Share

Stories 09 Agustus 2024

Berat Awan Capai Ribuan Ton, Kok Mengapung di Udara?

Cara perhitungan yang dilakukan ilmuwan adalah melalui perkalian antara kepadatan awan dengan volume awan

Gumpalan awan yang menyerupai gelombang Tsunami/BMKG

Context.id, JAKARTA - Kumpulan benda putih yang melayang di langit atau lazim disebut awan mempunyai peran penting dalam menunjang kehidupan di bumi.

Awan menjadi sumber presipitasi yang memengaruhi jumlah energi matahari yang masuk ke permukaan bumi. Semakin banyak energi matahari yang ditangkap, maka iklim di bumi akan semakin hangat. 

Sebaliknya, apabila energi yang dikumpulkan sedikit, iklim di bumi akan berubah menjadi lebih dingin. Selain itu, awan juga berfungsi untuk melindungi atmosfer bagian bawah bumi. Dalam waktu tertentu, sekitar 70% permukaan bumi ditutupi oleh awan.

Seperti yang ditulis Physical Science Laboratory, awan akan mengatur energi yang masuk ke bumi secara berbeda tergantung pada ketinggian, struktur, dan komposisi awan tersebut. Awan bisa saja menangkap energi matahari dan memantulkannya kembali ke atmosfer.

Proses terbentuknya awan bermula saat tetesan air atau kristal es naik ke udara. Mengutip UCAR Center for Science Education, air dan kristal es naik ke udara melalui penguapan di laut, danau, dan sungai. Ketika uap air naik, udara akan menjadi lebih dingin yang menyebabkan berkurangnya tekanan.



Saat udara menjadi dingin, uap air tersebut akan mengembun dan berubah menjadi tetesan air yang membentuk awan. Uap air akan lebih mudah mengembun menjadi tetesan air ketika mempunyai partikel seperti debu dan kristal yang disebut inti kondensasi.

Suhu, angin, dan kondisi lain tempat awan terbentuk akan menentukan jenis awan tersebut. Beberapa jenis awan seperti kumulus, kumulonimbus, dan stratokumulus terbentuk saat udara menghangat di permukaan bumi.

Udara hangat yang naik ke permukaan ini bobotnya lebih ringan daripada udara di sekitarnya. Saat udara hangat itu naik, tekanan dan suhunya akan turun yang menimbulkan pengembunan uap air untuk membentuk awan.

Namun ternyata awan mempunyai bobot mencapai ribuan ton. Melansir Science Alert, ilmuwan telah menghitung kepadatan air pada awan kumulus sekitar 0,5 gram air per meter kubik. Selain itu, rata-rata awan kumulus berukuran sebesar 1 kilometer kubik dengan volume 1 miliar meter kubik.

Cara perhitungan yang dilakukan ilmuwan adalah melalui perkalian antara kepadatan awan dengan volume awan. Hasilnya akan ditemukan awan mempunyai bobot 500.000 kilogram atau setara 500 ton.

Namun dengan bobot sebesar itu, awan masih bisa melayang di udara. Uap air yang naik ke atas permukaan akan terkumpul hingga membentuk awan yang besar dan mengapung di udara. Awan juga bersifat mengapung karena adanya kondensasi.

Gravitasi mempunyai peran untuk awan agar tetap melayang di udara. Awan yang bersifat mengapung dan proses pembentukannya yang berasal dari uap air yang terus naik ke permukaan, akan diredam oleh gravitasi yang menariknya kembali ke bawah. 

Kontributor: Fadlan Priatna



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 09 Agustus 2024

Berat Awan Capai Ribuan Ton, Kok Mengapung di Udara?

Cara perhitungan yang dilakukan ilmuwan adalah melalui perkalian antara kepadatan awan dengan volume awan

Gumpalan awan yang menyerupai gelombang Tsunami/BMKG

Context.id, JAKARTA - Kumpulan benda putih yang melayang di langit atau lazim disebut awan mempunyai peran penting dalam menunjang kehidupan di bumi.

Awan menjadi sumber presipitasi yang memengaruhi jumlah energi matahari yang masuk ke permukaan bumi. Semakin banyak energi matahari yang ditangkap, maka iklim di bumi akan semakin hangat. 

Sebaliknya, apabila energi yang dikumpulkan sedikit, iklim di bumi akan berubah menjadi lebih dingin. Selain itu, awan juga berfungsi untuk melindungi atmosfer bagian bawah bumi. Dalam waktu tertentu, sekitar 70% permukaan bumi ditutupi oleh awan.

Seperti yang ditulis Physical Science Laboratory, awan akan mengatur energi yang masuk ke bumi secara berbeda tergantung pada ketinggian, struktur, dan komposisi awan tersebut. Awan bisa saja menangkap energi matahari dan memantulkannya kembali ke atmosfer.

Proses terbentuknya awan bermula saat tetesan air atau kristal es naik ke udara. Mengutip UCAR Center for Science Education, air dan kristal es naik ke udara melalui penguapan di laut, danau, dan sungai. Ketika uap air naik, udara akan menjadi lebih dingin yang menyebabkan berkurangnya tekanan.



Saat udara menjadi dingin, uap air tersebut akan mengembun dan berubah menjadi tetesan air yang membentuk awan. Uap air akan lebih mudah mengembun menjadi tetesan air ketika mempunyai partikel seperti debu dan kristal yang disebut inti kondensasi.

Suhu, angin, dan kondisi lain tempat awan terbentuk akan menentukan jenis awan tersebut. Beberapa jenis awan seperti kumulus, kumulonimbus, dan stratokumulus terbentuk saat udara menghangat di permukaan bumi.

Udara hangat yang naik ke permukaan ini bobotnya lebih ringan daripada udara di sekitarnya. Saat udara hangat itu naik, tekanan dan suhunya akan turun yang menimbulkan pengembunan uap air untuk membentuk awan.

Namun ternyata awan mempunyai bobot mencapai ribuan ton. Melansir Science Alert, ilmuwan telah menghitung kepadatan air pada awan kumulus sekitar 0,5 gram air per meter kubik. Selain itu, rata-rata awan kumulus berukuran sebesar 1 kilometer kubik dengan volume 1 miliar meter kubik.

Cara perhitungan yang dilakukan ilmuwan adalah melalui perkalian antara kepadatan awan dengan volume awan. Hasilnya akan ditemukan awan mempunyai bobot 500.000 kilogram atau setara 500 ton.

Namun dengan bobot sebesar itu, awan masih bisa melayang di udara. Uap air yang naik ke atas permukaan akan terkumpul hingga membentuk awan yang besar dan mengapung di udara. Awan juga bersifat mengapung karena adanya kondensasi.

Gravitasi mempunyai peran untuk awan agar tetap melayang di udara. Awan yang bersifat mengapung dan proses pembentukannya yang berasal dari uap air yang terus naik ke permukaan, akan diredam oleh gravitasi yang menariknya kembali ke bawah. 

Kontributor: Fadlan Priatna



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Haruskah Tetap Belajar Coding di Dunia AI?

Kamp pelatihan coding dulunya tampak seperti tiket emas menuju masa depan yang aman secara ekonomi. Namun, saat janji itu memudar, apa yang harus ...

Context.id . 25 November 2024

Menuju Pemulihan: Dua Ilmuwan Harvard Mencari Jalan Cepat Atasi Depresi

Depresi menjadi musuh yang sulit ditaklukkan karena pengobatannya butuh waktu panjang

Context.id . 24 November 2024

Hati-hati! Terlalu Banyak Duduk Rentan Terkena Serangan Jantung

Menurut penelitian terbaru meskipun kita rajin olahraga yang rutin jika tubuh tidak banyak bergerak dapat meningkatkan risiko gagal jantung hingga 60%

Context.id . 24 November 2024

Klaster AI Kempner Raih Predikat Superkomputer Hijau Tercepat di Dunia

Melalui peningkatan daya komputasi ini, kita dapat mempelajari lebih dalam bagaimana model generatif belajar untuk bernalar dan menyelesaikan tuga ...

Context.id . 23 November 2024