Share

Stories 30 Mei 2024

Polemik Beras Emas di Filipina, Aman atau Berbahaya?

Penggunaan beras emas, antara untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan bahaya rekayasa genetik

Ilustrasi beras emas GMO Filipina/ Rizki Alghazali

Context.id, JAKARTA - Penanaman tanaman rekayasa genetika (GM) Golden Rice atau beras emas di Filipina telah memicu perdebatan antara aktivis masyarakat sipil dengan ilmuwan dalam beberapa tahun terakhir

Pasalnya para ilmuwan memperingatkan bahwa keputusan pengadilan Filipina yang akan memblokir penggunaan beras emas dapat memicu bencana dan ribuan anak kehilangan nyawanya, seperti dikutip dari The Guardian, Rabu, (29/5).

Sebelumnya, kampanye Greenpeace dan para petani lokal bulan lalu telah menuntut pemerintah Filipina untuk segera membatalkan persetujuan dan mencabut izin penanaman beras emas.

Kelompok penentang berpendapat tanaman rekayasa genetika beras emas belum terbukti aman untuk dikonsumsi. Gugatan petani dan kelompok masyarakat sipil ini dikabulkan pengadilan.

“Ada masalah spesifik dengan beras emas. Petani yang membawa kasus ini bersama kami khawatir jika varietas mereka bercampur dengan beras rekayasa genetika yang dipatenkan,” ujar Kepala Greenpeace Filipina Wilhelmina Pelegrina.



Bahkan beras rekayasa genetika itu juga dapat menyabotase sertifikasi mereka mengurangi daya tarik pasar mereka dan mengancam mata pencaharian mereka, imbuh Pelegrina.

Tak hanya itu, Pelegrina juga menekankan mengandalkan sistem single-crop tanaman rekayasa genetika beras emas untuk mengurangi malnutrisi adalah sebuah masalah serius. 

Soalnya menurut Pelegrina ada sebuah solusi yang lebih praktis untuk mengatasi kekurangan vitamin-A seperti program suplementasi makanan dan mendukung petani untuk menanam berbagai tanaman termasuk yang kaya vitamin.

Meskipun demikian, banyak ilmuwan yang menampik tanaman rekayasa genetika beras emas berbahaya, justru mereka berpendapat bahwa tanaman itu adalah penyelamat.

“Itu benar-benar bertentangan dengan sains, yang tidak menemukan bukti risiko apa pun yang terkait dengan beras emas dan akan mengakibatkan ribuan dan ribuan anak meninggal.” jelas Profesor Matin Qaim dari Universitas Bonn.

Anggota Dewan Kemanusiaan Golden Rice Project Adrian Dubock mengatakan penanaman beras emas tidak berbahaya dan tidak dilakukan untuk mengambil keuntungan apapun.

“Tidak ada yang mencoba mengendalikan apa yang ditanam petani atau mengendalikan apa yang dimakan orang. Itu dilakukan untuk menyelamatkan nyawa.” ujar Dubock.

Tak hanya itu, Ingo Potrykus dari Institut Ilmu Tanaman di Swiss juga mengatakan bahwa beras emas merupakan tanaman transgenik pertama yang dibuat hanya menguntungkan orang bukan perusahaan atau petani.

“Saya sangat khawatir dengan keputusan pengadilan Filipina, bukan hanya karena dampaknya terhadap pengambilan beras emas tetapi juga pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman transgenik lainnya,” kata Potrykus

Penulis: Candra Soemirat



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 30 Mei 2024

Polemik Beras Emas di Filipina, Aman atau Berbahaya?

Penggunaan beras emas, antara untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan bahaya rekayasa genetik

Ilustrasi beras emas GMO Filipina/ Rizki Alghazali

Context.id, JAKARTA - Penanaman tanaman rekayasa genetika (GM) Golden Rice atau beras emas di Filipina telah memicu perdebatan antara aktivis masyarakat sipil dengan ilmuwan dalam beberapa tahun terakhir

Pasalnya para ilmuwan memperingatkan bahwa keputusan pengadilan Filipina yang akan memblokir penggunaan beras emas dapat memicu bencana dan ribuan anak kehilangan nyawanya, seperti dikutip dari The Guardian, Rabu, (29/5).

Sebelumnya, kampanye Greenpeace dan para petani lokal bulan lalu telah menuntut pemerintah Filipina untuk segera membatalkan persetujuan dan mencabut izin penanaman beras emas.

Kelompok penentang berpendapat tanaman rekayasa genetika beras emas belum terbukti aman untuk dikonsumsi. Gugatan petani dan kelompok masyarakat sipil ini dikabulkan pengadilan.

“Ada masalah spesifik dengan beras emas. Petani yang membawa kasus ini bersama kami khawatir jika varietas mereka bercampur dengan beras rekayasa genetika yang dipatenkan,” ujar Kepala Greenpeace Filipina Wilhelmina Pelegrina.



Bahkan beras rekayasa genetika itu juga dapat menyabotase sertifikasi mereka mengurangi daya tarik pasar mereka dan mengancam mata pencaharian mereka, imbuh Pelegrina.

Tak hanya itu, Pelegrina juga menekankan mengandalkan sistem single-crop tanaman rekayasa genetika beras emas untuk mengurangi malnutrisi adalah sebuah masalah serius. 

Soalnya menurut Pelegrina ada sebuah solusi yang lebih praktis untuk mengatasi kekurangan vitamin-A seperti program suplementasi makanan dan mendukung petani untuk menanam berbagai tanaman termasuk yang kaya vitamin.

Meskipun demikian, banyak ilmuwan yang menampik tanaman rekayasa genetika beras emas berbahaya, justru mereka berpendapat bahwa tanaman itu adalah penyelamat.

“Itu benar-benar bertentangan dengan sains, yang tidak menemukan bukti risiko apa pun yang terkait dengan beras emas dan akan mengakibatkan ribuan dan ribuan anak meninggal.” jelas Profesor Matin Qaim dari Universitas Bonn.

Anggota Dewan Kemanusiaan Golden Rice Project Adrian Dubock mengatakan penanaman beras emas tidak berbahaya dan tidak dilakukan untuk mengambil keuntungan apapun.

“Tidak ada yang mencoba mengendalikan apa yang ditanam petani atau mengendalikan apa yang dimakan orang. Itu dilakukan untuk menyelamatkan nyawa.” ujar Dubock.

Tak hanya itu, Ingo Potrykus dari Institut Ilmu Tanaman di Swiss juga mengatakan bahwa beras emas merupakan tanaman transgenik pertama yang dibuat hanya menguntungkan orang bukan perusahaan atau petani.

“Saya sangat khawatir dengan keputusan pengadilan Filipina, bukan hanya karena dampaknya terhadap pengambilan beras emas tetapi juga pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman transgenik lainnya,” kata Potrykus

Penulis: Candra Soemirat



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Inovasi Kesehatan Mental: Mengobati Depresi Melalui Aplikasi Digital

Aplikasi Rejoyn menawarkan solusi inovatif untuk mengobati depresi dengan latihan emosional yang \"mereset \" sirkuit otak

Context.id . 30 October 2024

Lewat Pertukaran Pelajar, Hubungan Indonesia-Kazakhstan Makin Erat

Hubungan Indonesia-Kazakhstan semakin erat melalui acara \"Kazakhstan-Indonesia Friendship Society\" dan program pertukaran pelajar untuk generasi ...

Helen Angelia . 30 October 2024

Jam Kerja Rendah Tapi Produktivitas Tinggi, Berkaca dari Jerman

Data OECD menunjukkan bmeskipun orang Jerman hanya bekerja rata-rata 1.340 jam per tahun, partisipasi perempuan yang tinggi dan regulasi bagus mem ...

Context.id . 29 October 2024

Konsep Adrenal Fatigue Hanyalah Mitos dan Bukan Diagnosis yang Sahih

Konsep adrenal fatigue adalah mitos tanpa dasar ilmiah dan bukan diagnosis medis sah yang hanyalah trik marketing dari pendengung

Context.id . 29 October 2024