Polemik Beras Emas di Filipina, Aman atau Berbahaya?
Penggunaan beras emas, antara untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan bahaya rekayasa genetik
Context.id, JAKARTA - Penanaman tanaman rekayasa genetika (GM) Golden Rice atau beras emas di Filipina telah memicu perdebatan antara aktivis masyarakat sipil dengan ilmuwan dalam beberapa tahun terakhir
Pasalnya para ilmuwan memperingatkan bahwa keputusan pengadilan Filipina yang akan memblokir penggunaan beras emas dapat memicu bencana dan ribuan anak kehilangan nyawanya, seperti dikutip dari The Guardian, Rabu, (29/5).
Sebelumnya, kampanye Greenpeace dan para petani lokal bulan lalu telah menuntut pemerintah Filipina untuk segera membatalkan persetujuan dan mencabut izin penanaman beras emas.
Kelompok penentang berpendapat tanaman rekayasa genetika beras emas belum terbukti aman untuk dikonsumsi. Gugatan petani dan kelompok masyarakat sipil ini dikabulkan pengadilan.
“Ada masalah spesifik dengan beras emas. Petani yang membawa kasus ini bersama kami khawatir jika varietas mereka bercampur dengan beras rekayasa genetika yang dipatenkan,” ujar Kepala Greenpeace Filipina Wilhelmina Pelegrina.
BACA JUGA
Bahkan beras rekayasa genetika itu juga dapat menyabotase sertifikasi mereka mengurangi daya tarik pasar mereka dan mengancam mata pencaharian mereka, imbuh Pelegrina.
Tak hanya itu, Pelegrina juga menekankan mengandalkan sistem single-crop tanaman rekayasa genetika beras emas untuk mengurangi malnutrisi adalah sebuah masalah serius.
Soalnya menurut Pelegrina ada sebuah solusi yang lebih praktis untuk mengatasi kekurangan vitamin-A seperti program suplementasi makanan dan mendukung petani untuk menanam berbagai tanaman termasuk yang kaya vitamin.
Meskipun demikian, banyak ilmuwan yang menampik tanaman rekayasa genetika beras emas berbahaya, justru mereka berpendapat bahwa tanaman itu adalah penyelamat.
“Itu benar-benar bertentangan dengan sains, yang tidak menemukan bukti risiko apa pun yang terkait dengan beras emas dan akan mengakibatkan ribuan dan ribuan anak meninggal.” jelas Profesor Matin Qaim dari Universitas Bonn.
Anggota Dewan Kemanusiaan Golden Rice Project Adrian Dubock mengatakan penanaman beras emas tidak berbahaya dan tidak dilakukan untuk mengambil keuntungan apapun.
“Tidak ada yang mencoba mengendalikan apa yang ditanam petani atau mengendalikan apa yang dimakan orang. Itu dilakukan untuk menyelamatkan nyawa.” ujar Dubock.
Tak hanya itu, Ingo Potrykus dari Institut Ilmu Tanaman di Swiss juga mengatakan bahwa beras emas merupakan tanaman transgenik pertama yang dibuat hanya menguntungkan orang bukan perusahaan atau petani.
“Saya sangat khawatir dengan keputusan pengadilan Filipina, bukan hanya karena dampaknya terhadap pengambilan beras emas tetapi juga pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman transgenik lainnya,” kata Potrykus
Penulis: Candra Soemirat
RELATED ARTICLES
Polemik Beras Emas di Filipina, Aman atau Berbahaya?
Penggunaan beras emas, antara untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan bahaya rekayasa genetik
Context.id, JAKARTA - Penanaman tanaman rekayasa genetika (GM) Golden Rice atau beras emas di Filipina telah memicu perdebatan antara aktivis masyarakat sipil dengan ilmuwan dalam beberapa tahun terakhir
Pasalnya para ilmuwan memperingatkan bahwa keputusan pengadilan Filipina yang akan memblokir penggunaan beras emas dapat memicu bencana dan ribuan anak kehilangan nyawanya, seperti dikutip dari The Guardian, Rabu, (29/5).
Sebelumnya, kampanye Greenpeace dan para petani lokal bulan lalu telah menuntut pemerintah Filipina untuk segera membatalkan persetujuan dan mencabut izin penanaman beras emas.
Kelompok penentang berpendapat tanaman rekayasa genetika beras emas belum terbukti aman untuk dikonsumsi. Gugatan petani dan kelompok masyarakat sipil ini dikabulkan pengadilan.
“Ada masalah spesifik dengan beras emas. Petani yang membawa kasus ini bersama kami khawatir jika varietas mereka bercampur dengan beras rekayasa genetika yang dipatenkan,” ujar Kepala Greenpeace Filipina Wilhelmina Pelegrina.
BACA JUGA
Bahkan beras rekayasa genetika itu juga dapat menyabotase sertifikasi mereka mengurangi daya tarik pasar mereka dan mengancam mata pencaharian mereka, imbuh Pelegrina.
Tak hanya itu, Pelegrina juga menekankan mengandalkan sistem single-crop tanaman rekayasa genetika beras emas untuk mengurangi malnutrisi adalah sebuah masalah serius.
Soalnya menurut Pelegrina ada sebuah solusi yang lebih praktis untuk mengatasi kekurangan vitamin-A seperti program suplementasi makanan dan mendukung petani untuk menanam berbagai tanaman termasuk yang kaya vitamin.
Meskipun demikian, banyak ilmuwan yang menampik tanaman rekayasa genetika beras emas berbahaya, justru mereka berpendapat bahwa tanaman itu adalah penyelamat.
“Itu benar-benar bertentangan dengan sains, yang tidak menemukan bukti risiko apa pun yang terkait dengan beras emas dan akan mengakibatkan ribuan dan ribuan anak meninggal.” jelas Profesor Matin Qaim dari Universitas Bonn.
Anggota Dewan Kemanusiaan Golden Rice Project Adrian Dubock mengatakan penanaman beras emas tidak berbahaya dan tidak dilakukan untuk mengambil keuntungan apapun.
“Tidak ada yang mencoba mengendalikan apa yang ditanam petani atau mengendalikan apa yang dimakan orang. Itu dilakukan untuk menyelamatkan nyawa.” ujar Dubock.
Tak hanya itu, Ingo Potrykus dari Institut Ilmu Tanaman di Swiss juga mengatakan bahwa beras emas merupakan tanaman transgenik pertama yang dibuat hanya menguntungkan orang bukan perusahaan atau petani.
“Saya sangat khawatir dengan keputusan pengadilan Filipina, bukan hanya karena dampaknya terhadap pengambilan beras emas tetapi juga pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman transgenik lainnya,” kata Potrykus
Penulis: Candra Soemirat
POPULAR
RELATED ARTICLES