Indonesia Perdana Rayakan Hari Kebaya Nasional
Dulu, kebaya hanya dipakai dalam aktivitas harian dengan aturan pakem yang bersifat sakral dan kini menjadi bagian dari fesyen identitas diri
Context.id, JAKARTA - Peringatan Hari Kebaya Nasional dirayakan untuk pertama kalinya pada 24 Juli 2024 dengan tema Lestarikan Budaya dengan Bangga Berkebaya. Serangkaian acara telah dihelat oleh Kongres Wanita Indonesia (Kowani) untuk memeriahkan Hari Kebaya Nasional di Istora Senayan Jakarta.
Kebaya sendiri merupakan pakaian yang identik dengan perempuan Indonesia. Berdasarkan sejarahnya, kemunculan kebaya di Indonesia bermula sekitar abad ke-15 atau ke-16. Pakaian ini melambangkan kesederhanaan, keanggunan, kelembutan dan keteguhan perempuan Indonesia.
Melansir situs Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, Presiden Joko Widodo menetapkan tanggal 24 Juli sebagai hari Kebaya Nasional dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 29 Tahun 2024 tentang Hari Kebaya Nasional.
Dalam Keppres tersebut, terdapat sejumlah pertimbangan penetapan 24 Juli sebagai Hari Kebaya Nasional. Pertama, kebaya adalah perekat identitas nasional yang bersifat lintas etnis dan berkembang menjadi aset budaya yang berharga sehingga perlu dijaga dan dilestarikan keberadaannya.
Lalu, kebaya telah berkembang menjadi busana yang digunakan dalam berbagai kegiatan baik yang berskala nasional maupun internasional. Terakhir, penetapan Hari Kebaya Nasional di tanggal 24 Juli yakni karena terdapat nilai sejarah.
BACA JUGA
Hal ini mengacu pada Kongres Wanita Indonesia ke-10 yang dihadiri oleh Presiden Soekarno dinyatakan bahwa revolusi Indonesia tidak dapat berjalan tanpa keterlibatan perempuan yang hadir dengan memakai kain kebaya pada kongres tersebut.
Namun catatan sejarah soal kebaya tidak hanya dimulai dari kongres itu saja. Dalam Jurnal Atrat, kata kebaya berasal dari bahasa Arab, Tiongkok, dan Portugis. Sejarah mencatat, kebaya berasal dari bahasa Arab, Abaya artinya pakaian labuh yang mempunyai belahan depan.
Seorang sejarawan yang mempelajari budaya Jawa Denys Lombard, menyebut kata kebaya berasal dari bahasa Arab Kaba’ yang berarti pakaian.
Selain itu, kebaya juga dipopulerkan lewat bahasa Portugis saat mereka berlabuh di wilayah Asia Tenggara. Pada masa itu, kebaya merujuk pada atasan atau blouse yang digunakan wanita Indonesia antara abad ke-15 dan 16 masehi.
Masih dalam Jurnal Atrat, pada abad ke-19, semua kelas sosial dari perempuan jawa maupun peranakan Belanda menjadikan kebaya sebagai pakaian sehari-hari. Bahkan, kebaya sempat menjadi pakaian wajib perempuan Belanda yang hilir mudik ke wilayah Hindia.
Pada saat itu, kain dasar kebaya hanya memakai bahan tenunan mori dan berkembang menggunakan sutera dengan sarung dan kaus bermanik atau disebut “kasut manek” hingga mengalami pembaruan.
Menurut Jurnal Senirupa Warna, pada masa penjajahan dan berkobarnya nasionalisme, perempuan Jawa memakai kebaya sebagai simbol perlawanan terhadap kolonial. Saat itu, penggunaan kebaya dianggap rendah dan identik dengan pribumi.
Sementara perempuan Belanda mengenakan pakaian barat sebagai penanda status orang Eropa. Menjelang kemerdekaan, kebaya bertransformasi menjadi tanda nasionalisme dan perjuangan.
Nilai dan status kebaya kembali naik dan dijadikan sebagai pakaian di acara resmi maupun kenegaraan.
Jurnal Senirupa Warna pun mencatat, di masa orde lama, pemerintah Soekarno menjadikan kebaya sebagai busana nasional. Hal ini berawal saat Indonesia yang baru saja merdeka sedang mencari identitas budaya nasional.
Selain itu, kebaya jadi alat perlawanan orang Indonesia terhadap budaya barat yang berpotensi menghilangkan budaya asli Indonesia.
Pada masa order baru di bawah pemerintahan Soeharto, kebaya digunakan sebagai bentuk pembredelan kebebasan perempuan melalui konsep ibuisme.
Melansir The Conversation, ibuisme mengasosiasikan perempuan ke dalam narasi melayani suami, keluarga, kelompok, dan negara. Tujuannya sebagai bentuk pemisahan dan penghapusan peran politik pada perempuan.
Selain itu, fungsi kebaya dipersempit melalui kelompok Dharma Wanita dan PKK, serta model dan pemakaian kebaya pada acara-acara resmi mulai dipakemkan.
Saat ini, seperti yang ditulis dalam Jurnal Seni & Reka Rancang, kebaya mengalami perkembangan fungsi dan desain.
Dulu, kebaya hanya dipakai dalam aktivitas harian dengan aturan pakem yang bersifat sakral. Kini, kebaya telah menjadi bagian dari fesyen yang digunakan untuk mengekspresikan identitas diri.
Berkembangnya kebaya juga terjadi pada bentuk modifikasi seperti modifikasi pada bentuk kerah untuk menampilkan kelebihan bentuk badan pemakainya, dan modifikasi pada bentuk lengan untuk menampilkan kesan yang lebih modern.
Selain itu, kebaya didesain dengan siluet yang lebih longgar dan menutup aurat untuk kebaya muslim.
Kontributor: Fadlan Priatna
RELATED ARTICLES
Indonesia Perdana Rayakan Hari Kebaya Nasional
Dulu, kebaya hanya dipakai dalam aktivitas harian dengan aturan pakem yang bersifat sakral dan kini menjadi bagian dari fesyen identitas diri
Context.id, JAKARTA - Peringatan Hari Kebaya Nasional dirayakan untuk pertama kalinya pada 24 Juli 2024 dengan tema Lestarikan Budaya dengan Bangga Berkebaya. Serangkaian acara telah dihelat oleh Kongres Wanita Indonesia (Kowani) untuk memeriahkan Hari Kebaya Nasional di Istora Senayan Jakarta.
Kebaya sendiri merupakan pakaian yang identik dengan perempuan Indonesia. Berdasarkan sejarahnya, kemunculan kebaya di Indonesia bermula sekitar abad ke-15 atau ke-16. Pakaian ini melambangkan kesederhanaan, keanggunan, kelembutan dan keteguhan perempuan Indonesia.
Melansir situs Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, Presiden Joko Widodo menetapkan tanggal 24 Juli sebagai hari Kebaya Nasional dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 29 Tahun 2024 tentang Hari Kebaya Nasional.
Dalam Keppres tersebut, terdapat sejumlah pertimbangan penetapan 24 Juli sebagai Hari Kebaya Nasional. Pertama, kebaya adalah perekat identitas nasional yang bersifat lintas etnis dan berkembang menjadi aset budaya yang berharga sehingga perlu dijaga dan dilestarikan keberadaannya.
Lalu, kebaya telah berkembang menjadi busana yang digunakan dalam berbagai kegiatan baik yang berskala nasional maupun internasional. Terakhir, penetapan Hari Kebaya Nasional di tanggal 24 Juli yakni karena terdapat nilai sejarah.
BACA JUGA
Hal ini mengacu pada Kongres Wanita Indonesia ke-10 yang dihadiri oleh Presiden Soekarno dinyatakan bahwa revolusi Indonesia tidak dapat berjalan tanpa keterlibatan perempuan yang hadir dengan memakai kain kebaya pada kongres tersebut.
Namun catatan sejarah soal kebaya tidak hanya dimulai dari kongres itu saja. Dalam Jurnal Atrat, kata kebaya berasal dari bahasa Arab, Tiongkok, dan Portugis. Sejarah mencatat, kebaya berasal dari bahasa Arab, Abaya artinya pakaian labuh yang mempunyai belahan depan.
Seorang sejarawan yang mempelajari budaya Jawa Denys Lombard, menyebut kata kebaya berasal dari bahasa Arab Kaba’ yang berarti pakaian.
Selain itu, kebaya juga dipopulerkan lewat bahasa Portugis saat mereka berlabuh di wilayah Asia Tenggara. Pada masa itu, kebaya merujuk pada atasan atau blouse yang digunakan wanita Indonesia antara abad ke-15 dan 16 masehi.
Masih dalam Jurnal Atrat, pada abad ke-19, semua kelas sosial dari perempuan jawa maupun peranakan Belanda menjadikan kebaya sebagai pakaian sehari-hari. Bahkan, kebaya sempat menjadi pakaian wajib perempuan Belanda yang hilir mudik ke wilayah Hindia.
Pada saat itu, kain dasar kebaya hanya memakai bahan tenunan mori dan berkembang menggunakan sutera dengan sarung dan kaus bermanik atau disebut “kasut manek” hingga mengalami pembaruan.
Menurut Jurnal Senirupa Warna, pada masa penjajahan dan berkobarnya nasionalisme, perempuan Jawa memakai kebaya sebagai simbol perlawanan terhadap kolonial. Saat itu, penggunaan kebaya dianggap rendah dan identik dengan pribumi.
Sementara perempuan Belanda mengenakan pakaian barat sebagai penanda status orang Eropa. Menjelang kemerdekaan, kebaya bertransformasi menjadi tanda nasionalisme dan perjuangan.
Nilai dan status kebaya kembali naik dan dijadikan sebagai pakaian di acara resmi maupun kenegaraan.
Jurnal Senirupa Warna pun mencatat, di masa orde lama, pemerintah Soekarno menjadikan kebaya sebagai busana nasional. Hal ini berawal saat Indonesia yang baru saja merdeka sedang mencari identitas budaya nasional.
Selain itu, kebaya jadi alat perlawanan orang Indonesia terhadap budaya barat yang berpotensi menghilangkan budaya asli Indonesia.
Pada masa order baru di bawah pemerintahan Soeharto, kebaya digunakan sebagai bentuk pembredelan kebebasan perempuan melalui konsep ibuisme.
Melansir The Conversation, ibuisme mengasosiasikan perempuan ke dalam narasi melayani suami, keluarga, kelompok, dan negara. Tujuannya sebagai bentuk pemisahan dan penghapusan peran politik pada perempuan.
Selain itu, fungsi kebaya dipersempit melalui kelompok Dharma Wanita dan PKK, serta model dan pemakaian kebaya pada acara-acara resmi mulai dipakemkan.
Saat ini, seperti yang ditulis dalam Jurnal Seni & Reka Rancang, kebaya mengalami perkembangan fungsi dan desain.
Dulu, kebaya hanya dipakai dalam aktivitas harian dengan aturan pakem yang bersifat sakral. Kini, kebaya telah menjadi bagian dari fesyen yang digunakan untuk mengekspresikan identitas diri.
Berkembangnya kebaya juga terjadi pada bentuk modifikasi seperti modifikasi pada bentuk kerah untuk menampilkan kelebihan bentuk badan pemakainya, dan modifikasi pada bentuk lengan untuk menampilkan kesan yang lebih modern.
Selain itu, kebaya didesain dengan siluet yang lebih longgar dan menutup aurat untuk kebaya muslim.
Kontributor: Fadlan Priatna
POPULAR
RELATED ARTICLES