Share

Stories 12 September 2024

Uni Eropa Kalah Ekonomi juga Teknologi dari AS dan China

Kejayaan Eropa mulai memudar. China menyalipnya dan Amerika meninggalkannya

Ilustrasi Uni Eropa/Diego Patino-Prospect.org

Context.id, JAKARTA - Uni Eropa saat ini berada dalam fase yang mengkhawatirkan. Kemakmuran dan kesejahteraan yang menjadi keunggulan sekaligus daya tarik kawasan ini secara perlahan mulai pudar. 

Bahkan, dalam laporan masa depan daya saing Eropa setebal 400 halaman yang dilaporkan mantan presiden Bank Sentral Eropa di hadapan Dewan Uni Eropa beberapa hari lalu, Mario Draghi disebutkan kemakmuran Eropa sudah jauh turun selama dua dekade ini. 

“UE hadir untuk memastikan warga Eropa selalu dapat memperoleh manfaat dari hak-hak fundamental (kemakmuran dan kemerdekaan) ini. Jika Eropa tidak dapat lagi menyediakannya bagi warga negaranya – atau, lebih buruk lagi, jika harus mengorbankan salah satu dari keduanya – maka UE telah kehilangan alasan keberadaannya,” tegas Draghi.  

Seperti disebutkan dalam laporan Reuters, Draghi mengatakan perlu kebijakan industri yang jauh lebih terkoordinasi dan cepat serta investasi besar-besaran jika Eropa ingin mengimbangi Amerika Serikat dan China. 

"Pendapatan riil yang dapat dibelanjakan per kapita telah tumbuh hampir dua kali lipat di AS dibandingkan di Eropa sejak tahun 2000," tulis Draghi dalam laporan tersebut. Draghi sejak setahun lalu memang ditugaskan Dewan UE untuk merumuskan laporan daya saing Eropa. 

Draghi mengatakan dalam proposal yang diuraikan dalam laporan itu menuliskan perlunya investasi tambahan tahunan minimum sebesar 750-800 miliar euro per tahun, yang diakuinya belum pernah terlihat selama setengah abad di Eropa. 

Sebagai perbandingan, ia mencatat investasi tambahan yang disediakan Marshall Plan pada periode 1948-1951 setelah Perang Dunia II hanya berjumlah sekitar 1-2% dari PDB setiap tahun di negara penerima. Sementara angka yang diajukannya itu berjumlah 5% dari PDB anggota Uni Eropa. 

Draghi juga mendorong blok ekonomi politik ini untuk menerbitkan instrumen utang bersama untuk membiayai proyek investasi bersama sehingga bisa meningkatkan daya saing dan keamanan UE. 

Pendukung terbesar gagasan tersebut adalah Prancis, tetapi negara-negara lain termasuk Jerman dan Belanda menentang tindakan tersebut, karena khawatir mereka akan dipaksa untuk memberikan lebih banyak uang untuk mengimbangi negara-negara Eropa selatan. 

Teknologi tertinggal

Laporan Draghi menunjukkan kelemahan UE dalam teknologi baru yang akan mendorong pertumbuhan masa depan. Pasalnya saat ini hanya empat perusahaan Eropa di antara 50 perusahaan teknologi teratas dunia.

Padahal Uni Eropa kuat dalam hal paten dan publikasi ilmiah, tetapi jumlah perusahaan inovatifnya kecil dibandingkan dengan Amerika Serikat dan Cina dan perusahaan rintisannya menghadapi masalah dalam meningkatkan skala usaha. Banyak yang pindah, sebagian besar ke Amerika Serikat.

"Eropa harus menjadi tempat berkembangnya inovasi," kata Draghi. Untuk dapat meningkatkan inovasi, perlu adanya perombakan aturan persaingan Uni Eropa. Selain itu, laporan itu juga merekomendasikan pemberian bobot lebih besar pada keamanan dan ketahanan dalam keputusan antimonopoli, misalnya untuk mengendalikan Big Tech asal AS. 

Eropa harus memprioritaskan perjanjian perdagangan dan investasi langsung dengan negara-negara kaya sumber daya alam. Terlebih lagi, Uni Eropa sedang dalam krisis parah karena ditekan oleh AS dan Cina. 

Uni Eropa kalah dalam perlombaan teknologi. Bayangkan saja, awal September ini pabrikan mobil legendaris, Volkswagen secara mengejutkan mengumumkan ada kemungkinan akan menutup pabrik di Jerman untuk pertama kalinya.

VW tidak dapat mengimbangi serbuan mobil listrik yang semakin canggih dari China maupun AS. Bahkan, untuk mengimbangi serbuan mobil China, UE bukan membuat mobil listrik yang lebih canggih melainkan dengan cara kuno, menaikan bea masuk.  

Bukan hanya mobil. Laporan Draghi juga mengatakan Uni Eropa sudah kembali ke abad kegelapan karena khawatir dengan serbuan platform teknologi sehingga ketinggalan dalam pengembangan kecerdasan buatan. Uni Eropa terjebak dalam perangkap teknologi rekayasa mekanis pertengahan abad ke-20.

Sistem perbankan Uni Eropa saat ini juga terfragmentasi dibandingkan 20 tahun lalu. Laporan World Payments Report 2025 dari Capgemini Research Institute, kawasan Eropa ketinggalan oleh Asia-Pasifik dalam hal transaksi digital non tunai. 

Energi biang keroknya?

Penyebab kemunduran ekonomi Uni Eropa disebutkan salah satunya akibat krisis energi yang berlarut-larut. Sejak perang Rusia-Ukraina, negara Beruang Merah itu menghentikan pasokan gas murahnya ke Eropa yang selama ini dialirkan melalui sambungan pipa gas. . 

Alhasil, negara-negara Eropa membeli gas dari AS dalam bentuk LNG alias gas cair yang lebih mahal. Selain itu, karena energi yang mahal, perusahaan-perusahaan Eropa menjadi kurang kompetitif akibat membayar biaya listrik atau energi tiga kali lipat dari yang dibayarkan perusahaan AS. 

Bukan hanya itu saja, menurut laporan Draghi, AS juga mendapat uang banyak dari sektor pertahanan. Sepanjang 2022-2023, 63% belanja pertahanan UE dihabiskan untuk membeli produk AS. 

Sementara hanya 22% persen yang dibelanjakan ke produk buatan UE. Padahal, produk pertahanan UE juga tidak kalah canggih. Salah satu alasannya ialah karena mayoritas negara anggota UE juga anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Mereka lebih banyak mengimpor alutsista dari AS.



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 12 September 2024

Uni Eropa Kalah Ekonomi juga Teknologi dari AS dan China

Kejayaan Eropa mulai memudar. China menyalipnya dan Amerika meninggalkannya

Ilustrasi Uni Eropa/Diego Patino-Prospect.org

Context.id, JAKARTA - Uni Eropa saat ini berada dalam fase yang mengkhawatirkan. Kemakmuran dan kesejahteraan yang menjadi keunggulan sekaligus daya tarik kawasan ini secara perlahan mulai pudar. 

Bahkan, dalam laporan masa depan daya saing Eropa setebal 400 halaman yang dilaporkan mantan presiden Bank Sentral Eropa di hadapan Dewan Uni Eropa beberapa hari lalu, Mario Draghi disebutkan kemakmuran Eropa sudah jauh turun selama dua dekade ini. 

“UE hadir untuk memastikan warga Eropa selalu dapat memperoleh manfaat dari hak-hak fundamental (kemakmuran dan kemerdekaan) ini. Jika Eropa tidak dapat lagi menyediakannya bagi warga negaranya – atau, lebih buruk lagi, jika harus mengorbankan salah satu dari keduanya – maka UE telah kehilangan alasan keberadaannya,” tegas Draghi.  

Seperti disebutkan dalam laporan Reuters, Draghi mengatakan perlu kebijakan industri yang jauh lebih terkoordinasi dan cepat serta investasi besar-besaran jika Eropa ingin mengimbangi Amerika Serikat dan China. 

"Pendapatan riil yang dapat dibelanjakan per kapita telah tumbuh hampir dua kali lipat di AS dibandingkan di Eropa sejak tahun 2000," tulis Draghi dalam laporan tersebut. Draghi sejak setahun lalu memang ditugaskan Dewan UE untuk merumuskan laporan daya saing Eropa. 

Draghi mengatakan dalam proposal yang diuraikan dalam laporan itu menuliskan perlunya investasi tambahan tahunan minimum sebesar 750-800 miliar euro per tahun, yang diakuinya belum pernah terlihat selama setengah abad di Eropa. 

Sebagai perbandingan, ia mencatat investasi tambahan yang disediakan Marshall Plan pada periode 1948-1951 setelah Perang Dunia II hanya berjumlah sekitar 1-2% dari PDB setiap tahun di negara penerima. Sementara angka yang diajukannya itu berjumlah 5% dari PDB anggota Uni Eropa. 

Draghi juga mendorong blok ekonomi politik ini untuk menerbitkan instrumen utang bersama untuk membiayai proyek investasi bersama sehingga bisa meningkatkan daya saing dan keamanan UE. 

Pendukung terbesar gagasan tersebut adalah Prancis, tetapi negara-negara lain termasuk Jerman dan Belanda menentang tindakan tersebut, karena khawatir mereka akan dipaksa untuk memberikan lebih banyak uang untuk mengimbangi negara-negara Eropa selatan. 

Teknologi tertinggal

Laporan Draghi menunjukkan kelemahan UE dalam teknologi baru yang akan mendorong pertumbuhan masa depan. Pasalnya saat ini hanya empat perusahaan Eropa di antara 50 perusahaan teknologi teratas dunia.

Padahal Uni Eropa kuat dalam hal paten dan publikasi ilmiah, tetapi jumlah perusahaan inovatifnya kecil dibandingkan dengan Amerika Serikat dan Cina dan perusahaan rintisannya menghadapi masalah dalam meningkatkan skala usaha. Banyak yang pindah, sebagian besar ke Amerika Serikat.

"Eropa harus menjadi tempat berkembangnya inovasi," kata Draghi. Untuk dapat meningkatkan inovasi, perlu adanya perombakan aturan persaingan Uni Eropa. Selain itu, laporan itu juga merekomendasikan pemberian bobot lebih besar pada keamanan dan ketahanan dalam keputusan antimonopoli, misalnya untuk mengendalikan Big Tech asal AS. 

Eropa harus memprioritaskan perjanjian perdagangan dan investasi langsung dengan negara-negara kaya sumber daya alam. Terlebih lagi, Uni Eropa sedang dalam krisis parah karena ditekan oleh AS dan Cina. 

Uni Eropa kalah dalam perlombaan teknologi. Bayangkan saja, awal September ini pabrikan mobil legendaris, Volkswagen secara mengejutkan mengumumkan ada kemungkinan akan menutup pabrik di Jerman untuk pertama kalinya.

VW tidak dapat mengimbangi serbuan mobil listrik yang semakin canggih dari China maupun AS. Bahkan, untuk mengimbangi serbuan mobil China, UE bukan membuat mobil listrik yang lebih canggih melainkan dengan cara kuno, menaikan bea masuk.  

Bukan hanya mobil. Laporan Draghi juga mengatakan Uni Eropa sudah kembali ke abad kegelapan karena khawatir dengan serbuan platform teknologi sehingga ketinggalan dalam pengembangan kecerdasan buatan. Uni Eropa terjebak dalam perangkap teknologi rekayasa mekanis pertengahan abad ke-20.

Sistem perbankan Uni Eropa saat ini juga terfragmentasi dibandingkan 20 tahun lalu. Laporan World Payments Report 2025 dari Capgemini Research Institute, kawasan Eropa ketinggalan oleh Asia-Pasifik dalam hal transaksi digital non tunai. 

Energi biang keroknya?

Penyebab kemunduran ekonomi Uni Eropa disebutkan salah satunya akibat krisis energi yang berlarut-larut. Sejak perang Rusia-Ukraina, negara Beruang Merah itu menghentikan pasokan gas murahnya ke Eropa yang selama ini dialirkan melalui sambungan pipa gas. . 

Alhasil, negara-negara Eropa membeli gas dari AS dalam bentuk LNG alias gas cair yang lebih mahal. Selain itu, karena energi yang mahal, perusahaan-perusahaan Eropa menjadi kurang kompetitif akibat membayar biaya listrik atau energi tiga kali lipat dari yang dibayarkan perusahaan AS. 

Bukan hanya itu saja, menurut laporan Draghi, AS juga mendapat uang banyak dari sektor pertahanan. Sepanjang 2022-2023, 63% belanja pertahanan UE dihabiskan untuk membeli produk AS. 

Sementara hanya 22% persen yang dibelanjakan ke produk buatan UE. Padahal, produk pertahanan UE juga tidak kalah canggih. Salah satu alasannya ialah karena mayoritas negara anggota UE juga anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Mereka lebih banyak mengimpor alutsista dari AS.



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Apakah Asteroid yang Kaya Logam Mulia Ribuan Triliun Dolar Bisa Ditambang?

Sebuah wahana antariksa sedang dalam perjalanan menuju sebuah asteroid yang mungkin mengandung logam berharga senilai sekitar US 100 ribu kuadrili ...

Context.id . 22 November 2024

Sertifikasi Halal Perkuat Daya Saing Produk Dalam Negeri

Sertifikasi halal menjadi salah satu tameng bagi pengusaha makanan dan minuman dari serbuan produk asing.

Noviarizal Fernandez . 22 November 2024

Paus Fransiskus Bakal Kanonisasi Carlo Acutis, Santo Millenial Pertama

Paus Fransiskus akan mengkanonisasi Carlo Acutis pada 27 April 2025, menjadikannya santo millenial pertama dan simbol kesatuan iman dengan dunia d ...

Context.id . 22 November 2024

Benar-benar Komedi, Pisang Dilakban Bisa Dilelang hingga Rp98,8 Miliar

Karya seni konseptual pisang karya Maurizio Cattelan, \"Comedian,\" saat dilelang di rumah lelang Sotheby’s jatuh ke tangan seorang pengusaha kr ...

Context.id . 22 November 2024