Context.id,JAKARTA- Akankah tradisi sumbangan medali emas olimpiade dari cabang bulutangkis bagi kontingen Indonesia kandas kali ini?
Seperti diketahui, Indonesia mengutus enam wakil untuk berlaga di putaran Final Olimpiade Paris 2024. Para duta bangsa itu terbagi dalam terdiri dari tiga nomor tunggal, dan tiga pasangan ganda.
Untuk nomor tunggal, Indonesia memiliki Anthony Ginting, Jonatan Christie, keduanya di tunggal putra, dan Gregoria Mariska Tunjung untuk tunggal putri. Dari tiga nama itu, Ginting dan Jojo, gugur di fase grup, menyisakan Gregoria yang berhasil melaju ke sistem gugur.
Di nomor ganda putri, Apriyani Rahayu dan Siti Fadia Silva Ramadhanti keok di tiga pertandingan babak penyisihan grup. Untuk nomor ganda campuran Rinov Rivaldy dan rekannya Pitha Haningtyas Mentari terdepak hanya mampu menang sekali dari tiga pertandingan di fase grup.
Asa untuk memperthaankan tradisi emas olimpiade bergantung pada pasangan Alfian dan Muhammad Rian Ardianto yang bisa melalui babak penyisihan dengan baik serta Gregoriana.
Namun, hal itu dinilai cukup sulit. Pasalnya, Gregoria akan meladeni wakil Korea Selatan Kim Ga-eun untuk agar bisa melaju ke perempatfinal. Sementara Fajar dan Riang bakal menghadapi jagoan asal China Liang Weikeng dan Wang Chang dalam perebutan tiket ke semifinal.
BACA JUGA
- Deflasi Tanda Ekonomi Indonesia Sedang Buruk
- Ini Penjelasan Salju Bisa Turun di Gurun yang Tandus
- Jejak Korupsi di Garuda Indonesia
Sejarah Tradisi Emas
Tradisi perolehan medali emas olimpiade dari cabang bulutangkis di mulai dari Barcelona 1992. Indonesia langsung menyabet dua medali emas setelah ketika Susi Susanti dan Alan Budikusuma melibas habis lawannya dari nomor tunggal putri dan putra.
Secara keseluruhan hingga Olimpiade 2020 lalu, ada delapan medali emas yang dikoleksi oleh Indonesia dan semuanya berasal dari cabang olahraga bulutangkis.
Selain Susi Susanti dan Alan Budikusuma, ganda putra Indonesia Rexy Mainaky/Ricky Subagja juga mempersembahkan medali emas empat tahun setelahnya (1996) tepatnya di Atlanta, Amerika Serikat. Setelah itu pada 2000 di Sydney, Australia, kembali ganda putra mempersembahkan medali emas, yang kali itu disumbangkan oleh Tony Gunawan dan Chandra Wijaya.
Kemudian pada Olimpiade 2004 di Athena, Yunani, giliran sang maestro Taufik Hidayat yang sukses mempersembahkan emas di sektor tunggal putra. Ganda putra kembali mempersembahkan medali emas pada Olimpiade Beijing 2008, dari jerih payah Hendra Setiawan/Markis Kido.
Sayangnya pada Olimpiade 2012, Indonesia gagal membawa pulang medali emas. Raihan ini menjadi cacatan buruk selama 20 tahun terakhir sejak 1992. Tapi tak berselang lama, cabor bulutangkis Indonesia kembali mempersembahkan emas pada Olimpiade 2016. Ganda campuran Liliyana Natsir dan Tontowi Ahmad memulihkan tradisi emas Olimpiade pada Olimpiade Rio de Janeiro.
Lima tahun setelah itu, dalam Olimpiade Tokyo 2020, giliran ganda putri menorehkan sejarah ketika Greysia Polii/Apriyani Rahayu mempersembahkan medali emas. Akankah kali ini Indonesia kembali melepas tradisi emas itu?
Penulis : Noviarizal Fernandez
Editor : Wahyu Arifin
MORE STORIES
Industri Antariksa Asia Mulai Menyaingi AS dan Eropa
China, India dan Jepang membuka pintu bagi negara-negara Asia ikut dalam persaingan antariksa
Context.id | 19-09-2024
Lepas Tanggung Jawab Iklim, Perusahaan Energi Fosil Jadi Sponsor Olahraga
Lembaga penelitian iklim menemukan aliran dana besar perusahaan migas ke acara olahraga untuk mengelabui masyarakat soal krisis iklim\r\n
Context.id | 18-09-2024
Ini Rahasia Sukses Norwegia Mengganti Mobil Bensin dengan Listrik!
Norwegia, salah satu negara Nordik yang juga penghasil minyak dan gas terbesar di Eropa justru memimpin penggunaan mobil listrik
Context.id | 18-09-2024
Riset IDEA Temukan Kemunduran Demokrasi Dunia Selama 8 Tahun Beruntun
Kredibilitas pemilu dunia terancam oleh menurunnya jumlah pemilih dan hasil pemilu yang digugat serta diragukan.
Fahri N. Muharom | 18-09-2024
A modern exploration of business, societies, and ideas.
Powered by Bisnis Indonesia.
Copyright © 2024 - Context
Copyright © 2024 - Context