Bukan Jualan Mobil, McLaren Justru Bertahan Hidup dari Balapan
Pabrikan ini juga membuat mobil terkencang di jalanan era 2000-an lewat McLaren F1
Context.id, JAKARTA - Kemenangan perdana pembalap muda McLaren F1 Team, Lando Norris pada seri Formula 1 GP Miami 2024 baru-baru ini, mencerminkan konsistensi McLaren sebagai salah satu jenama otomotif yang justru lebih sukses bertahan hidup dari balapan.
Terlebih, McLaren belum pernah menang lagi sejak F1 GP Italia musim 2021. Lando sendiri walaupun sering naik podium, tapi paling banter bertengger sebagai runner-up, belum pernah menduduki posisi puncak.
Oleh karena itu, nama besar McLaren sebagai tim non-pabrikan alias privateer tersukses di F1 seakan bangkit lagi berkat kemenangan Lando. Terlebih, momen itu pun langka, sebab berhasil memunculkan lagi kombinasi tim sekaligus pembalap asli Inggris di pucuk podium tertinggi F1 setelah sekian lama.
Di sisi lain, McLaren juga tercatat mulai moncer di segala kompetisi balapan yang diikutinya. Padahal, tim yang bermarkas di Woking ini telanjur berstatus medioker di berbagai bidang dalam kurun satu dekade terakhir, termasuk dalam persaingan bisnis penjualan mobil sport.
Pada ajang balap mobil listrik Formula E tahun ini misalnya, NEOM McLaren Formula E Team bersama Sam Bird memenangi balapan di seri Sao Paulo, Brazil. Adapun, di ajang mobil listrik off-road Extreme E, tim NEOM McLaren juga menduduki podium ke-2 di balapan pembuka di Jeddah, Arab Saudi.
BACA JUGA
Begitu juga di ajang IndyCar Series di Amerika Serikat (AS), tim Arrow McLaren bersama pembalap Pato O'Ward berhasil memenangi balapan pembuka di seri St. Petersburg.
Artinya, sebagai tim konstruktor sasis privat yang notabene mendapat tantangan dari sisi keterbatasan dana, nyatanya McLaren masih mampu bertahan tetap berada di baris depan.
Pasalnya, tim privateer untuk ikut balapan harus terlebih dahulu merogoh kocek dalam, mulai dari membeli lisensi mesin dari tim pabrikan, musti rajin riset dan gonta-ganti komponen agar kompetitif, dan tentunya harus cepat beradaptasi membangun sasis terbaik yang sesuai dengan mesin.
Tak heran, hanya segelintir tim privateer di ajang balap top yang mampu bertahan lama. Biasanya, tim-tim privateer mulai keok setelah ditinggal sponsor jumbo.
Kesulitan McLaren ditambah lagi dengan tantangan di bisnis penjualan mobil ritel. Bagi jenama indie seperti McLaren yang tidak punya dana pemasaran dan infrastruktur manufaktur jumbo seperti Porsche, Ferrari, atau Mercedes, penjualan mobil akan sangat berkaitan dengan prestasi di lintasan balap.
Apalagi mobil buatan McLaren bersaing di tipe Supercar dan Grand Tourer (GT). Gengsi di atas sirkuit sudah pasti menjadi kebanggan utama para fans dan konsumen.
Model bisnis itulah yang membuat McLaren akan terus menggantungkan hidupnya dari ajang balap sampai kapan pun.
Bangkit dari Keterpurukan
McLaren memang pernah beberapa kali merajai klasemen pembalap dan konstruktor ajang F1. Bahkan, menjadi satu dari tiga jenama otomotif yang bisa meraih predikat bergengsi Triple Crown of Motorsport alias memenangi tiga balapan legendaris, yaitu Monako GP, Indianapolis 500, dan 24 Hours of Le Mans.
Selain itu, pada saat merambah bisnis penjualan mobil, McLaren juga yang pertama kali membawa persaingan pasar Supercar ke tingkat yang lebih tinggi lewat penggunaan sasis karbon.
Pabrikan ini juga membuat mobil terkencang di jalanan era 2000-an lewat McLaren F1, walaupun tak disengaja, serta tercatat menjadi pionir pabrikan penjual jenis mobil Hibrida-Hypercar global lewat McLaren P1.
Tapi, semua itu hanya kebanggaan masa lalu. McLaren saat ini justru masih mencoba bangkit dari keterpurukan.
Terutama akibat pandemi Covid-19, McLaren sempat melakukan reorganisasi besar-besaran, menghentikan produksi, sampai menghentikan keikutsertaannya dalam beberapa ajang balap.
Terkhusus ajang F1 yang notabene memakan biaya operasional jumbo pun sama. McLaren tergolong tim medioker sejak era 2013. Berada di bawah bayang-bayang Mercedes, Red Bull, dan Ferrari.
Sebagai contoh, musim lalu McLaren berada pada posisi ke-4 dan hanya dipercaya mengantongi hadiah sekitar US$113 juta. Itu pun dengan perjuangan keras, karena mengawali musim 2023 secara buruk, walaupun mampu membalikkan keadaan lewat upgrade komponen signifikan pada akhir-akhir musim.
Beruntung, pemegang saham mayoritas McLaren sejak 2017, yakni sovereign wealth fund (SWF) asal Bahrain, Mumtalakat, terbilang sabar dan rajin menyuntik dana segar demi kelangsungan hidup McLaren.
Bahkan, pada akhir Maret 2024, Mumtalakat resmi memiliki McLaren Group Limited secara penuh, termasuk lini usaha bisnis balapan dan penjualan mobil McLaren di dalamnya.
Dalam pengumuman resmi, Direktur Eksekutif McLaren Group Paul Walsh menekankan bahwa komitmen Mumtalakat merupakan angin segar bagi kelangsungan bisnis McLaren di berbagai bidang.
"Struktur yang kuat ini akan mempermudah fokus kami dalam merealisasikan rencana bisnis jangka panjang, termasuk investasi pada produk dan teknologi terbaru, dan eksplorasi kerja sama teknis dengan beberapa pemain industri," ujarnya, dikutip dari laman resmi McLaren, Rabu (15/5/2024).
Sementara itu, CEO Mumtalakat Shaikh Abdulla bin Khalifa Al Khalifa menjelaskan komitmen ini merupakan cerminan bahwa pihaknya percaya dengan kapasitas inovasi dari McLaren.
"Ini merupakan bagian lanjutan dari proyeksi masa depan kami untuk membawa McLaren bertumbuh sebagai pemenang di bisnis mobil mewah sekaligus industri balap," ujarnya.
Penjualan Tumbuh
Dilansir dari laporan tahunan McLaren sepanjang 2023 dan kuartal I/2024, penjualan tahunan wholesales global tercatat stagnan di 2.137 unit, dari sebelumnya 2.188 unit sepanjang 2022.
Namun, terkhusus kuartal I/2024, penjualan sudah mencapai 796 unit atau naik dibandingkan kuartal I/2023 sebanyak 620 unit. Prestasi ini terutama ditopang pasar AS, seiring popularitas ajang F1 dan IndyCar yang mulai naik.
Laporan menyebut tipe Supercar McLaren 750S Coupe dan Spider tengah menjadi andalan di pasar AS. Bahkan, pesanan tipe 750S secara umum sudah sold out sampai 2025.
Adapun, tipe GTS yang merupakan varian termurah paling anyar, dan Artura Spider yang meluncur pada awal tahun ini, juga diklam mendapat respon positif dari konsumen.
McLaren juga menambah jaringan ritel anyar di 8 negara sepanjang 2023, termasuk China, Australia, Jepang, dan showroom raksasa di Dubai.
Capaian ini turut membawa pendapatan McLaren Group secara umum mencapai GB£205 juta atau sekitar Rp4,15 triliun pada kuartal I/2024, naik 52% dibandingkan kuartal I/2023 di level GB£135 juta.
Bahkan, pendapatan itu hampir separuh dari capaian FY 2023 senilai GB£466 juta atau sekitar Rp9,44 triliun, walaupun masih jauh dari prestasi FY 2022 senilai GB£628 juta.
Alhasil, EBITDA pada kuartal I/2024 positif sebesar GB£3 juta atau sekitar Rp60,8 miliar, dan untuk pertama kalinya menghijau sejak dua tahun lalu.
Pada akhirnya, setelah kemenangan Lando di F1 GP Miami 2024, momentum McLaren bangkit pun semakin terbuka. Baik di dunia balap, maupun dalam lanskap industri otomotif, McLaren serius mempertahankan brand-nya sebagai Sang Juara yang telah kembali.
RELATED ARTICLES
Bukan Jualan Mobil, McLaren Justru Bertahan Hidup dari Balapan
Pabrikan ini juga membuat mobil terkencang di jalanan era 2000-an lewat McLaren F1
Context.id, JAKARTA - Kemenangan perdana pembalap muda McLaren F1 Team, Lando Norris pada seri Formula 1 GP Miami 2024 baru-baru ini, mencerminkan konsistensi McLaren sebagai salah satu jenama otomotif yang justru lebih sukses bertahan hidup dari balapan.
Terlebih, McLaren belum pernah menang lagi sejak F1 GP Italia musim 2021. Lando sendiri walaupun sering naik podium, tapi paling banter bertengger sebagai runner-up, belum pernah menduduki posisi puncak.
Oleh karena itu, nama besar McLaren sebagai tim non-pabrikan alias privateer tersukses di F1 seakan bangkit lagi berkat kemenangan Lando. Terlebih, momen itu pun langka, sebab berhasil memunculkan lagi kombinasi tim sekaligus pembalap asli Inggris di pucuk podium tertinggi F1 setelah sekian lama.
Di sisi lain, McLaren juga tercatat mulai moncer di segala kompetisi balapan yang diikutinya. Padahal, tim yang bermarkas di Woking ini telanjur berstatus medioker di berbagai bidang dalam kurun satu dekade terakhir, termasuk dalam persaingan bisnis penjualan mobil sport.
Pada ajang balap mobil listrik Formula E tahun ini misalnya, NEOM McLaren Formula E Team bersama Sam Bird memenangi balapan di seri Sao Paulo, Brazil. Adapun, di ajang mobil listrik off-road Extreme E, tim NEOM McLaren juga menduduki podium ke-2 di balapan pembuka di Jeddah, Arab Saudi.
BACA JUGA
Begitu juga di ajang IndyCar Series di Amerika Serikat (AS), tim Arrow McLaren bersama pembalap Pato O'Ward berhasil memenangi balapan pembuka di seri St. Petersburg.
Artinya, sebagai tim konstruktor sasis privat yang notabene mendapat tantangan dari sisi keterbatasan dana, nyatanya McLaren masih mampu bertahan tetap berada di baris depan.
Pasalnya, tim privateer untuk ikut balapan harus terlebih dahulu merogoh kocek dalam, mulai dari membeli lisensi mesin dari tim pabrikan, musti rajin riset dan gonta-ganti komponen agar kompetitif, dan tentunya harus cepat beradaptasi membangun sasis terbaik yang sesuai dengan mesin.
Tak heran, hanya segelintir tim privateer di ajang balap top yang mampu bertahan lama. Biasanya, tim-tim privateer mulai keok setelah ditinggal sponsor jumbo.
Kesulitan McLaren ditambah lagi dengan tantangan di bisnis penjualan mobil ritel. Bagi jenama indie seperti McLaren yang tidak punya dana pemasaran dan infrastruktur manufaktur jumbo seperti Porsche, Ferrari, atau Mercedes, penjualan mobil akan sangat berkaitan dengan prestasi di lintasan balap.
Apalagi mobil buatan McLaren bersaing di tipe Supercar dan Grand Tourer (GT). Gengsi di atas sirkuit sudah pasti menjadi kebanggan utama para fans dan konsumen.
Model bisnis itulah yang membuat McLaren akan terus menggantungkan hidupnya dari ajang balap sampai kapan pun.
Bangkit dari Keterpurukan
McLaren memang pernah beberapa kali merajai klasemen pembalap dan konstruktor ajang F1. Bahkan, menjadi satu dari tiga jenama otomotif yang bisa meraih predikat bergengsi Triple Crown of Motorsport alias memenangi tiga balapan legendaris, yaitu Monako GP, Indianapolis 500, dan 24 Hours of Le Mans.
Selain itu, pada saat merambah bisnis penjualan mobil, McLaren juga yang pertama kali membawa persaingan pasar Supercar ke tingkat yang lebih tinggi lewat penggunaan sasis karbon.
Pabrikan ini juga membuat mobil terkencang di jalanan era 2000-an lewat McLaren F1, walaupun tak disengaja, serta tercatat menjadi pionir pabrikan penjual jenis mobil Hibrida-Hypercar global lewat McLaren P1.
Tapi, semua itu hanya kebanggaan masa lalu. McLaren saat ini justru masih mencoba bangkit dari keterpurukan.
Terutama akibat pandemi Covid-19, McLaren sempat melakukan reorganisasi besar-besaran, menghentikan produksi, sampai menghentikan keikutsertaannya dalam beberapa ajang balap.
Terkhusus ajang F1 yang notabene memakan biaya operasional jumbo pun sama. McLaren tergolong tim medioker sejak era 2013. Berada di bawah bayang-bayang Mercedes, Red Bull, dan Ferrari.
Sebagai contoh, musim lalu McLaren berada pada posisi ke-4 dan hanya dipercaya mengantongi hadiah sekitar US$113 juta. Itu pun dengan perjuangan keras, karena mengawali musim 2023 secara buruk, walaupun mampu membalikkan keadaan lewat upgrade komponen signifikan pada akhir-akhir musim.
Beruntung, pemegang saham mayoritas McLaren sejak 2017, yakni sovereign wealth fund (SWF) asal Bahrain, Mumtalakat, terbilang sabar dan rajin menyuntik dana segar demi kelangsungan hidup McLaren.
Bahkan, pada akhir Maret 2024, Mumtalakat resmi memiliki McLaren Group Limited secara penuh, termasuk lini usaha bisnis balapan dan penjualan mobil McLaren di dalamnya.
Dalam pengumuman resmi, Direktur Eksekutif McLaren Group Paul Walsh menekankan bahwa komitmen Mumtalakat merupakan angin segar bagi kelangsungan bisnis McLaren di berbagai bidang.
"Struktur yang kuat ini akan mempermudah fokus kami dalam merealisasikan rencana bisnis jangka panjang, termasuk investasi pada produk dan teknologi terbaru, dan eksplorasi kerja sama teknis dengan beberapa pemain industri," ujarnya, dikutip dari laman resmi McLaren, Rabu (15/5/2024).
Sementara itu, CEO Mumtalakat Shaikh Abdulla bin Khalifa Al Khalifa menjelaskan komitmen ini merupakan cerminan bahwa pihaknya percaya dengan kapasitas inovasi dari McLaren.
"Ini merupakan bagian lanjutan dari proyeksi masa depan kami untuk membawa McLaren bertumbuh sebagai pemenang di bisnis mobil mewah sekaligus industri balap," ujarnya.
Penjualan Tumbuh
Dilansir dari laporan tahunan McLaren sepanjang 2023 dan kuartal I/2024, penjualan tahunan wholesales global tercatat stagnan di 2.137 unit, dari sebelumnya 2.188 unit sepanjang 2022.
Namun, terkhusus kuartal I/2024, penjualan sudah mencapai 796 unit atau naik dibandingkan kuartal I/2023 sebanyak 620 unit. Prestasi ini terutama ditopang pasar AS, seiring popularitas ajang F1 dan IndyCar yang mulai naik.
Laporan menyebut tipe Supercar McLaren 750S Coupe dan Spider tengah menjadi andalan di pasar AS. Bahkan, pesanan tipe 750S secara umum sudah sold out sampai 2025.
Adapun, tipe GTS yang merupakan varian termurah paling anyar, dan Artura Spider yang meluncur pada awal tahun ini, juga diklam mendapat respon positif dari konsumen.
McLaren juga menambah jaringan ritel anyar di 8 negara sepanjang 2023, termasuk China, Australia, Jepang, dan showroom raksasa di Dubai.
Capaian ini turut membawa pendapatan McLaren Group secara umum mencapai GB£205 juta atau sekitar Rp4,15 triliun pada kuartal I/2024, naik 52% dibandingkan kuartal I/2023 di level GB£135 juta.
Bahkan, pendapatan itu hampir separuh dari capaian FY 2023 senilai GB£466 juta atau sekitar Rp9,44 triliun, walaupun masih jauh dari prestasi FY 2022 senilai GB£628 juta.
Alhasil, EBITDA pada kuartal I/2024 positif sebesar GB£3 juta atau sekitar Rp60,8 miliar, dan untuk pertama kalinya menghijau sejak dua tahun lalu.
Pada akhirnya, setelah kemenangan Lando di F1 GP Miami 2024, momentum McLaren bangkit pun semakin terbuka. Baik di dunia balap, maupun dalam lanskap industri otomotif, McLaren serius mempertahankan brand-nya sebagai Sang Juara yang telah kembali.
POPULAR
RELATED ARTICLES