Share

Home Stories

Stories 22 Juli 2024

Pengangguran Picu Gelombang Demonstrasi dan Kerusuhan di Bangladesh

Angka pengangguran yang tinggi akibat minimnya partisipasi pendidikan menjadi salah satu penyebab kerusuhan di Bangladesh

Bangladesh Protest/ KVUE

Context.id, JAKARTA - Republik Rakyat Bangladesh tengah berkecamuk seiring protes di berbagai penjuru negeri. Situasi di Dhaka, Ibu Kota Bangladesh masih mencekam usai gelombang demonstrasi dibalas oleh aksi kekerasan dari aparat setempat dan aktivis Liga Chatra Bangladesh, kelompok mahasiswa partai Liga Awami pimpinan Perdana Menteri Sheikh Hasina. 

Aksi demonstrasi yang mayoritas dilakukan oleh mahasiswa ini dimulai pada awal bulan Juni. Demonstrasi ini dipicu saat Pengadilan Tinggi Bangladesh memberlakukan sistem kuota untuk pekerjaan di sektor pemerintah atau setara dengan Pegawai Negeri Sipil (PNS). 

Sistem kuota ini memberikan jatah sekitar 30% dari 56% kuota PNS di Bangladesh untuk anak dan cucu dari keluarga veteran perang kemerdekaan dari Pakistan di tahun 1971. 

Melansir Al Jazeera, kebijakan sistem kuota ini terbagi menjadi beberapa kelompok dengan jumlah kuota yang bervariasi. Kelompok yang berasal dari kalangan berprestasi atau mempunyai kemampuan untuk bekerja di pemerintahan mendapat kuota sebesar 44%. 

Kuota untuk kelompok dari daerah tertinggal dan kelompok perempuan sama-sama mendapat jatah kuota 10%. Sementara itu,  kuota 5% diberikan kepada kelompok minoritas dan sisa satu persennya dijatah kepada kelompok disabilitas. 



Sebenarnya, kebijakan ini sudah dihapus di bawah pemerintahan Perdana Menteri Sheikh Hasina pada 2018. Akan tetapi, Pengadilan Tinggi Bangladesh membatalkan penghapusan pada Juni 2024 dengan menggarong total kuota sebesar 56%. 

Putusan Pengadilan Tinggi itu akhirnya memicu aksi demonstrasi besar-besaran dimulai dari sederet kampus di Ibu Kota Dhaka. Mahasiswa khawatir kuota 30% hanya akan menguntungkan pendukung partai Liga Awami. 

Saat ini angka pengangguran di Bangladesh sangat tinggi dengan hampir satu per lima dari jumlah populasi tidak sekolah atau bekerja. Sekitar 40% warga Bangladesh berusia 15–24 tahun tidak bekerja, belajar, atau mengikuti pelatihan pada tahun lalu. 

Beberapa analis juga menyebut bahwa demonstrasi ini merupakan puncak kemarahan kolektif akibat kondisi ekonomi yang sulit, termasuk inflasi yang tinggi dan menipisnya cadangan devisa. 

Kabar terbaru, Mahkamah Agung Bangladesh akhirnya menghapuskan sebagian besar kuota dan mengatakan bahwa 93% sektor pekerjaan di pemerintahaan berdasarkan prestasi atau kemampuan. 

Namun, seperti yang ditulis Al Jazeera, kelompok demonstran akan melanjutkan protes menuntut pembebasan demonstran yang ditahan dan pengunduran diri Menteri Dalam Negeri Asaduzzaman Khan yang disinyalir bertanggung jawab atas jatuhnya korban jiwa. 

Sampai Sabtu (20/7/2024) kemarin, jumlah korban jiwa akibat rentetan demonstrasi ini mencapai 75 orang. Hal itu membuat otoritas pemerintahan memberlakukan jam malam dan mengerahkan pasukan ke berbagai wilayah pada Jumat (19/7/2024). Selain itu, pemblokiran internet dan jaringan broadband telah dilakukan di penjuru Bangladesh. 

Kontributor: Fadlan Priatna



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 22 Juli 2024

Pengangguran Picu Gelombang Demonstrasi dan Kerusuhan di Bangladesh

Angka pengangguran yang tinggi akibat minimnya partisipasi pendidikan menjadi salah satu penyebab kerusuhan di Bangladesh

Bangladesh Protest/ KVUE

Context.id, JAKARTA - Republik Rakyat Bangladesh tengah berkecamuk seiring protes di berbagai penjuru negeri. Situasi di Dhaka, Ibu Kota Bangladesh masih mencekam usai gelombang demonstrasi dibalas oleh aksi kekerasan dari aparat setempat dan aktivis Liga Chatra Bangladesh, kelompok mahasiswa partai Liga Awami pimpinan Perdana Menteri Sheikh Hasina. 

Aksi demonstrasi yang mayoritas dilakukan oleh mahasiswa ini dimulai pada awal bulan Juni. Demonstrasi ini dipicu saat Pengadilan Tinggi Bangladesh memberlakukan sistem kuota untuk pekerjaan di sektor pemerintah atau setara dengan Pegawai Negeri Sipil (PNS). 

Sistem kuota ini memberikan jatah sekitar 30% dari 56% kuota PNS di Bangladesh untuk anak dan cucu dari keluarga veteran perang kemerdekaan dari Pakistan di tahun 1971. 

Melansir Al Jazeera, kebijakan sistem kuota ini terbagi menjadi beberapa kelompok dengan jumlah kuota yang bervariasi. Kelompok yang berasal dari kalangan berprestasi atau mempunyai kemampuan untuk bekerja di pemerintahan mendapat kuota sebesar 44%. 

Kuota untuk kelompok dari daerah tertinggal dan kelompok perempuan sama-sama mendapat jatah kuota 10%. Sementara itu,  kuota 5% diberikan kepada kelompok minoritas dan sisa satu persennya dijatah kepada kelompok disabilitas. 



Sebenarnya, kebijakan ini sudah dihapus di bawah pemerintahan Perdana Menteri Sheikh Hasina pada 2018. Akan tetapi, Pengadilan Tinggi Bangladesh membatalkan penghapusan pada Juni 2024 dengan menggarong total kuota sebesar 56%. 

Putusan Pengadilan Tinggi itu akhirnya memicu aksi demonstrasi besar-besaran dimulai dari sederet kampus di Ibu Kota Dhaka. Mahasiswa khawatir kuota 30% hanya akan menguntungkan pendukung partai Liga Awami. 

Saat ini angka pengangguran di Bangladesh sangat tinggi dengan hampir satu per lima dari jumlah populasi tidak sekolah atau bekerja. Sekitar 40% warga Bangladesh berusia 15–24 tahun tidak bekerja, belajar, atau mengikuti pelatihan pada tahun lalu. 

Beberapa analis juga menyebut bahwa demonstrasi ini merupakan puncak kemarahan kolektif akibat kondisi ekonomi yang sulit, termasuk inflasi yang tinggi dan menipisnya cadangan devisa. 

Kabar terbaru, Mahkamah Agung Bangladesh akhirnya menghapuskan sebagian besar kuota dan mengatakan bahwa 93% sektor pekerjaan di pemerintahaan berdasarkan prestasi atau kemampuan. 

Namun, seperti yang ditulis Al Jazeera, kelompok demonstran akan melanjutkan protes menuntut pembebasan demonstran yang ditahan dan pengunduran diri Menteri Dalam Negeri Asaduzzaman Khan yang disinyalir bertanggung jawab atas jatuhnya korban jiwa. 

Sampai Sabtu (20/7/2024) kemarin, jumlah korban jiwa akibat rentetan demonstrasi ini mencapai 75 orang. Hal itu membuat otoritas pemerintahan memberlakukan jam malam dan mengerahkan pasukan ke berbagai wilayah pada Jumat (19/7/2024). Selain itu, pemblokiran internet dan jaringan broadband telah dilakukan di penjuru Bangladesh. 

Kontributor: Fadlan Priatna



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Di Tengah Ketidakpastian Global, Emas Justru Terus Mengkilap

Meskipun secara historis dianggap sebagai aset lindung nilai paling aman, emas kerap ikut tertekan ketika terjadi aksi jual besar-besaran di pasar ...

Jessica Gabriela Soehandoko . 13 October 2025

China Terus Mencoba Menyaingi Teknologi Cip AS

China terus memperkuat industri cipnya untuk menghadapi tekanan dari Amerika Serikat yang memboikot pengiriman cip ke Negeri Tirai Bambu itu

Renita Sukma . 06 October 2025

Sushila Karki, Perdana Menteri Perempuan Pertama di Nepal

Setelah meredanya gelombang protes di Nepal, Sushila Karki ditunjuk sebagai Perdana Menteri Sementara dan disebut menandakan tumbuhnya kepercayaan ...

Renita Sukma . 16 September 2025

Komisi PBB Klaim Israel Lakukan Genosida di Gaza

Komisi PBB melaporkan Israel melakukan genosida terhadap warga Palestina di Jalur Gaza dan mendorong masyarakat internasional untuk menghukum piha ...

Renita Sukma . 16 September 2025