Share

Home Stories

Stories 12 September 2024

Banyak Penelitian Palsu di Google Scholar, Apa yang Perlu Diketahui?

Berhati-hatilah dengan apa yang Anda kutip jika Anda menggunakan mesin pencari Google Scholar yang populer

Ilustrasi AI/ USAII

Context.id, JAKARTA - Anda seorang peneliti, akademisi atau mahasiswa yang seringkali mengutip artikel sebagai sumber rujukan makalah ilmiah? Hati-hati, tidak semua artikel yang dimuat di Google Scholar itu benar-benar riil dibuat dengan metodologi penelitian yang benar. 

Ada juga yang ternyata dibuat oleh teknologi kecerdasan buatan (AI). Loh kok bisa? 

Melansir Zdnet, sebuah studi terkini yang dipublikasikan dalam Misinformation Review milik Harvard Kennedy School menemukan 139 makalah di Google Scholar, mesin pencari untuk literatur ilmiah, yang tampaknya dibuat oleh AI.

Para peneliti menemukan sebagian besar makalah yang terjaring atau berada di Google Scholar termuat di jurnal yang tidak terindeks atau tidak terverifikasi. Namun, ada  juga 19 di antaranya yang ditemukan di jurnal terindeks dan publikasi mapan. 

Sementara sebanyak 19 lainnya muncul di basis data universitas, yang para peneliti duga ditulis oleh mahasiswa. Menurut studi itu, sekitar 57% makalah abal-abal itu mencakup topik-topik populer dan penting seperti kesehatan, teknologi komputasi, dan lingkungan. 



Hal ini sangat memprihatinkan sekaligus membahayakan karena area studi itu menurut para peneliti sangat penting dan dapat memengaruhi pengembangan kebijakan publik.

Para peneliti dari Harvard Kennedy School yang menganalisis makalah-makalah di Google Scholar itu mengidentifikasi kemungkinan besar dibuat oleh AI karena ada beberapa frasa yang umum digunakan chatbot dan merupakan bahasa mesin seperti di ChatGPT. 

Meskipun propaganda dan penelitian asal-asalan atau palsu bukanlah hal baru, AI generatif bisa membuat konten tersebut seperti asli. Bagi para peneliti Harvard Kennedy School, penelitian palsu itu membahayakan integritas penelitian ilmiah. 

Sementara itu Newsweek juga mencatat pada April lalu, banyak media yang menemukan bukti serupa tentang buku-buku dan materi lain yang sepenuhnya direkayasa AI di Google Books dan Google Scholar

Meskipun Google Scholar memiliki sebagian besar literatur berkualitas, namun mesin pencari ini dianggap tidak memiliki transparansi dan kepatuhan terhadap standar yang biasanya menjadi ciri basis data kutipan, demikian penjelasan studi tersebut. 

Google Scholar mudah diakses dan sangat populer. Menurut SimilarWeb, mesin pencari tersebut memperoleh lebih dari 111 juta kunjungan bulan lalu, sehingga kemungkinan para banyak yang mengutip studi palsu semakin tinggi



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 12 September 2024

Banyak Penelitian Palsu di Google Scholar, Apa yang Perlu Diketahui?

Berhati-hatilah dengan apa yang Anda kutip jika Anda menggunakan mesin pencari Google Scholar yang populer

Ilustrasi AI/ USAII

Context.id, JAKARTA - Anda seorang peneliti, akademisi atau mahasiswa yang seringkali mengutip artikel sebagai sumber rujukan makalah ilmiah? Hati-hati, tidak semua artikel yang dimuat di Google Scholar itu benar-benar riil dibuat dengan metodologi penelitian yang benar. 

Ada juga yang ternyata dibuat oleh teknologi kecerdasan buatan (AI). Loh kok bisa? 

Melansir Zdnet, sebuah studi terkini yang dipublikasikan dalam Misinformation Review milik Harvard Kennedy School menemukan 139 makalah di Google Scholar, mesin pencari untuk literatur ilmiah, yang tampaknya dibuat oleh AI.

Para peneliti menemukan sebagian besar makalah yang terjaring atau berada di Google Scholar termuat di jurnal yang tidak terindeks atau tidak terverifikasi. Namun, ada  juga 19 di antaranya yang ditemukan di jurnal terindeks dan publikasi mapan. 

Sementara sebanyak 19 lainnya muncul di basis data universitas, yang para peneliti duga ditulis oleh mahasiswa. Menurut studi itu, sekitar 57% makalah abal-abal itu mencakup topik-topik populer dan penting seperti kesehatan, teknologi komputasi, dan lingkungan. 



Hal ini sangat memprihatinkan sekaligus membahayakan karena area studi itu menurut para peneliti sangat penting dan dapat memengaruhi pengembangan kebijakan publik.

Para peneliti dari Harvard Kennedy School yang menganalisis makalah-makalah di Google Scholar itu mengidentifikasi kemungkinan besar dibuat oleh AI karena ada beberapa frasa yang umum digunakan chatbot dan merupakan bahasa mesin seperti di ChatGPT. 

Meskipun propaganda dan penelitian asal-asalan atau palsu bukanlah hal baru, AI generatif bisa membuat konten tersebut seperti asli. Bagi para peneliti Harvard Kennedy School, penelitian palsu itu membahayakan integritas penelitian ilmiah. 

Sementara itu Newsweek juga mencatat pada April lalu, banyak media yang menemukan bukti serupa tentang buku-buku dan materi lain yang sepenuhnya direkayasa AI di Google Books dan Google Scholar

Meskipun Google Scholar memiliki sebagian besar literatur berkualitas, namun mesin pencari ini dianggap tidak memiliki transparansi dan kepatuhan terhadap standar yang biasanya menjadi ciri basis data kutipan, demikian penjelasan studi tersebut. 

Google Scholar mudah diakses dan sangat populer. Menurut SimilarWeb, mesin pencari tersebut memperoleh lebih dari 111 juta kunjungan bulan lalu, sehingga kemungkinan para banyak yang mengutip studi palsu semakin tinggi



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Hitungan Prabowo Soal Uang Kasus CPO Rp13,2 Triliun, Bisa Buat Apa Saja?

Presiden Prabowo Subianto melakukan perhitungan terkait uang kasus korupsi CPO Rp13,2 triliun yang ia sebut bisa digunakan untuk membangun desa ne ...

Renita Sukma . 20 October 2025

Polemik IKN Sebagai Ibu Kota Politik, Ini Kata Kemendagri dan Pengamat

Terminologi ibu kota politik yang melekat kepada IKN dianggap rancu karena bertentangan dengan UU IKN. r n r n

Renita Sukma . 18 October 2025

Dilema Kebijakan Rokok: Penerimaan Negara Vs Kesehatan Indonesia

Menkeu Purbaya ingin menggairahkan kembali industri rokok dengan mengerem cukai, sementara menteri sebelumnya Sri Mulyani gencar menaikkan cukai d ...

Jessica Gabriela Soehandoko . 15 October 2025

Di Tengah Ketidakpastian Global, Emas Justru Terus Mengkilap

Meskipun secara historis dianggap sebagai aset lindung nilai paling aman, emas kerap ikut tertekan ketika terjadi aksi jual besar-besaran di pasar ...

Jessica Gabriela Soehandoko . 13 October 2025