Broadcash: Jessica Kumala Wongso Bebas Bersyarat, Wajar atau Istimewa?
Remisi yang didapatkan Jessica Kumala Wongso si Kopi Sianida merupakan akumulasi dari berbagai jenis remisi.
Context.id, JAKARTA - Jessica Kumala Wongso, terpidana kasus pembunuhan berencana “kopi sianida” terhadap Wayan Mirna Salihin pada 2016 resmi bebas dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Kelas II A, Pondok Bambu, Jakarta, Minggu (18/8/2024).
Jessica mendapatkan PB (pembebasan bersyarat) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) RI Nomor: PAS-1703.PK.05.09 Tahun 2024. Selama masa pembebasan bersyarat, Jessica harus melakukan wajib lapor hingga 27 Maret 2032.
Melansir Bisnis, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan memberikan pembebasan bersyarat lantaran Jessica mempunyai kelakuan baik selama menjalani pidana.
Berdasarkan Sistem Penilaian Pembinaan Narapidana, Jessica mendapatkan total remisi sebanyak 58 bulan 30 hari.
Pemberian hak pembebasan kepada Jessica dianggap sesuai dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 7 Tahun 2022.
BACA JUGA
Menurut situs Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, ada beberapa jenis remisi yang dapat diberikan kepada narapidana. Pertama, remisi umum yang diberikan setiap tanggal 17 agustus. Besaran remisi umum bervariasi.
Untuk tahun pertama, bagi narapidana yang telah menjalani hukuman 6–12 bulan, diberikan remisi satu bulan. Remisi ini akan berubah menjadi dua bulan apabila sudah 12 bulan menjalani hukuman.
Lalu tahun kedua mendapat remisi tiga bulan, tahun ketiga dapat empat bulan, tahun keempat dan kelima dapat 5 bulan, dan tahun keenam serta seterusnya dapat enam bulan.
Kedua, remisi khusus (keagamaan) yang diberikan setiap tanggal hari raya keagamaan seperti Idulfitri, Natal, Waisak, dan Nyepi.
Besaran remisi untuk tahun pertama untuk napi yang telah menjalani pidana 6–12 bulan, mendapat remisi 15 hari, sementara bagi yang lebih dari 12 bulan diberi remisi satu bulan.
Kemudian, tahun kedua dan ketiga dapat satu bulan, tahun keempat dan kelima mendapat remisi satu bulan 15 hari, serta tahun keenam dan seterusnya diberikan remisi dua bulan.
Ketiga, remisi tambahan yang diberikan berbarengan dengan remisi umum, sehingga dalam satu SK Kolektif berisi besaran remisi umum dan remisi tambahan.
Ada tiga jenis remisi tambahan yaitu remisi berbuat jasa kepada negara dengan besaran remisi satu per dua dari remisi umum yang didapat pada tahun yang bersangkutan.
Lalu remisi perbuatan yang bermanfaat bagi negara atau kemanusiaan seperti donor organ atau donor darah dengan besaran remisi satu per dua dari remisi umum yang didapat pada tahun yang bersangkutan.
Ada juga remisi melakukan perbuatan yang membantu kegiatan pembinaan (remisi pemuka) di lapas dengan besaran remisi satu per tiga dari remisi umum yang didapat pada tahun yang bersangkutan.
Pakar hukum pidana Abdul Fickar mengatakan, remisi yang didapatkan Jessica merupakan akumulasi dari berbagai jenis remisi.
Menurutnya, ada pengaruh dari remisi umum yang diberikan setiap tanggal 17 Agustus dan remisi tambahan hasil dari berkelakuan baik tersebut.
"Ini menjadi dasar pengurangan masa menjalani hukuman yang membuat Jessica bisa bebas secara bersyarat meski baru dipenjara selama 8 tahun dari vonisnya selama 20 tahun. Remisi berlaku bagi semua pelaku kejahatan kecuali terpidana yang dihukum mati," ujarnya dalam siniar Broadcash Bisnis Indonesia
Menurut Abdul, sebenarnya pembebasan bersyarat Jessica bukan berarti masa hukumannya selesai. Jessica belum sepenuhnya bebas murni karena harus melakukan wajib lapor hingga tahun 2032.
Abdul menambahkan, tujuan wajib lapor ini supaya negara mengetahui keberadaan Jessica agar tidak bisa pergi ke luar negeri atau ke tempat yang tidak bisa dijangkau oleh negara.
Setelah bebas bersyarat, Jessica akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung. Menurut Abdul, Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Jessica merupakan upaya hukum luar biasa karena didasari oleh kekeliruan hakim dalam membuat putusan.
Namun, baginya argumen dalam PK kasus ini adalah bukti atau keadaan baru yang bisa menimbulkan kekeliruan hakim.
Jika ada bukti atau keadaan baru yang ditemukan saat pemeriksaan di pengadilan, maka terdakwa ini bisa dibebaskan.
"Apabila Jessica bisa memberikan bukti baru bahwa dia tidak membunuh Mirna, tidak menutup kemungkinan bahwa kasus ini akan dibuka kembali. Terlebih dalam kasus ini, pelakunya hanya satu orang. Jika dibuka kembali maka penegak hukum berkewajiban membongkar kembali kasusnya dan mencari pelaku sebenarnya," jelasnya.
Kontributor: Fadlan Priatna
RELATED ARTICLES
Broadcash: Jessica Kumala Wongso Bebas Bersyarat, Wajar atau Istimewa?
Remisi yang didapatkan Jessica Kumala Wongso si Kopi Sianida merupakan akumulasi dari berbagai jenis remisi.
Context.id, JAKARTA - Jessica Kumala Wongso, terpidana kasus pembunuhan berencana “kopi sianida” terhadap Wayan Mirna Salihin pada 2016 resmi bebas dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Kelas II A, Pondok Bambu, Jakarta, Minggu (18/8/2024).
Jessica mendapatkan PB (pembebasan bersyarat) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) RI Nomor: PAS-1703.PK.05.09 Tahun 2024. Selama masa pembebasan bersyarat, Jessica harus melakukan wajib lapor hingga 27 Maret 2032.
Melansir Bisnis, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan memberikan pembebasan bersyarat lantaran Jessica mempunyai kelakuan baik selama menjalani pidana.
Berdasarkan Sistem Penilaian Pembinaan Narapidana, Jessica mendapatkan total remisi sebanyak 58 bulan 30 hari.
Pemberian hak pembebasan kepada Jessica dianggap sesuai dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 7 Tahun 2022.
BACA JUGA
Menurut situs Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, ada beberapa jenis remisi yang dapat diberikan kepada narapidana. Pertama, remisi umum yang diberikan setiap tanggal 17 agustus. Besaran remisi umum bervariasi.
Untuk tahun pertama, bagi narapidana yang telah menjalani hukuman 6–12 bulan, diberikan remisi satu bulan. Remisi ini akan berubah menjadi dua bulan apabila sudah 12 bulan menjalani hukuman.
Lalu tahun kedua mendapat remisi tiga bulan, tahun ketiga dapat empat bulan, tahun keempat dan kelima dapat 5 bulan, dan tahun keenam serta seterusnya dapat enam bulan.
Kedua, remisi khusus (keagamaan) yang diberikan setiap tanggal hari raya keagamaan seperti Idulfitri, Natal, Waisak, dan Nyepi.
Besaran remisi untuk tahun pertama untuk napi yang telah menjalani pidana 6–12 bulan, mendapat remisi 15 hari, sementara bagi yang lebih dari 12 bulan diberi remisi satu bulan.
Kemudian, tahun kedua dan ketiga dapat satu bulan, tahun keempat dan kelima mendapat remisi satu bulan 15 hari, serta tahun keenam dan seterusnya diberikan remisi dua bulan.
Ketiga, remisi tambahan yang diberikan berbarengan dengan remisi umum, sehingga dalam satu SK Kolektif berisi besaran remisi umum dan remisi tambahan.
Ada tiga jenis remisi tambahan yaitu remisi berbuat jasa kepada negara dengan besaran remisi satu per dua dari remisi umum yang didapat pada tahun yang bersangkutan.
Lalu remisi perbuatan yang bermanfaat bagi negara atau kemanusiaan seperti donor organ atau donor darah dengan besaran remisi satu per dua dari remisi umum yang didapat pada tahun yang bersangkutan.
Ada juga remisi melakukan perbuatan yang membantu kegiatan pembinaan (remisi pemuka) di lapas dengan besaran remisi satu per tiga dari remisi umum yang didapat pada tahun yang bersangkutan.
Pakar hukum pidana Abdul Fickar mengatakan, remisi yang didapatkan Jessica merupakan akumulasi dari berbagai jenis remisi.
Menurutnya, ada pengaruh dari remisi umum yang diberikan setiap tanggal 17 Agustus dan remisi tambahan hasil dari berkelakuan baik tersebut.
"Ini menjadi dasar pengurangan masa menjalani hukuman yang membuat Jessica bisa bebas secara bersyarat meski baru dipenjara selama 8 tahun dari vonisnya selama 20 tahun. Remisi berlaku bagi semua pelaku kejahatan kecuali terpidana yang dihukum mati," ujarnya dalam siniar Broadcash Bisnis Indonesia
Menurut Abdul, sebenarnya pembebasan bersyarat Jessica bukan berarti masa hukumannya selesai. Jessica belum sepenuhnya bebas murni karena harus melakukan wajib lapor hingga tahun 2032.
Abdul menambahkan, tujuan wajib lapor ini supaya negara mengetahui keberadaan Jessica agar tidak bisa pergi ke luar negeri atau ke tempat yang tidak bisa dijangkau oleh negara.
Setelah bebas bersyarat, Jessica akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung. Menurut Abdul, Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Jessica merupakan upaya hukum luar biasa karena didasari oleh kekeliruan hakim dalam membuat putusan.
Namun, baginya argumen dalam PK kasus ini adalah bukti atau keadaan baru yang bisa menimbulkan kekeliruan hakim.
Jika ada bukti atau keadaan baru yang ditemukan saat pemeriksaan di pengadilan, maka terdakwa ini bisa dibebaskan.
"Apabila Jessica bisa memberikan bukti baru bahwa dia tidak membunuh Mirna, tidak menutup kemungkinan bahwa kasus ini akan dibuka kembali. Terlebih dalam kasus ini, pelakunya hanya satu orang. Jika dibuka kembali maka penegak hukum berkewajiban membongkar kembali kasusnya dan mencari pelaku sebenarnya," jelasnya.
Kontributor: Fadlan Priatna
POPULAR
RELATED ARTICLES