Hoaks Bikin Inggris Dilanda Kerusuhan Antiimigran
Kerusuhan ini dimotori oleh spekulasi mengenai identitas pelaku penusukan yang disebut-sebut sebagai imigran Islam pencari suaka
Context.id, JAKARTA - Insiden penusukan terjadi di wilayah Southport, Merseyside, Inggris pada Senin (29/7/2024). Penusukan itu berlangsung di pusat komunitas Hart Space saat sebuah kegiatan dengan tema “Taylor Swift” berlangsung.
Melansir Al Jazeera, tiga anak kecil berusia enam, tujuh, dan sembilan tahun tewas sementara lima anak lainnya mengalami kritis. Dua orang dewasa juga terluka saat melindungi anak-anak tersebut dari aksi penusukan.
Pelaku penusukan tersebut diketahui seorang bocah laki-laki berusia 17 tahun. Mengutip Sky News, bocah tersebut bernama Axel Rudakubana yang berasal dari Lanchasire. Ia ditangkap di hari yang sama saat penusukan itu terjadi.
Rudakubana didakwa dengan tiga tuduhan yaitu pembunuhan, percobaan pembunuhan, dan kepemilikan pisau. Saat ini, ia telah mendekam di tahanan remaja. Sidang pembelaan dan persiapan persidangan Rudakubana akan berlangsung pada 25 Oktober 2024 di Liverpool Crown Court.
Sehari setelah insiden penusukan, terjadi kerusuhan yang melibatkan ratusan orang dengan polisi di dekat masjid sekitar Southport. Kepolisian Merseyside meyakini perusuh merupakan kelompok sayap kanan ekstrem bernama English Defence League. Kelompok ini melempar masjid di Southport dengan batu, membakar mobil polisi, dan melemparkan botol ke arah polisi.
BACA JUGA
Kerusuhan ini dimotori oleh spekulasi mengenai identitas pelaku penusukan. Tersiar rumor bahwa Axel Rudakubana adalah seorang imigran Islam pencari suaka yang baru saja datang ke Inggris.
Pihak Kepolisian membantah rumor tersebut dan menegaskan bahwa Rudakubana lahir di Inggris dari orang tua yang berasal dari Republik Rwanda. Namun rumor yang salah tersebut lebih dulu sampai ke telinga para kelompok sayap kanan yang terkenal anti-Islam dan antiimigran.
Demonstrasi oleh kelompok sayap kanan ini merupakan kerusuhan paling luas di negara itu selama 13 tahun. Kerusuhan ini menjalar ke beberapa kota di Inggris. Seperti yang ditulis CNN, kerusuhan terjadi dari Jumat (2/8/2024) sampai Minggu (4/8/2024). Aksi demonstrasi itu ditengarai diorganisir dalam platform media sosial seperti X dan grup WhatsApp dan Telegram.
Kota Rotherham, Inggris Utara, dan Kota Tamworth, Inggris Tengah, para demonstran membakar dua hotel yang mereka duga sebagai tempat penampungan para imigran pencari suaka. Selain itu, mereka membakar beberapa benda di dekat hotel dan memecahkan jendela untuk masuk ke hotel tersebut. Kerusuhan ini juga terjadi di wilayah Sunderland, Middlesbrough, dan Stoke.
Laporan lain dari Reuters mengatakan, dua petugas kepolisian di Liverpool dirawat di rumah sakit saat menghadapi 750 demonstran sayap kanan dan dua toko dirusak serta dijarah. Kejadian serupa juga terjadi di Kota Bristol, wilayah di bagian barat daya Inggris. Sementara di Belfast, Irlandia Utara, beberapa pelaku usaha melaporkan kerusakan propertinya.
Sedangkan di Leeds, sekitar 150 demonstran antiimigran dengan bendera Inggris menyerukan kalimat “You’re not English anymore,” yang dibalas oleh pengunjuk rasa anti-rasis “Nazi scum off our streets,”. Secara keseluruhan, lebih dari 370 orang ditangkap imbas dari kerusuhan ini dan jumlahnya diprediksi akan meningkat.
Terakhir kali Inggris menghadapi kerusuhan dengan skala besar seperti sekarang yaitu pada tahun 2011, saat seorang pria kulit hitam Inggris ditembak mati oleh polisi di London utara dan memicu protes yang berubah menjadi kerusuhan selama berhari-hari di ibu kota London.
Melansir Bisnis, dalam mengatasi rentetan kerusuhan ini, Perdana Menteri Inggris Keir Starmer mengadakan pertemuan darurat dengan para kepala polisi pada Senin (5/8/2024) karena meluasnya aksi protes dan kerusuhan anti-imigran. Selain itu, masjid di seluruh Inggris mendapatkan pengamanan ekstra setelah adanya ancaman.
Menurut data Kantor Dalam Negeri Inggris, kejahatan dengan motif ras dan agama telah meningkat di Inggris dan Wales dalam satu dekade terakhir. Pada tahun 2022/2023, Kepolisian Inggris mendokumentasikan lebih dari 110.000 kejahatan dengan motif ras atau agama, di mana 44 persen menargetkan muslim.
Kontributor: Fadlan Priatna
RELATED ARTICLES
Hoaks Bikin Inggris Dilanda Kerusuhan Antiimigran
Kerusuhan ini dimotori oleh spekulasi mengenai identitas pelaku penusukan yang disebut-sebut sebagai imigran Islam pencari suaka
Context.id, JAKARTA - Insiden penusukan terjadi di wilayah Southport, Merseyside, Inggris pada Senin (29/7/2024). Penusukan itu berlangsung di pusat komunitas Hart Space saat sebuah kegiatan dengan tema “Taylor Swift” berlangsung.
Melansir Al Jazeera, tiga anak kecil berusia enam, tujuh, dan sembilan tahun tewas sementara lima anak lainnya mengalami kritis. Dua orang dewasa juga terluka saat melindungi anak-anak tersebut dari aksi penusukan.
Pelaku penusukan tersebut diketahui seorang bocah laki-laki berusia 17 tahun. Mengutip Sky News, bocah tersebut bernama Axel Rudakubana yang berasal dari Lanchasire. Ia ditangkap di hari yang sama saat penusukan itu terjadi.
Rudakubana didakwa dengan tiga tuduhan yaitu pembunuhan, percobaan pembunuhan, dan kepemilikan pisau. Saat ini, ia telah mendekam di tahanan remaja. Sidang pembelaan dan persiapan persidangan Rudakubana akan berlangsung pada 25 Oktober 2024 di Liverpool Crown Court.
Sehari setelah insiden penusukan, terjadi kerusuhan yang melibatkan ratusan orang dengan polisi di dekat masjid sekitar Southport. Kepolisian Merseyside meyakini perusuh merupakan kelompok sayap kanan ekstrem bernama English Defence League. Kelompok ini melempar masjid di Southport dengan batu, membakar mobil polisi, dan melemparkan botol ke arah polisi.
BACA JUGA
Kerusuhan ini dimotori oleh spekulasi mengenai identitas pelaku penusukan. Tersiar rumor bahwa Axel Rudakubana adalah seorang imigran Islam pencari suaka yang baru saja datang ke Inggris.
Pihak Kepolisian membantah rumor tersebut dan menegaskan bahwa Rudakubana lahir di Inggris dari orang tua yang berasal dari Republik Rwanda. Namun rumor yang salah tersebut lebih dulu sampai ke telinga para kelompok sayap kanan yang terkenal anti-Islam dan antiimigran.
Demonstrasi oleh kelompok sayap kanan ini merupakan kerusuhan paling luas di negara itu selama 13 tahun. Kerusuhan ini menjalar ke beberapa kota di Inggris. Seperti yang ditulis CNN, kerusuhan terjadi dari Jumat (2/8/2024) sampai Minggu (4/8/2024). Aksi demonstrasi itu ditengarai diorganisir dalam platform media sosial seperti X dan grup WhatsApp dan Telegram.
Kota Rotherham, Inggris Utara, dan Kota Tamworth, Inggris Tengah, para demonstran membakar dua hotel yang mereka duga sebagai tempat penampungan para imigran pencari suaka. Selain itu, mereka membakar beberapa benda di dekat hotel dan memecahkan jendela untuk masuk ke hotel tersebut. Kerusuhan ini juga terjadi di wilayah Sunderland, Middlesbrough, dan Stoke.
Laporan lain dari Reuters mengatakan, dua petugas kepolisian di Liverpool dirawat di rumah sakit saat menghadapi 750 demonstran sayap kanan dan dua toko dirusak serta dijarah. Kejadian serupa juga terjadi di Kota Bristol, wilayah di bagian barat daya Inggris. Sementara di Belfast, Irlandia Utara, beberapa pelaku usaha melaporkan kerusakan propertinya.
Sedangkan di Leeds, sekitar 150 demonstran antiimigran dengan bendera Inggris menyerukan kalimat “You’re not English anymore,” yang dibalas oleh pengunjuk rasa anti-rasis “Nazi scum off our streets,”. Secara keseluruhan, lebih dari 370 orang ditangkap imbas dari kerusuhan ini dan jumlahnya diprediksi akan meningkat.
Terakhir kali Inggris menghadapi kerusuhan dengan skala besar seperti sekarang yaitu pada tahun 2011, saat seorang pria kulit hitam Inggris ditembak mati oleh polisi di London utara dan memicu protes yang berubah menjadi kerusuhan selama berhari-hari di ibu kota London.
Melansir Bisnis, dalam mengatasi rentetan kerusuhan ini, Perdana Menteri Inggris Keir Starmer mengadakan pertemuan darurat dengan para kepala polisi pada Senin (5/8/2024) karena meluasnya aksi protes dan kerusuhan anti-imigran. Selain itu, masjid di seluruh Inggris mendapatkan pengamanan ekstra setelah adanya ancaman.
Menurut data Kantor Dalam Negeri Inggris, kejahatan dengan motif ras dan agama telah meningkat di Inggris dan Wales dalam satu dekade terakhir. Pada tahun 2022/2023, Kepolisian Inggris mendokumentasikan lebih dari 110.000 kejahatan dengan motif ras atau agama, di mana 44 persen menargetkan muslim.
Kontributor: Fadlan Priatna
POPULAR
RELATED ARTICLES