Share

Home Stories

Stories 18 September 2024

Riset IDEA Temukan Kemunduran Demokrasi Dunia Selama 8 Tahun Beruntun

Kredibilitas pemilu dunia terancam oleh menurunnya jumlah pemilih dan hasil pemilu yang digugat serta diragukan.

Ilustrasi demokrasi/JDIH Kab Sukoharjo

Context.id, JAKARTA - Selama setengah abad, tahun lalu menjadi tahun terburuk dalam penyelenggaraan pemilu kredibel yang terjadi di dunia. Hal itu dikarenakan adanya intimidasi pemerintah dan campur tangan asing, disinformasi dan penyalahgunaan kecerdasan buatan (AI). 

Lembaga Internasional untuk Demokrasi dan Bantuan Pemilu, atau International IDEA, mengatakan kredibilitas pemilu dunia terancam oleh menurunnya jumlah pemilih dan hasil pemilu yang digugat serta diragukan. 

Hasil temuan organisasi dengan 35 pemerintah yang menjadi anggota itu mengatakan persentase rata-rata penduduk usia pemilih yang benar-benar memberikan suara telah menurun dari 65,2% pada tahun 2008 menjadi 55,5% pada tahun 2023.

“Pemilu tetap menjadi satu-satunya kesempatan terbaik untuk mengakhiri kemunduran demokrasi dan membalikkan keadaan demi demokrasi,” kata Sekretaris Jenderal International IDEA, Kevin Casas-Zamora seperti dikutip dari AP, Rabu (18/9)

Kevin mengakui keberhasilan demokrasi memang bergantung pada banyak hal, tetapi semua peluang itu akan menjadi mustahil sama sekali jika pemilu yang digelar untuk memilih wakil rakyat atau presiden yang membela demokrasi saja sudah gagal. 



Organisasi yang berpusat di Stockholm itu merilis laporan globalnya tentang keadaan demokrasi, yang mengukur kinerja demokrasi di 158 negara dari tahun 1975 hingga saat ini. 

Dari laporan itu terlihat sekitar 47% negara telah mengalami penurunan dalam indikator-indikator utama dalam hal demokrasi selama lima tahun terakhir. Angka itu menandai kemunduran demokrasi global selama delapan tahun secara berturut-turut.

Secara global, hampir 20% pemilu antara 2020 dan 2024, salah satu kandidat atau partai yang kalah menolak hasilnya, dan pemilu diputuskan melalui banding pengadilan dengan tingkat yang sama.

Laporan itu mengatakan 2023 adalah tahun terburuk dalam hal pemilihan umum yang bebas dan adil serta pengawasan parlemen. Kemunduran ini terjadi baik di negara demokrasi yang secara tradisional kuat maupun pemerintahan yang rapuh di seluruh dunia.

Di Afrika, terhadap penurunan demokrasi di Burkina Faso karena adanya kudeta. Negara ini menambah daftar negara di Afrika Barat yang mengalami kudeta militer. Namun IDEA juga  mencatat Burundi dan Zambia telah membuat perbaikan yang nyata.

Mengenai Asia Barat, lebih dari sepertiga negara berkinerja buruk, sementara Eropa telah mengalami penurunan yang meluas dalam aspek demokrasi seperti supremasi hukum dan kebebasan sipil . Namun, kemajuan telah dilaporkan secara khusus di Montenegro dan Latvia.

Studi tersebut mencatat bahwa sebagian besar wilayah Amerika masih stabil, tetapi negara-negara seperti Guatemala, Peru, dan Uruguay telah mengalami penurunan, khususnya dalam hal supremasi hukum dan kebebasan sipil.

Sebagian besar negara di kawasan Asia-Pasifik mengalami sedikit penurunan, terkecuali di Afghanistan yang benar-benar lepas dari demokrasi setelah Taliban merebut kekuasaan dari pemerintahan sipil diakui oleh banyak negara. 

Begitu juga dengan Myanmar yang dipimpin oleh junta militer dan semakin membuat keadaan sosial politik memburuk dengan adanya perang saudara. Sementara ada peningkatan yang signifikan di Fiji , Maladewa, dan Thailand, kata organisasi tersebut. 



Penulis : Fahri N. Muharom

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 18 September 2024

Riset IDEA Temukan Kemunduran Demokrasi Dunia Selama 8 Tahun Beruntun

Kredibilitas pemilu dunia terancam oleh menurunnya jumlah pemilih dan hasil pemilu yang digugat serta diragukan.

Ilustrasi demokrasi/JDIH Kab Sukoharjo

Context.id, JAKARTA - Selama setengah abad, tahun lalu menjadi tahun terburuk dalam penyelenggaraan pemilu kredibel yang terjadi di dunia. Hal itu dikarenakan adanya intimidasi pemerintah dan campur tangan asing, disinformasi dan penyalahgunaan kecerdasan buatan (AI). 

Lembaga Internasional untuk Demokrasi dan Bantuan Pemilu, atau International IDEA, mengatakan kredibilitas pemilu dunia terancam oleh menurunnya jumlah pemilih dan hasil pemilu yang digugat serta diragukan. 

Hasil temuan organisasi dengan 35 pemerintah yang menjadi anggota itu mengatakan persentase rata-rata penduduk usia pemilih yang benar-benar memberikan suara telah menurun dari 65,2% pada tahun 2008 menjadi 55,5% pada tahun 2023.

“Pemilu tetap menjadi satu-satunya kesempatan terbaik untuk mengakhiri kemunduran demokrasi dan membalikkan keadaan demi demokrasi,” kata Sekretaris Jenderal International IDEA, Kevin Casas-Zamora seperti dikutip dari AP, Rabu (18/9)

Kevin mengakui keberhasilan demokrasi memang bergantung pada banyak hal, tetapi semua peluang itu akan menjadi mustahil sama sekali jika pemilu yang digelar untuk memilih wakil rakyat atau presiden yang membela demokrasi saja sudah gagal. 



Organisasi yang berpusat di Stockholm itu merilis laporan globalnya tentang keadaan demokrasi, yang mengukur kinerja demokrasi di 158 negara dari tahun 1975 hingga saat ini. 

Dari laporan itu terlihat sekitar 47% negara telah mengalami penurunan dalam indikator-indikator utama dalam hal demokrasi selama lima tahun terakhir. Angka itu menandai kemunduran demokrasi global selama delapan tahun secara berturut-turut.

Secara global, hampir 20% pemilu antara 2020 dan 2024, salah satu kandidat atau partai yang kalah menolak hasilnya, dan pemilu diputuskan melalui banding pengadilan dengan tingkat yang sama.

Laporan itu mengatakan 2023 adalah tahun terburuk dalam hal pemilihan umum yang bebas dan adil serta pengawasan parlemen. Kemunduran ini terjadi baik di negara demokrasi yang secara tradisional kuat maupun pemerintahan yang rapuh di seluruh dunia.

Di Afrika, terhadap penurunan demokrasi di Burkina Faso karena adanya kudeta. Negara ini menambah daftar negara di Afrika Barat yang mengalami kudeta militer. Namun IDEA juga  mencatat Burundi dan Zambia telah membuat perbaikan yang nyata.

Mengenai Asia Barat, lebih dari sepertiga negara berkinerja buruk, sementara Eropa telah mengalami penurunan yang meluas dalam aspek demokrasi seperti supremasi hukum dan kebebasan sipil . Namun, kemajuan telah dilaporkan secara khusus di Montenegro dan Latvia.

Studi tersebut mencatat bahwa sebagian besar wilayah Amerika masih stabil, tetapi negara-negara seperti Guatemala, Peru, dan Uruguay telah mengalami penurunan, khususnya dalam hal supremasi hukum dan kebebasan sipil.

Sebagian besar negara di kawasan Asia-Pasifik mengalami sedikit penurunan, terkecuali di Afghanistan yang benar-benar lepas dari demokrasi setelah Taliban merebut kekuasaan dari pemerintahan sipil diakui oleh banyak negara. 

Begitu juga dengan Myanmar yang dipimpin oleh junta militer dan semakin membuat keadaan sosial politik memburuk dengan adanya perang saudara. Sementara ada peningkatan yang signifikan di Fiji , Maladewa, dan Thailand, kata organisasi tersebut. 



Penulis : Fahri N. Muharom

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Perseteruan Trump dan Musk, Bakal Rugikan Amerika?

Ancaman Donald Trump kepada Elon Musk punya dampak sangat besar pada keamanan negara dan juga kedigdayaan Amerika Serikat

Renita Sukma . 09 June 2025

Aplikasi yang Tak Bisa Dilepaskan Para Kreator di 2025

Kira-kira aplikasi apa yang paling penting di ponsel Anda?

Renita Sukma . 05 June 2025

Astronaut, Popok dan Martabat Manusia di Antariksa

Mengapa mengompol di luar angkasa bukanlah aib, tapi keharusan profesional

Renita Sukma . 04 June 2025

Vietnam Blokir Telegram, Antara Keamanan Negara dan Sensor Digital

Pemerintah Vietnam kembali menjadi sorotan setelah memerintahkan pemblokiran Telegram yang sangat populer di negara komunis itu

Renita Sukma . 03 June 2025