Ketika Volvo Terdesak Mobil Listrik China
Kebijakan tarif tak cukup kuat membendung banjir mobil listrik dari China di seluruh dunia
Context.id, JAKARTA - Produsen otomotif asal Swedia, Volvo, terpaksa memangkas perkiraan penjualan selama setahun ini.
Penyebabnya adalah pasar kendaraan di Eropa kebanjiran mobil listrik buatan China. Volvo menuding kebijakan tarif yang ditetapkan oleh Eropa, tidak cukup kuat melindungi pangsa pasarnya sehingga mengalihkan produksinya ke Belgia.
Mengutip Reuters, Kamis (18/7/2024), meskipun melaporkan hasil kuartal kedua yang lebih baik dari perkiraan, menurunkan perkiraan pertumbuhan penjualan tahun ini menjadi 12%-15% dari 15%.
“Ini benar-benar didorong oleh tariff. Ini masalah jangka pendek bagi kami, tapi ini adalah masalah dan kami harus mengatasinya,” kata CEO Volvo, Jim Rowan.
Dia mengatakan, meskipun Volvo masih mengharapkan pertumbuhan sebesar 15%, namun kini mereka memberikan kisaran pertumbuhan yang lebih rendah mengingat terjadi ketidakpastian pasar.
BACA JUGA
“Kami ingin memberikan dasar bagi pasar untuk mengatakan bahwa kami masih akan tumbuh tetapi ada beberapa hambatan,” katanya.
Awal bulan ini, Uni Eropa mengumumkan tarif sementara hingga 37,6% pada impor kendaraan listrik buatan China, dengan mengatakan bahwa para produsen dari Negeri Panda itu mendapat manfaat dari subsidi yang tidak adil. Tudingan ini sudah dibantah oleh Beijing.
Saham Volvo mayoritas dimiliki oleh Geely dari China, dan menghadapi tarif 19,9% untuk produk mobil listrik EX30.
Rowan mengatakan produsen mobil Swedia menghadapi tarif minimal enam bulan sampai mereka memindahkan produksi EX30 ke Belgia, yang diperkirakan akan dimulai awal tahun depan.
Volvo mengatakan peningkatan besar produksi EX30 di pabriknya di Ghent diperkirakan terjadi pada paruh kedua 2025.
Analis Bernstein mengatakan dalam sebuah catatan bahwa perubahan perkiraan penjualan ini masuk akal mengingat situasi makroekonomi terkini.
Produsen mobil besar telah melihat melambatnya permintaan kendaraan listrik, sebagian didorong oleh kurangnya model yang terjangkau dan lambatnya peluncuran titik pengisian daya.
“Kami akan terus berinvestasi pada jajaran produk ini dan mobil-mobil ini akan menjadi jembatan yang kokoh bagi pelanggan kami yang belum siap untuk beralih ke elektrifikasi penuh,” kata Rowan.
RELATED ARTICLES
Ketika Volvo Terdesak Mobil Listrik China
Kebijakan tarif tak cukup kuat membendung banjir mobil listrik dari China di seluruh dunia
Context.id, JAKARTA - Produsen otomotif asal Swedia, Volvo, terpaksa memangkas perkiraan penjualan selama setahun ini.
Penyebabnya adalah pasar kendaraan di Eropa kebanjiran mobil listrik buatan China. Volvo menuding kebijakan tarif yang ditetapkan oleh Eropa, tidak cukup kuat melindungi pangsa pasarnya sehingga mengalihkan produksinya ke Belgia.
Mengutip Reuters, Kamis (18/7/2024), meskipun melaporkan hasil kuartal kedua yang lebih baik dari perkiraan, menurunkan perkiraan pertumbuhan penjualan tahun ini menjadi 12%-15% dari 15%.
“Ini benar-benar didorong oleh tariff. Ini masalah jangka pendek bagi kami, tapi ini adalah masalah dan kami harus mengatasinya,” kata CEO Volvo, Jim Rowan.
Dia mengatakan, meskipun Volvo masih mengharapkan pertumbuhan sebesar 15%, namun kini mereka memberikan kisaran pertumbuhan yang lebih rendah mengingat terjadi ketidakpastian pasar.
BACA JUGA
“Kami ingin memberikan dasar bagi pasar untuk mengatakan bahwa kami masih akan tumbuh tetapi ada beberapa hambatan,” katanya.
Awal bulan ini, Uni Eropa mengumumkan tarif sementara hingga 37,6% pada impor kendaraan listrik buatan China, dengan mengatakan bahwa para produsen dari Negeri Panda itu mendapat manfaat dari subsidi yang tidak adil. Tudingan ini sudah dibantah oleh Beijing.
Saham Volvo mayoritas dimiliki oleh Geely dari China, dan menghadapi tarif 19,9% untuk produk mobil listrik EX30.
Rowan mengatakan produsen mobil Swedia menghadapi tarif minimal enam bulan sampai mereka memindahkan produksi EX30 ke Belgia, yang diperkirakan akan dimulai awal tahun depan.
Volvo mengatakan peningkatan besar produksi EX30 di pabriknya di Ghent diperkirakan terjadi pada paruh kedua 2025.
Analis Bernstein mengatakan dalam sebuah catatan bahwa perubahan perkiraan penjualan ini masuk akal mengingat situasi makroekonomi terkini.
Produsen mobil besar telah melihat melambatnya permintaan kendaraan listrik, sebagian didorong oleh kurangnya model yang terjangkau dan lambatnya peluncuran titik pengisian daya.
“Kami akan terus berinvestasi pada jajaran produk ini dan mobil-mobil ini akan menjadi jembatan yang kokoh bagi pelanggan kami yang belum siap untuk beralih ke elektrifikasi penuh,” kata Rowan.
POPULAR
RELATED ARTICLES