Share

Stories 27 Agustus 2024

Regulasi Ribet Bikin Penyerapan Pupuk Subsidi Tak Maksimal

Penyerapan pupuk bersubsidi baru 4,3 juta ton atau 41,95% dari alokasi 9,55 juta ton.

Pupuk Bersubsidi/ Distan Gayo Lues Kab

Context.id, JAKARTA - Penyerapan pupuk bersubsidi tidak bisa dilakukan secara maksimal karena regulasi banyaknya regulasi.

Temuan Ombudsman Republik Indonesia (ORI), hingga 9 Agustus 2024, realisasi penyerapan pupuk bersubsidi sebanyak 4,3 juta ton atau 41,95% dari alokasi 9,55 juta ton.

Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika menilai serapan masih tergolong rendah dan dan berpotensi mengakibatkan tidak tercapainya target Kementerian Pertanian untuk meningkatkan produksi pangan.

Dia mengatakan rendahnya realisasi serapan ini disebabkan oleh lambatnya kepala daerah dalam menerbitkan SK alokasi penerima pupuk bersubsidi sesuai penetapan alokasi baru.

“Penyebaran informasi tentang penambahan alokasi pupuk bersubsidi 9,55 juta ton baru direspons oleh petani di bulan Juni 2024,” ujarnya dalam Rapat Evaluasi Perkembangan Penyerapan Pupuk Bersubsidi, Selasa (27/8/2024).



Selain itu, penyebab lain masih rendahnya penyerapan pupuk bersubsidi adalah adanya kebimbangan dan kekhawatiran dari distributor dan kios pupuk bersubsidi lantaran tingginya angka koreksi yang meningkat signifikan dari tahun 2023.

Yeka mengatakan, koreksi tahun 2023 sebanyak 4.000 ton. Sedangkan untuk periode Januari hingga Juni 2024 sudah mencapai 19.000 ton. Angka ini akan terus bertambah apabila juknis penyaluran pupuk bersubsidi tidak diubah.

Ombudsman juga menemukan bahwa masih tingginya jumlah petani yang tidak melakukan penebusan pupuk bersubsidi.

“Berdasarkan audit data penerima pupuk bersubsidi oleh Ombudsman dan Kementerian Pertanian, terdapat sekitar 954.000 petani penerima pupuk bersubsidi, tidak pernah melakukan penebusan dalam tiga tahun terakhir,” ungkapnya.

Lanjutnya, jika kinerja penyaluran pupuk bersubsidi masih rendah seperti ini, akan berimbas terhadap pencapaian target produksi pangan oleh pemerintah.

Yeka menegaskan, pemerintah masih memiliki sisa waktu empat bulan untuk meningkatkan penyaluran pupuk bersubsidi.

Namun di sisi lain perlu adanya streamlining atas hambatan verifikasi yang selama ini menjadi kendala dalam angka serapan penebusan pupuk bersubsidi.

“Salah satunya dengan perubahan juknis dan penggantian 954.000 petani yang tidak menebus dalam 3 tahun terakhir ini,” katanya.

Dia menjelaskan, perubahan juknis penyaluran pupuk bersubsidi yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah memberikan kemudahan bagi petani untuk mengakses pupuk bersubsidi.

KTP dapat menjadi alat sah dalam penebusan pupuk bersubsidi, sehingga konsekuensinya tidak diperlukan lagi petani melakukan tanda tangan digital.

Berdasarkan data PT Pupuk Indonesia, terdapat sekitar 1.200 ton pupuk bersubsidi yang sudah disalurkan, namun tidak lolos tahapan verifikasi dan validasi akibat tanda tangan yang tidak sama dengan KTP.

Selain itu Ombudsman juga telah lama mendorong agar petani dapat mewakilkan penebusan pupuk bersubsidi kepada kelompok tani atau keluarga dengan bukti penebusan yang jelas.

Sementara itu, surat kuasa kepada perwakilan kelompok tani dibuat sesederhana mungkin dan tanpa biaya tambahan. 



Penulis : Noviarizal Fernandez

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 27 Agustus 2024

Regulasi Ribet Bikin Penyerapan Pupuk Subsidi Tak Maksimal

Penyerapan pupuk bersubsidi baru 4,3 juta ton atau 41,95% dari alokasi 9,55 juta ton.

Pupuk Bersubsidi/ Distan Gayo Lues Kab

Context.id, JAKARTA - Penyerapan pupuk bersubsidi tidak bisa dilakukan secara maksimal karena regulasi banyaknya regulasi.

Temuan Ombudsman Republik Indonesia (ORI), hingga 9 Agustus 2024, realisasi penyerapan pupuk bersubsidi sebanyak 4,3 juta ton atau 41,95% dari alokasi 9,55 juta ton.

Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika menilai serapan masih tergolong rendah dan dan berpotensi mengakibatkan tidak tercapainya target Kementerian Pertanian untuk meningkatkan produksi pangan.

Dia mengatakan rendahnya realisasi serapan ini disebabkan oleh lambatnya kepala daerah dalam menerbitkan SK alokasi penerima pupuk bersubsidi sesuai penetapan alokasi baru.

“Penyebaran informasi tentang penambahan alokasi pupuk bersubsidi 9,55 juta ton baru direspons oleh petani di bulan Juni 2024,” ujarnya dalam Rapat Evaluasi Perkembangan Penyerapan Pupuk Bersubsidi, Selasa (27/8/2024).



Selain itu, penyebab lain masih rendahnya penyerapan pupuk bersubsidi adalah adanya kebimbangan dan kekhawatiran dari distributor dan kios pupuk bersubsidi lantaran tingginya angka koreksi yang meningkat signifikan dari tahun 2023.

Yeka mengatakan, koreksi tahun 2023 sebanyak 4.000 ton. Sedangkan untuk periode Januari hingga Juni 2024 sudah mencapai 19.000 ton. Angka ini akan terus bertambah apabila juknis penyaluran pupuk bersubsidi tidak diubah.

Ombudsman juga menemukan bahwa masih tingginya jumlah petani yang tidak melakukan penebusan pupuk bersubsidi.

“Berdasarkan audit data penerima pupuk bersubsidi oleh Ombudsman dan Kementerian Pertanian, terdapat sekitar 954.000 petani penerima pupuk bersubsidi, tidak pernah melakukan penebusan dalam tiga tahun terakhir,” ungkapnya.

Lanjutnya, jika kinerja penyaluran pupuk bersubsidi masih rendah seperti ini, akan berimbas terhadap pencapaian target produksi pangan oleh pemerintah.

Yeka menegaskan, pemerintah masih memiliki sisa waktu empat bulan untuk meningkatkan penyaluran pupuk bersubsidi.

Namun di sisi lain perlu adanya streamlining atas hambatan verifikasi yang selama ini menjadi kendala dalam angka serapan penebusan pupuk bersubsidi.

“Salah satunya dengan perubahan juknis dan penggantian 954.000 petani yang tidak menebus dalam 3 tahun terakhir ini,” katanya.

Dia menjelaskan, perubahan juknis penyaluran pupuk bersubsidi yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah memberikan kemudahan bagi petani untuk mengakses pupuk bersubsidi.

KTP dapat menjadi alat sah dalam penebusan pupuk bersubsidi, sehingga konsekuensinya tidak diperlukan lagi petani melakukan tanda tangan digital.

Berdasarkan data PT Pupuk Indonesia, terdapat sekitar 1.200 ton pupuk bersubsidi yang sudah disalurkan, namun tidak lolos tahapan verifikasi dan validasi akibat tanda tangan yang tidak sama dengan KTP.

Selain itu Ombudsman juga telah lama mendorong agar petani dapat mewakilkan penebusan pupuk bersubsidi kepada kelompok tani atau keluarga dengan bukti penebusan yang jelas.

Sementara itu, surat kuasa kepada perwakilan kelompok tani dibuat sesederhana mungkin dan tanpa biaya tambahan. 



Penulis : Noviarizal Fernandez

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Hati-hati! Terlalu Banyak Duduk Rentan Terkena Serangan Jantung

Menurut penelitian terbaru meskipun kita rajin olahraga yang rutin jika tubuh tidak banyak bergerak dapat meningkatkan risiko gagal jantung hingga 60%

Context.id . 24 November 2024

Klaster AI Kempner Raih Predikat Superkomputer Hijau Tercepat di Dunia

Melalui peningkatan daya komputasi ini, kita dapat mempelajari lebih dalam bagaimana model generatif belajar untuk bernalar dan menyelesaikan tuga ...

Context.id . 23 November 2024

Apakah Asteroid yang Kaya Logam Mulia Ribuan Triliun Dolar Bisa Ditambang?

Sebuah wahana antariksa sedang dalam perjalanan menuju sebuah asteroid yang mungkin mengandung logam berharga senilai sekitar US 100 ribu kuadrili ...

Context.id . 22 November 2024

Sertifikasi Halal Perkuat Daya Saing Produk Dalam Negeri

Sertifikasi halal menjadi salah satu tameng bagi pengusaha makanan dan minuman dari serbuan produk asing.

Noviarizal Fernandez . 22 November 2024