Share

Home Stories

Stories 18 Agustus 2023

Mau Jadi Dokter Spesialis? Harus Siap Mental Dipelonco

Bullying atau perundungan dan perpeloncoan bukan hanya terjadi di sekolah atau kampus, tapi juga RS tempat calon dokter spesialis belajar

Context.id, JAKARTA - Bullying atau perundungan bukan hanya terjadi di masa anak-anak atau remaja saja, bukan juga cuma di sekolah atau kampus melulu, tapi juga di usia yang sudah tidak lagi muda. Parahnya lagi, terjadi di lingkungan rumah sakit untuk pendidikan calon dokter spesialis. 

Perilaku lancang ini terungkap setelah Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menerima puluhan aduan perundungan dari dokter yang sedang menjalankan program pendidikan dokter spesialis (PPDS) di RS Adam Malik, Medan, Sumatera Utara. 

Dari aduan itu, Kemenkes segera menelusuri dan ternyata ada beberapa RS di bawah Kemenkes yang terindikasi membiarkan adanya perbuatan perundungan di institusinya. Selain RS Adam Malik, RS yang ditemukan melakukan pembiaran perundungan menurut Kemenkes yakni RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta dan RS Hasan Sadikin Bandung, Jabar. 

Menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, aksi bullying calon dokter spesialis ini harus segera dibersihkan, karena akan berdampak pada pelayanan pasien sehingga dokter cenderung bersikap kasar dan tidak ramah. Perilaku tidak ramah itu muncul karena para calon dokter spesialis ini stres saat menjalani program pendidikan karena dibully. 

Parahnya lagi, seperti mengulang masa sekolah dan kuliah, perundungan dan perpeloncoan oleh para senior-senior dokter, terjadi secara "turun temurun" dan "sistematis." Biasanya, di awal pendidikan spesialis para dokter baru ini akan dikasih kurikulum tersembunyi. 

Kurikulum itu biasanya memuat soal aturan senior selalu benar, setiap instruksi harus dijawab siap dan tak boleh dibantah hingga harus selalu siaga 24 jam. Bukan itu saja, dari temuan Kemenkes, ada calon dokter baru di pendidikan spesialis yang diminta patungan untuk menyewa rumah buat seniornya berkumpul atau untuk jajan dan traktir. 

Mereka juga harus berhadapan dengan jam jaga yang begitu panjang, biasanya lebih dari 15 jam bahkan terkadang bisa 24 jam. Untuk tidur, mereka harus mencuri waktu disela sif jaga. Junior yang dianggap tidak patuh, menurutnya, akan dikucilkan, diberi jatah operasi yang sedikit sehingga pengalamannya minim, tidak diajarkan, dan lain-lain.

Sebenarnya, sejak Juli 2023 lalu Kemenkes sudah mengeluarkan Instruksi Menteri Kesehatan (Imenkes) RI Nomor HK.02.01/Menkes/1512/2023 yang mengatur tentang pencegahan dan penanganan perundungan terhadap peserta didik di RS pendidikan dalam lingkungan Kemenkes.

Sanksi yang diberikan kepada pelaku bullying terbagi menjadi tiga kategori, yakni Sanksi ringan berupa teguran tertulis. Lalu sanksi sedang berupa skorsing selama jangka waktu 3 (tiga) bulan dan sanksi berat berupa penurunan pangkat satu tingkat selama setahun, pembebasan dari jabatan, pemberhentian dan/atau pemberhentian untuk mengajar.

Sementara bagi peserta didik, sanksi beratnya berupa dikembalikan kepada penyelenggara pendidikan dan/atau dikeluarkan sebagai peserta didik.

Kemenkes juga menyediakan website dan hotline di rumah sakit vertikal bagi para korban bullying. Korban yang berasal dari rumah sakit vertikal Kemenkes bisa melaporkan kasus yang mereka alami di situs https://perundungan.kemkes.go.id/ atau melalui nomor 0812-9979-9777 



Penulis : Noviarizal Fernandez

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 18 Agustus 2023

Mau Jadi Dokter Spesialis? Harus Siap Mental Dipelonco

Bullying atau perundungan dan perpeloncoan bukan hanya terjadi di sekolah atau kampus, tapi juga RS tempat calon dokter spesialis belajar

Context.id, JAKARTA - Bullying atau perundungan bukan hanya terjadi di masa anak-anak atau remaja saja, bukan juga cuma di sekolah atau kampus melulu, tapi juga di usia yang sudah tidak lagi muda. Parahnya lagi, terjadi di lingkungan rumah sakit untuk pendidikan calon dokter spesialis. 

Perilaku lancang ini terungkap setelah Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menerima puluhan aduan perundungan dari dokter yang sedang menjalankan program pendidikan dokter spesialis (PPDS) di RS Adam Malik, Medan, Sumatera Utara. 

Dari aduan itu, Kemenkes segera menelusuri dan ternyata ada beberapa RS di bawah Kemenkes yang terindikasi membiarkan adanya perbuatan perundungan di institusinya. Selain RS Adam Malik, RS yang ditemukan melakukan pembiaran perundungan menurut Kemenkes yakni RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta dan RS Hasan Sadikin Bandung, Jabar. 

Menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, aksi bullying calon dokter spesialis ini harus segera dibersihkan, karena akan berdampak pada pelayanan pasien sehingga dokter cenderung bersikap kasar dan tidak ramah. Perilaku tidak ramah itu muncul karena para calon dokter spesialis ini stres saat menjalani program pendidikan karena dibully. 

Parahnya lagi, seperti mengulang masa sekolah dan kuliah, perundungan dan perpeloncoan oleh para senior-senior dokter, terjadi secara "turun temurun" dan "sistematis." Biasanya, di awal pendidikan spesialis para dokter baru ini akan dikasih kurikulum tersembunyi. 

Kurikulum itu biasanya memuat soal aturan senior selalu benar, setiap instruksi harus dijawab siap dan tak boleh dibantah hingga harus selalu siaga 24 jam. Bukan itu saja, dari temuan Kemenkes, ada calon dokter baru di pendidikan spesialis yang diminta patungan untuk menyewa rumah buat seniornya berkumpul atau untuk jajan dan traktir. 

Mereka juga harus berhadapan dengan jam jaga yang begitu panjang, biasanya lebih dari 15 jam bahkan terkadang bisa 24 jam. Untuk tidur, mereka harus mencuri waktu disela sif jaga. Junior yang dianggap tidak patuh, menurutnya, akan dikucilkan, diberi jatah operasi yang sedikit sehingga pengalamannya minim, tidak diajarkan, dan lain-lain.

Sebenarnya, sejak Juli 2023 lalu Kemenkes sudah mengeluarkan Instruksi Menteri Kesehatan (Imenkes) RI Nomor HK.02.01/Menkes/1512/2023 yang mengatur tentang pencegahan dan penanganan perundungan terhadap peserta didik di RS pendidikan dalam lingkungan Kemenkes.

Sanksi yang diberikan kepada pelaku bullying terbagi menjadi tiga kategori, yakni Sanksi ringan berupa teguran tertulis. Lalu sanksi sedang berupa skorsing selama jangka waktu 3 (tiga) bulan dan sanksi berat berupa penurunan pangkat satu tingkat selama setahun, pembebasan dari jabatan, pemberhentian dan/atau pemberhentian untuk mengajar.

Sementara bagi peserta didik, sanksi beratnya berupa dikembalikan kepada penyelenggara pendidikan dan/atau dikeluarkan sebagai peserta didik.

Kemenkes juga menyediakan website dan hotline di rumah sakit vertikal bagi para korban bullying. Korban yang berasal dari rumah sakit vertikal Kemenkes bisa melaporkan kasus yang mereka alami di situs https://perundungan.kemkes.go.id/ atau melalui nomor 0812-9979-9777 



Penulis : Noviarizal Fernandez

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

PBB Sebut Waktu Pencegahan Eskalasi Kelaparan di Gaza Terbatas

PBB menyoroti fenomena kelaparan di Gaza dan menyebut sempitnya peluang untuk mencegah kelaparan menyebar di kota ini.

Renita Sukma . 08 September 2025

Pengibaran Bendera Inggris di Sepanjang Jalan dan Sentimen Anti Imigran

Berkibarnya bendera bendera St. George s Cross dan bendera Union Jack bertebaran di seluruh wilayah Inggris menimbulkan kekhawatiran atas meluasny ...

Renita Sukma . 27 August 2025

Bukan Cuma Kafe, di Blok M Juga Ada Koperasi Kelurahan Merah Putih

Koperasi Kelurahan Merah Putih (KKMP) Melawai di Blok M Hub, Jakarta Selatan merupakan Koperasi Merah Putih tingkat kelurahan pertama di Indonesia

Renita Sukma . 26 August 2025

TikTok Rilis Fitur Kampus, Mirip Facebook Versi Awal

Survei Pew Research Center pada 2024 menemukan enam dari sepuluh remaja di AS mengaku rutin menggunakan TikTok dan fitur ini bisa menggaet lebih ...

Jessica Gabriela Soehandoko . 26 August 2025