Share

Stories 20 September 2024

Tarik Ulur Pajak Ekologi di Industri Penerbangan Eropa

Apakah pajak penerbangan dan pajak bahan bakar bisa mempercepat aksi iklim?

Future of Aviation/ LinkedIn

Context.id, JAKARTA - Meskipun selama ini penerbangan Eropa dikenal murah, sebenarnya banyak dari negara-negara Eropa yang memberlakukan beberapa jenis pajak di penerbangan mereka.  

Negara-negara seperti Jerman, Belanda, Perancis, Swedia, Norwegia dan Inggris dikenal mengenakan pajak tiket. Sementara sebagian besar negara Eropa mengenakan tarif PPN standar atau yang dikurangi pada penerbangan domestik. Khusus perjalanan udara internasional bebas PPN.

Namun saat ini, pajak penerbangan dianggap malah membebani industri dirgantara dan juga membuat mereka tidak kompetitif. Bahkan, Swedia memangkas pajak penerbangan meskipun mengakui kebijakan itu akan meningkatkan emisi.

Mengutip Guardian, dalam anggaran tahun depan yang dirilis Kamis (19/9), koalisi sayap kanan-tengah, yang bergantung pada dukungan Partai Demokrat Swedia sayap kanan, mengatakan bahwa mulai 1 Juli 2025 pajak tersebut tidak akan berlaku lagi.

Langkah ini diperkirakan akan memangkas harga tiket dari Swedia ke Eropa dan juga penerbangan luar Eropa sehingga membuat industri penerbangan mereka lebih kompetitif. 



Pajak penerbangan, yang bertujuan untuk mengurangi polusi dari penerbangan, diperkenalkan pada tahun 2018, di tengah maraknya gerakan “rasa malu terbang” ( flygskam ) yang dipopulerkan oleh Greta Thunberg.

Meskipun langkah tersebut kemungkinan akan meningkatkan jumlah penerbangan, dan pada gilirannya menyebabkan peningkatan emisi, pemerintah mengklaim secara keseluruhan anggarannya akan memangkas emisi.

Pemerintah juga mengumumkan pemotongan pajak atas upah, pensiun, tabungan, dan bensin.

Miljöpartiet, partai Hijau Swedia, menuduh pemerintah tidak dapat mengatasi krisis iklim dan alam: alih-alih membuat kebijakan yang menurunkan emisi, mereka malah mensubsidi penerbangan dan solar. 

"Laut Baltik sedang sekarat, spesies invasif terus menyebar dan orang-orang tidak dapat keluar ke hutan dan lahan,” tegas partai itu. 

Perdana Menteri Swedia, Ulf Kristersson awal bulan ini menegaskan pajak penerbangan telah mengakibatkan kerugian kompetitif yang besar bagi bandara-bandara Swedia dan sekarang pajak tersebut telah dihapuskan.

Berbeda dengan Swedia, Denmark justru menyatakan rencananya untuk menerapkan pajak penerbangan mulai 2025 untuk membantu mendanai transisi industri penerbangan menuju hijau. 

Pada 2030, negara tersebut berencana untuk menjadikan semua penerbangan domestik menggunakan bahan bakar berkelanjutan 100%. 

Sejalan dengan Denmark, di tengah keterpurukan ekonominya, Jerman malah menaikkan pajak penerbangannya.

Melansir Centre for Aviation, Kabinet Federal Jerman telah menyetujui kenaikan pajak penerbangan per penumpang sebesar 22% sejak 1 Mei 2024 lalu. 

Langkah ini mendapatkan kritik dari petinggi maskapai penerbangan. CEO Ryanair Group, Michael O'Leary mengatakan  pajak dan biaya penerbangan Jerman, yang termasuk salah satu yang tertinggi di Eropa merusak pasar penerbangan Jerman. 

Senada, CEO Lufthansa Group Carsten Spohr juga mengkritik pungutan pada penerbangan di Jerman, yang menghambat pemulihan ekonomi pascacovid-19.

Pemulihan ekonomi Jerman disebut tertinggal dari negara Eropa lainnya  dan merupakan yang terlemah di antara lima negara teratas di Eropa. 

Selain biaya tinggi, pertumbuhan PDB yang lemah di Jerman dan rencana pemerintah untuk memangkas pendanaan untuk bahan bakar penerbangan berkelanjutan akan menambah kekhawatiran maskapai penerbangan.

Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) juga memperingatkan kenaikan pajak akan menghambat upaya industri untuk melakukan dekarbonisasi.

Penerbangan memiliki tujuan untuk mencapai emisi CO2 nol bersih pada tahun 2050 dan bahan bakar penerbangan berkelanjutan (SAF) sangat penting untuk upaya ini. 

Perjanjian koalisi pemerintah Jerman awalnya menyatakan bahwa pendapatan dari pajak penerbangan akan secara langsung mendanai produksi SAF, tetapi komitmen ini telah dilanggar sebut IATA dalam keterangan resminya. 

Sementara itu, Uni Eropa (UE) sedang diributkan dengan usulan Hongaria yang saat ini menjabat sebagai Ketua Dewan UE agar ada penundaan terhadap pajak minimum terhadap bahan bakar penerbangan dan maritim hingga tahun 2049. 

Seperti dituliskan Euronews, usulan ini tentunya bertentangan dengan arahan Komisi Eropa mengusulkan tiga tahun lalu reformasi terhadap Arahan Perpajakan Energi 2003 sebagai bagian dari paket langkah-langkah untuk mencapai target baru pengurangan emisi CO2 sebesar 55% pada tahun 2030. 

Salah satu ide reformasinya dengan memberlakukan pajak bahan bakar penerbangan dan maritim.

Sektor penerbangan Eropa, yang diwakili oleh kelompok lobi Alines For Europe (A4E), sebaliknya, mengklaim  maskapai penerbangan sudah membayar jumlah pajak yang signifikan. 

Bahkan pada 2030 para anggotanya yang meliputi Lufhansa Group dan Ryanair akan membayar lebih dari 10 miliar euro untuk tunjangan di bawah sistem perdagangan emisi UE.

"Pajak bahan bakar penerbangan akan menjadi kontraproduktif, membahayakan daya saing sektor penerbangan Eropa, dan berpotensi mendorong penumpang ke bandara non-UE," kata juru bicara A4E Kevin Hines kepada Euronews. 

Anggota kelompok tersebut berencana untuk menginvestasikan 14,8 miliar euro dalam pengembangan bahan bakar penerbangan berkelanjutan di samping 165 miliar euro dalam pesawat baru pada tahun 2030, katanya



Penulis : Naufal Jauhar Nazhif

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 20 September 2024

Tarik Ulur Pajak Ekologi di Industri Penerbangan Eropa

Apakah pajak penerbangan dan pajak bahan bakar bisa mempercepat aksi iklim?

Future of Aviation/ LinkedIn

Context.id, JAKARTA - Meskipun selama ini penerbangan Eropa dikenal murah, sebenarnya banyak dari negara-negara Eropa yang memberlakukan beberapa jenis pajak di penerbangan mereka.  

Negara-negara seperti Jerman, Belanda, Perancis, Swedia, Norwegia dan Inggris dikenal mengenakan pajak tiket. Sementara sebagian besar negara Eropa mengenakan tarif PPN standar atau yang dikurangi pada penerbangan domestik. Khusus perjalanan udara internasional bebas PPN.

Namun saat ini, pajak penerbangan dianggap malah membebani industri dirgantara dan juga membuat mereka tidak kompetitif. Bahkan, Swedia memangkas pajak penerbangan meskipun mengakui kebijakan itu akan meningkatkan emisi.

Mengutip Guardian, dalam anggaran tahun depan yang dirilis Kamis (19/9), koalisi sayap kanan-tengah, yang bergantung pada dukungan Partai Demokrat Swedia sayap kanan, mengatakan bahwa mulai 1 Juli 2025 pajak tersebut tidak akan berlaku lagi.

Langkah ini diperkirakan akan memangkas harga tiket dari Swedia ke Eropa dan juga penerbangan luar Eropa sehingga membuat industri penerbangan mereka lebih kompetitif. 



Pajak penerbangan, yang bertujuan untuk mengurangi polusi dari penerbangan, diperkenalkan pada tahun 2018, di tengah maraknya gerakan “rasa malu terbang” ( flygskam ) yang dipopulerkan oleh Greta Thunberg.

Meskipun langkah tersebut kemungkinan akan meningkatkan jumlah penerbangan, dan pada gilirannya menyebabkan peningkatan emisi, pemerintah mengklaim secara keseluruhan anggarannya akan memangkas emisi.

Pemerintah juga mengumumkan pemotongan pajak atas upah, pensiun, tabungan, dan bensin.

Miljöpartiet, partai Hijau Swedia, menuduh pemerintah tidak dapat mengatasi krisis iklim dan alam: alih-alih membuat kebijakan yang menurunkan emisi, mereka malah mensubsidi penerbangan dan solar. 

"Laut Baltik sedang sekarat, spesies invasif terus menyebar dan orang-orang tidak dapat keluar ke hutan dan lahan,” tegas partai itu. 

Perdana Menteri Swedia, Ulf Kristersson awal bulan ini menegaskan pajak penerbangan telah mengakibatkan kerugian kompetitif yang besar bagi bandara-bandara Swedia dan sekarang pajak tersebut telah dihapuskan.

Berbeda dengan Swedia, Denmark justru menyatakan rencananya untuk menerapkan pajak penerbangan mulai 2025 untuk membantu mendanai transisi industri penerbangan menuju hijau. 

Pada 2030, negara tersebut berencana untuk menjadikan semua penerbangan domestik menggunakan bahan bakar berkelanjutan 100%. 

Sejalan dengan Denmark, di tengah keterpurukan ekonominya, Jerman malah menaikkan pajak penerbangannya.

Melansir Centre for Aviation, Kabinet Federal Jerman telah menyetujui kenaikan pajak penerbangan per penumpang sebesar 22% sejak 1 Mei 2024 lalu. 

Langkah ini mendapatkan kritik dari petinggi maskapai penerbangan. CEO Ryanair Group, Michael O'Leary mengatakan  pajak dan biaya penerbangan Jerman, yang termasuk salah satu yang tertinggi di Eropa merusak pasar penerbangan Jerman. 

Senada, CEO Lufthansa Group Carsten Spohr juga mengkritik pungutan pada penerbangan di Jerman, yang menghambat pemulihan ekonomi pascacovid-19.

Pemulihan ekonomi Jerman disebut tertinggal dari negara Eropa lainnya  dan merupakan yang terlemah di antara lima negara teratas di Eropa. 

Selain biaya tinggi, pertumbuhan PDB yang lemah di Jerman dan rencana pemerintah untuk memangkas pendanaan untuk bahan bakar penerbangan berkelanjutan akan menambah kekhawatiran maskapai penerbangan.

Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) juga memperingatkan kenaikan pajak akan menghambat upaya industri untuk melakukan dekarbonisasi.

Penerbangan memiliki tujuan untuk mencapai emisi CO2 nol bersih pada tahun 2050 dan bahan bakar penerbangan berkelanjutan (SAF) sangat penting untuk upaya ini. 

Perjanjian koalisi pemerintah Jerman awalnya menyatakan bahwa pendapatan dari pajak penerbangan akan secara langsung mendanai produksi SAF, tetapi komitmen ini telah dilanggar sebut IATA dalam keterangan resminya. 

Sementara itu, Uni Eropa (UE) sedang diributkan dengan usulan Hongaria yang saat ini menjabat sebagai Ketua Dewan UE agar ada penundaan terhadap pajak minimum terhadap bahan bakar penerbangan dan maritim hingga tahun 2049. 

Seperti dituliskan Euronews, usulan ini tentunya bertentangan dengan arahan Komisi Eropa mengusulkan tiga tahun lalu reformasi terhadap Arahan Perpajakan Energi 2003 sebagai bagian dari paket langkah-langkah untuk mencapai target baru pengurangan emisi CO2 sebesar 55% pada tahun 2030. 

Salah satu ide reformasinya dengan memberlakukan pajak bahan bakar penerbangan dan maritim.

Sektor penerbangan Eropa, yang diwakili oleh kelompok lobi Alines For Europe (A4E), sebaliknya, mengklaim  maskapai penerbangan sudah membayar jumlah pajak yang signifikan. 

Bahkan pada 2030 para anggotanya yang meliputi Lufhansa Group dan Ryanair akan membayar lebih dari 10 miliar euro untuk tunjangan di bawah sistem perdagangan emisi UE.

"Pajak bahan bakar penerbangan akan menjadi kontraproduktif, membahayakan daya saing sektor penerbangan Eropa, dan berpotensi mendorong penumpang ke bandara non-UE," kata juru bicara A4E Kevin Hines kepada Euronews. 

Anggota kelompok tersebut berencana untuk menginvestasikan 14,8 miliar euro dalam pengembangan bahan bakar penerbangan berkelanjutan di samping 165 miliar euro dalam pesawat baru pada tahun 2030, katanya



Penulis : Naufal Jauhar Nazhif

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Apakah Asteroid yang Kaya Logam Mulia Ribuan Triliun Dolar Bisa Ditambang?

Sebuah wahana antariksa sedang dalam perjalanan menuju sebuah asteroid yang mungkin mengandung logam berharga senilai sekitar US 100 ribu kuadrili ...

Context.id . 22 November 2024

Sertifikasi Halal Perkuat Daya Saing Produk Dalam Negeri

Sertifikasi halal menjadi salah satu tameng bagi pengusaha makanan dan minuman dari serbuan produk asing.

Noviarizal Fernandez . 22 November 2024

Paus Fransiskus Bakal Kanonisasi Carlo Acutis, Santo Millenial Pertama

Paus Fransiskus akan mengkanonisasi Carlo Acutis pada 27 April 2025, menjadikannya santo millenial pertama dan simbol kesatuan iman dengan dunia d ...

Context.id . 22 November 2024

Benar-benar Komedi, Pisang Dilakban Bisa Dilelang hingga Rp98,8 Miliar

Karya seni konseptual pisang karya Maurizio Cattelan, \"Comedian,\" saat dilelang di rumah lelang Sotheby’s jatuh ke tangan seorang pengusaha kr ...

Context.id . 22 November 2024