.

Mereka kemudian membandingkannya dengan informasi dari Indeks Kematian Nasional 2019, dan menemukan bahwa 13.256 kematian akibat penyakit jantung iskemik telah terjadi selama sekitar 10 tahun.

Pendidikan digunakan sebagai penanda status sosial ekonomi, dan para ilmuwan menemukan bahwa kematian akibat penyakit jantung koroner berhubungan secara signifikan dan jelas dengan tingkat pendidikan, dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi dikaitkan dengan risiko kematian penyakit jantung yang jauh lebih rendah.

"Sejauh pengetahuan kami, penelitian kami adalah studi longitudinal nasional pertama yang menyelidiki kontribusi faktor risiko perilaku terhadap kesenjangan sosial ekonomi dalam mortalitas penyakit jantung iskemik di AS," kata Zhu.



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Hitungan Prabowo Soal Uang Kasus CPO Rp13,2 Triliun, Bisa Buat Apa Saja?

Presiden Prabowo Subianto melakukan perhitungan terkait uang kasus korupsi CPO Rp13,2 triliun yang ia sebut bisa digunakan untuk membangun desa ne ...

Renita Sukma . 20 October 2025

Polemik IKN Sebagai Ibu Kota Politik, Ini Kata Kemendagri dan Pengamat

Terminologi ibu kota politik yang melekat kepada IKN dianggap rancu karena bertentangan dengan UU IKN. r n r n

Renita Sukma . 18 October 2025

Dilema Kebijakan Rokok: Penerimaan Negara Vs Kesehatan Indonesia

Menkeu Purbaya ingin menggairahkan kembali industri rokok dengan mengerem cukai, sementara menteri sebelumnya Sri Mulyani gencar menaikkan cukai d ...

Jessica Gabriela Soehandoko . 15 October 2025

Di Tengah Ketidakpastian Global, Emas Justru Terus Mengkilap

Meskipun secara historis dianggap sebagai aset lindung nilai paling aman, emas kerap ikut tertekan ketika terjadi aksi jual besar-besaran di pasar ...

Jessica Gabriela Soehandoko . 13 October 2025