Skema Penyediaan Perumahaan Rakyat di Berbagai Negara
Beberapa negara memiliki strategi penyediaan perumahan bagi rakyatnya
Context.id, JAKARTA - Saat ini isu kewajiban bagi pekerja dan pengusaha untuk menyisihkan pendapatan guna mengikuti Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) mengemuka.
Pasalnya, secara keseluruhan pekerja harus menyisihkan 3% dari pendapatannya untuk ditabung pada Tapera. Tak pelak lagi, kebijakan ini mendapatkan tentangan dari berbagai pihak, mulai dari pekerja hingga pengusaha.
Kebijakan tersebut sejatinya merupakan upaya pemerintah untuk menyediakan perumahan publik.
Berbicara mengenai perumahan, kita akan mengenal istilah public housing yakni perumahan bagi masyarakat yang biasanya berupa rumah susun.
Beberapa negara di luar Indonesia, memiliki strategi penyediaan perumahan rakyat yang menarik untuk disimak lebih lanjut, di antaranya berikut ini
BACA JUGA
Hong Kong
Sejak kisaran 1930, Hong Kong menghadapi migrasi pengungsi besar-besaran dari daratan utama China dan menyebabkan kekurangan suplai rumah yang sangat besar. Dampaknya, permukiman kumuh tumbuh dengan cepat.
Pemerintah Hong Kong yang ketika itu masih berada di bawah adminsitras Inggirs pada1935 sudah berencana membangun rumah murah secara masif untuk memenuhi kebutuhan rumah tersebut.
Namun dikarenakan adanya guncangan ekonomi, rencana tersebut tidak terlaksana.
Akan tetapi, momentum perubahan datang saat terjadinya kebakaran besar di kawasan permukiman padat Shep Kip Mei pada 1953 dan menyebabkan 50.000 keluarga mendadak kehilangan rumah.
Pemerintah Hong Kong kemudian menangkap kejadian itu sebagai kesempatan untuk melakukan penataan dengan memperkenalkan konsep rumah susun yang kemudian dikenal sebagai istilah public housing.
Pada 1954, public housing pertama di kawasan Shep Kip Mei selesai dibangun dan siap dihuni. Sejak saat itu, pembangunan rumah susun di Hong Kong kemudian terus berkembang dengan pesat.
Singapura
Singapura mulai gencar membangun public housing pada 1960 dengan diawali oleh pembentukan Housing Development Board (HDB) yang dipayungi oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Singapura.
Badan ini berfokus pada penyediaan hunian terjangkau berupa public housing. Empat tahun setelah HDB berdiri, Singapura berhasil membangun 31.317 unit public housing bagi warganya.
Keberhasilan ini mendorong pemerintah untuk mengombinasikan penyediaan public housing tersebut dengan berbagai skema pembiayaan perumahan seperti home ownership scheme.
Bahkan kemudian pada 1968, Singapura kemudian mengizinkan pemanfaatan central provident fund (CPF) untuk pembayaran uang muka dan cicilan rumah selain untuk tabungan pensiun dan kesehatan.
Pada akhirnya, dengan berbagai skema dan fasilitas pembiayaan yang ditawarkan, membuat saat ini public housing menjadi rumah bagi 80% warga Singapura, dan 90% di antaranya berstatus pemilik.
Berkembangnya pasar public housing di Singapura juga menjadikan bunga cicilan kepemilikan juga sangat terjangkau, yaitu hanya sebesar 2,6%.
Hal ini akhirnya memicu kompetisi pasar rumah murah, bank komersial juga berlomba-lomba untuk menyediakan produk cicilan rumah dengan bunga setara HDB.
Berkembangnya pasar public housing di Singapura menjadikannya sebagai alat kontrol politik, ekonomi, dan sosial yang besar oleh pemerintah.
Korea Selatan
Korea Selatan memulai mengembangkan public housing sedikit terlambat di bandingkan dua negara sebelumnya, yakni pada 1988. Hal itu bertepatan dengan persiapan olimpiade di Seoul.
Pada saat itu, pembangunan public housing dilaksanakan sebagai bagian dari penanganan permukiman kumuh yang dianggap dapat mencoreng citra Korea Selatan di mata dunia.
Pada awalnya, pemerintah juga membangun di atas lahan-lahan milik pemerintah.
Untuk mengatasi keterbatasan lahan dan pendanaan serta permintaan yang semakin besar, pada 1990 pemerintah melalui Korea Housing Authority kemudian mendorong penyediaan public housing melalui pihak swasta dengan memberikan berbagi insentif.
Selain itu, pemerintah juga membeli apartemen-apartemen tua dan melakukan renovasi untuk kemudian disewakan atau dijual kepada masyarakat berpendapatan rendah.
Model pembangunan tersebut berlangsung hingga saat ini.
RELATED ARTICLES
Skema Penyediaan Perumahaan Rakyat di Berbagai Negara
Beberapa negara memiliki strategi penyediaan perumahan bagi rakyatnya
Context.id, JAKARTA - Saat ini isu kewajiban bagi pekerja dan pengusaha untuk menyisihkan pendapatan guna mengikuti Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) mengemuka.
Pasalnya, secara keseluruhan pekerja harus menyisihkan 3% dari pendapatannya untuk ditabung pada Tapera. Tak pelak lagi, kebijakan ini mendapatkan tentangan dari berbagai pihak, mulai dari pekerja hingga pengusaha.
Kebijakan tersebut sejatinya merupakan upaya pemerintah untuk menyediakan perumahan publik.
Berbicara mengenai perumahan, kita akan mengenal istilah public housing yakni perumahan bagi masyarakat yang biasanya berupa rumah susun.
Beberapa negara di luar Indonesia, memiliki strategi penyediaan perumahan rakyat yang menarik untuk disimak lebih lanjut, di antaranya berikut ini
BACA JUGA
Hong Kong
Sejak kisaran 1930, Hong Kong menghadapi migrasi pengungsi besar-besaran dari daratan utama China dan menyebabkan kekurangan suplai rumah yang sangat besar. Dampaknya, permukiman kumuh tumbuh dengan cepat.
Pemerintah Hong Kong yang ketika itu masih berada di bawah adminsitras Inggirs pada1935 sudah berencana membangun rumah murah secara masif untuk memenuhi kebutuhan rumah tersebut.
Namun dikarenakan adanya guncangan ekonomi, rencana tersebut tidak terlaksana.
Akan tetapi, momentum perubahan datang saat terjadinya kebakaran besar di kawasan permukiman padat Shep Kip Mei pada 1953 dan menyebabkan 50.000 keluarga mendadak kehilangan rumah.
Pemerintah Hong Kong kemudian menangkap kejadian itu sebagai kesempatan untuk melakukan penataan dengan memperkenalkan konsep rumah susun yang kemudian dikenal sebagai istilah public housing.
Pada 1954, public housing pertama di kawasan Shep Kip Mei selesai dibangun dan siap dihuni. Sejak saat itu, pembangunan rumah susun di Hong Kong kemudian terus berkembang dengan pesat.
Singapura
Singapura mulai gencar membangun public housing pada 1960 dengan diawali oleh pembentukan Housing Development Board (HDB) yang dipayungi oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Singapura.
Badan ini berfokus pada penyediaan hunian terjangkau berupa public housing. Empat tahun setelah HDB berdiri, Singapura berhasil membangun 31.317 unit public housing bagi warganya.
Keberhasilan ini mendorong pemerintah untuk mengombinasikan penyediaan public housing tersebut dengan berbagai skema pembiayaan perumahan seperti home ownership scheme.
Bahkan kemudian pada 1968, Singapura kemudian mengizinkan pemanfaatan central provident fund (CPF) untuk pembayaran uang muka dan cicilan rumah selain untuk tabungan pensiun dan kesehatan.
Pada akhirnya, dengan berbagai skema dan fasilitas pembiayaan yang ditawarkan, membuat saat ini public housing menjadi rumah bagi 80% warga Singapura, dan 90% di antaranya berstatus pemilik.
Berkembangnya pasar public housing di Singapura juga menjadikan bunga cicilan kepemilikan juga sangat terjangkau, yaitu hanya sebesar 2,6%.
Hal ini akhirnya memicu kompetisi pasar rumah murah, bank komersial juga berlomba-lomba untuk menyediakan produk cicilan rumah dengan bunga setara HDB.
Berkembangnya pasar public housing di Singapura menjadikannya sebagai alat kontrol politik, ekonomi, dan sosial yang besar oleh pemerintah.
Korea Selatan
Korea Selatan memulai mengembangkan public housing sedikit terlambat di bandingkan dua negara sebelumnya, yakni pada 1988. Hal itu bertepatan dengan persiapan olimpiade di Seoul.
Pada saat itu, pembangunan public housing dilaksanakan sebagai bagian dari penanganan permukiman kumuh yang dianggap dapat mencoreng citra Korea Selatan di mata dunia.
Pada awalnya, pemerintah juga membangun di atas lahan-lahan milik pemerintah.
Untuk mengatasi keterbatasan lahan dan pendanaan serta permintaan yang semakin besar, pada 1990 pemerintah melalui Korea Housing Authority kemudian mendorong penyediaan public housing melalui pihak swasta dengan memberikan berbagi insentif.
Selain itu, pemerintah juga membeli apartemen-apartemen tua dan melakukan renovasi untuk kemudian disewakan atau dijual kepada masyarakat berpendapatan rendah.
Model pembangunan tersebut berlangsung hingga saat ini.
POPULAR
RELATED ARTICLES