Faktor Keturunan: Rahasia di Balik Pilihan Makanan Kita
Penelitian terkini di Inggris menemukan kebiasaan pilih-pilih makanan kemungkinan besar disebabkan oleh faktor genetika
Context.id, JAKARTA - Kamu, adik atau anak-anak kamu suka pilih-pilih makanan tidak? Kalau suka pilih-pilih makanan atau rewel soal makanan, katanya itu ada hubungannya dengan faktor keturunan atau genetika loh!
Para ilmuwan dari University College London (UCL) melakukan penelitian dengan membandingkan kerewelan 2.400 pasang saudara kembar, yang lahir pada tahun 2007 antara usia 16 bulan dan 13 tahun, dan menganalisis tren antara saudara kembar identik maupun non identik.
Menurut Zeynep Nas, salah seorang peneliti dari UCL, selama ini kerewelan saat makan merupakan hal yang umum di kalangan anak-anak dan dapat menjadi sumber kecemasan utama bagi orang tua dan pengasuh.
"Kami berharap temuan kami bahwa kerewelan saat makan sebagian besar merupakan bawaan dapat membantu mengurangi rasa bersalah orang tua. Perilaku ini bukan merupakan hasil dari pola asuh, tapi ada faktor lain," kata Zeynep seperti dikutip dari Newsweek, Sabtu (21/9)
Para penulis mengatakan penelitian mereka penting karena pilih-pilih makanan dapat menimbulkan tekanan pada keluarga dan orang tua, dan karena pilih-pilih makanan yang parah dapat mengakibatkan kekurangan gizi, berat badan yang tidak sehat, atau kecemasan terhadap makanan pada anak.
BACA JUGA
Mereka juga mencatat bahwa kecerewetan soal makanan di masa kanak-kanak dikaitkan dengan meningkatnya risiko gangguan makan di masa remaja dan dewasa muda, khususnya gangguan asupan makanan restriktif dan penghindaran (ARFID), yang mana orang makan dalam jumlah makanan yang sangat terbatas.
Studi yang diterbitkan di Journal of Child Psychology and Psychiatry itu menyimpulkan kerewelan terhadap makanan 60% merupakan hasil dari genetika pada balita, dan sedikitnya 74% disebabkan oleh genetika antara usia 3 dan 13 tahun.
Penelitian itu juga menemukan mereka yang pilih-pilih makanan relatif konsisten, cenderung lebih pilih-pilih daripada teman sebayanya sepanjang masa kanak-kanak.
"Makan pilih-pilih tidak mesti hanya sebuah 'fase', tetapi bisa mengikuti lintasan yang berkelanjutan," kata Nas.
Itu tidak berarti anak-anak tetap memiliki tingkat pilih-pilih yang sama tanpa memandang usia. Secara umum, para ilmuwan menemukan balita yang sedikit rewel menjadi lebih rewel saat berusia 7 tahun, dan kemudian tidak terlalu rewel saat mereka bertambah dewasa.
Faktor lingkungan yang dialami oleh pasangan kembar tampaknya hanya signifikan ketika anak-anak tersebut masih balita dan menjelaskan sekitar seperempat dari kerewelan makanan pada usia tersebut, menurut penelitian tersebut.
"Meskipun faktor genetik merupakan pengaruh utama untuk kerewelan makanan, lingkungan juga memainkan peran pendukung," kata penulis senior profesor Clare Llewellyn dari UCL dalam sebuah pernyataan.
Hal ini menunjukkan intervensi untuk membantu anak mengonsumsi lebih banyak jenis makanan, seperti memperkenalkan makanan yang sama kepada anak secara berulang-ulang dan teratur serta menawarkan berbagai jenis buah dan sayur, mungkin paling efektif pada tahun-tahun awal.
Sementara itu, faktor lingkungan yang berbeda di antara anak kembar, seperti kelompok pertemanan mereka, menjadi lebih berpengaruh seiring bertambahnya usia mereka.
"Orang tua dapat terus mendukung anak-anak mereka untuk mengonsumsi berbagai macam makanan sepanjang masa kanak-kanak dan remaja, tetapi teman sebaya dan teman mungkin menjadi pengaruh yang lebih penting pada pola makan anak-anak saat mereka mencapai usia remaja," kata penulis senior Alison Fildes dari Universitas Leeds.
RELATED ARTICLES
Faktor Keturunan: Rahasia di Balik Pilihan Makanan Kita
Penelitian terkini di Inggris menemukan kebiasaan pilih-pilih makanan kemungkinan besar disebabkan oleh faktor genetika
Context.id, JAKARTA - Kamu, adik atau anak-anak kamu suka pilih-pilih makanan tidak? Kalau suka pilih-pilih makanan atau rewel soal makanan, katanya itu ada hubungannya dengan faktor keturunan atau genetika loh!
Para ilmuwan dari University College London (UCL) melakukan penelitian dengan membandingkan kerewelan 2.400 pasang saudara kembar, yang lahir pada tahun 2007 antara usia 16 bulan dan 13 tahun, dan menganalisis tren antara saudara kembar identik maupun non identik.
Menurut Zeynep Nas, salah seorang peneliti dari UCL, selama ini kerewelan saat makan merupakan hal yang umum di kalangan anak-anak dan dapat menjadi sumber kecemasan utama bagi orang tua dan pengasuh.
"Kami berharap temuan kami bahwa kerewelan saat makan sebagian besar merupakan bawaan dapat membantu mengurangi rasa bersalah orang tua. Perilaku ini bukan merupakan hasil dari pola asuh, tapi ada faktor lain," kata Zeynep seperti dikutip dari Newsweek, Sabtu (21/9)
Para penulis mengatakan penelitian mereka penting karena pilih-pilih makanan dapat menimbulkan tekanan pada keluarga dan orang tua, dan karena pilih-pilih makanan yang parah dapat mengakibatkan kekurangan gizi, berat badan yang tidak sehat, atau kecemasan terhadap makanan pada anak.
BACA JUGA
Mereka juga mencatat bahwa kecerewetan soal makanan di masa kanak-kanak dikaitkan dengan meningkatnya risiko gangguan makan di masa remaja dan dewasa muda, khususnya gangguan asupan makanan restriktif dan penghindaran (ARFID), yang mana orang makan dalam jumlah makanan yang sangat terbatas.
Studi yang diterbitkan di Journal of Child Psychology and Psychiatry itu menyimpulkan kerewelan terhadap makanan 60% merupakan hasil dari genetika pada balita, dan sedikitnya 74% disebabkan oleh genetika antara usia 3 dan 13 tahun.
Penelitian itu juga menemukan mereka yang pilih-pilih makanan relatif konsisten, cenderung lebih pilih-pilih daripada teman sebayanya sepanjang masa kanak-kanak.
"Makan pilih-pilih tidak mesti hanya sebuah 'fase', tetapi bisa mengikuti lintasan yang berkelanjutan," kata Nas.
Itu tidak berarti anak-anak tetap memiliki tingkat pilih-pilih yang sama tanpa memandang usia. Secara umum, para ilmuwan menemukan balita yang sedikit rewel menjadi lebih rewel saat berusia 7 tahun, dan kemudian tidak terlalu rewel saat mereka bertambah dewasa.
Faktor lingkungan yang dialami oleh pasangan kembar tampaknya hanya signifikan ketika anak-anak tersebut masih balita dan menjelaskan sekitar seperempat dari kerewelan makanan pada usia tersebut, menurut penelitian tersebut.
"Meskipun faktor genetik merupakan pengaruh utama untuk kerewelan makanan, lingkungan juga memainkan peran pendukung," kata penulis senior profesor Clare Llewellyn dari UCL dalam sebuah pernyataan.
Hal ini menunjukkan intervensi untuk membantu anak mengonsumsi lebih banyak jenis makanan, seperti memperkenalkan makanan yang sama kepada anak secara berulang-ulang dan teratur serta menawarkan berbagai jenis buah dan sayur, mungkin paling efektif pada tahun-tahun awal.
Sementara itu, faktor lingkungan yang berbeda di antara anak kembar, seperti kelompok pertemanan mereka, menjadi lebih berpengaruh seiring bertambahnya usia mereka.
"Orang tua dapat terus mendukung anak-anak mereka untuk mengonsumsi berbagai macam makanan sepanjang masa kanak-kanak dan remaja, tetapi teman sebaya dan teman mungkin menjadi pengaruh yang lebih penting pada pola makan anak-anak saat mereka mencapai usia remaja," kata penulis senior Alison Fildes dari Universitas Leeds.
POPULAR
RELATED ARTICLES