Temuan Potensi Pembentukan Cincin Api Atlantik
Penelitian ini membantu memahami pergerakan benua dan memprediksi potensi bencana alam di masa depan.
Context.id, JAKARTA - Posisi wilayah Samudra Pasifik yang selama ini dikenal satu-satunya kawasan paling subur melahirkan cincin api baru sepertinya akan tergeser.
Studi terbaru yang dimuat dalam Jurnal Geology hasil penelitian ahli geologi dan asisten profesor di Universitas Lisbon Joao Duarte menemukan adanya zona subduksi di Samudra Atlantik yang masih aktif dan dapat melahirkan cincin api baru dalam waktu 20 juta tahun lagi.
Seperti dilansir Bisnis yang mengutip Live Science, zona subduksi atau pecahan lempengan tersebut saat ini berada di bawah Selat Gibraltar yang bergerak mengarah ke arah barat atau Samudra Atlantik.
Pergerakan ini sebenarnya sudah dimulai sejak 30 juta tahun yang lalu, ketika zona subduksi terbentuk di sepanjang pantai utara atau yang kini disebut sebagai Laut Mediterania. Namun pergerakan ini terhenti dalam 5 juta tahun terakhir, sehingga beberapa peneliti pun mengira bahwa zona ini telah mati.
Namun nyatanya, zona tersebut hanya berada di periode tenang. Periode tenang ini akan berlangsung selama 20 juta tahun lagi. Adapun setelah itu, Selat Gibraltar akan melanjutkan pergerakannya dan menerobos Atlantik. Proses inipun disebut sebagai invasi subduksi.
BACA JUGA
Joao bersama rekannya membuat model komputer yang mensimulasikan lahirnya zona subduksi pada zaman Oligosen yang berada sekitar 34 juta hingga 23 juta tahun yang lalu.
Pada saat uji coba, peneliti melihat adanya penurunan kecepatan pergerakan bumi secara tiba-tiba pada 5 juta tahun yang lalu, saat hendak mendekati batas Atlantik.
“Pada titik ini, zona subduksi Gibraltar tampaknya gagal,” ujar Duarte.
Adapun tim pun memodelkan pergerakan bumi tersebut hingga 40 juta tahun ke depan. Menariknya, pergerakan bumi tersebut akhirnya berhasil melewati Selat Gibraltar.
“Yang mengejutkan, setelah titik ini, parit mengalami penurunan yang perlahan, tetapi makin cepat. Zona subduksi pun melebar dan menyebar ke arah laut,” ujar para peneliti dalam studi tersebut.
Joao mengatakan hal ini baru diketahui karena alat dan komputer canggih yang digunakan belum tersedia pada beberapa tahun yang lalu. Lebih lanjut, dirinya mengatakan perubahan bentuk tanah ini bisa membuat adanya gempa bumi yang besar di wilayah tersebut.
Adanya temuan ini memperkirakan terbentuknya barisan gunung berapi di sepanjang garis pantai Afrika dan Siberia.
Sepertelama miliaran tahun, benua-benua di Bumi telah berulang kali menyatu dan terpecah. Hal ini diprediksi akan terus terjadi di masa depan.
Hanya saja yang belum diketahui adalah kapan hal itu akan terjadi dan di mana benua-benua tersebut akan berkumpul, di Kutub Utara atau di ekuator.
Proses ini membutuhkan waktu puluhan juta tahun dan masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Penelitian ini membantu para ilmuwan memahami pergerakan benua dan memprediksi potensi bencana alam di masa depan.
Cincin Api Pasifik
Selama ini cincin api mendominasi wilayah Samudra Pasifik yang diperkirakan terdapat kurang lebih 450 rangkaian gunung berapi aktif dan tidak aktif dengan bentuk huruf C atau tapal kuda di sekitar Lempeng Laut Filipina, Lempeng Pasifik, Juan de Fuca dan Lempeng Cocos, serta Lempeng Nazca.
Sekitar 90 persen dari semua gempa bumi terjadi di dalam wilayah Cincin Api dan artinya beberapa negara yang berada di wilayah ini seperti Indonesia, Filipina, Malaysia, Jepang, Australia dan Selandia Baru, Papua Nugini, dan negara-negara kepulauan lainnya di daerah Melanesia, Mikronesia, Polinesia, hingga ke pesisir Amerika berada di dalam bayang ancaman.
Kendati begitu, tingkat ancaman dan kerentanannya berbeda-beda tergantung pada faktor lokal seperti kedekatan dengan pusat gempa, baik di laut atau di darat, dan standar perumahan.
Gempa bumi terparah di wilayah Cincin Api dan juga di dunia, terjadi di Chile pada 22 Mei 1960. Gempa ini berkekuatan 9,5 skala Richter dan menurut daftar Survei Geologi Amerika Serikat (AS) disebut sebagai "Gempa Bumi Terbesar di Dunia Sejak 1900."
Setelah itu ada Gempa Bumi Besar di Alaska tahun 1964 (dengan magnitudo 9,2) dan gempa bumi Sumatra Utara yang juga dikenal sebagai Tsunami Samudera Hindia pada tanggal 26 Desember 2004 (dengan magnitudo 9,1).
Lalu ada juga gempa di daerah lepas Pantai Timur Honshu, Jepang, pada 11 Maret 2011 (besarnya 9,0), yang menyebabkan tsunami dan bencana nuklir di Fukushima.
Sebagian besar gempa bumi dalam daftar gempa terbesar tersebut berada di dalam Cincin Api, dan berkekuatan antara dari 9,5 hingga 8,5 skala Richter.
RELATED ARTICLES
Temuan Potensi Pembentukan Cincin Api Atlantik
Penelitian ini membantu memahami pergerakan benua dan memprediksi potensi bencana alam di masa depan.
Context.id, JAKARTA - Posisi wilayah Samudra Pasifik yang selama ini dikenal satu-satunya kawasan paling subur melahirkan cincin api baru sepertinya akan tergeser.
Studi terbaru yang dimuat dalam Jurnal Geology hasil penelitian ahli geologi dan asisten profesor di Universitas Lisbon Joao Duarte menemukan adanya zona subduksi di Samudra Atlantik yang masih aktif dan dapat melahirkan cincin api baru dalam waktu 20 juta tahun lagi.
Seperti dilansir Bisnis yang mengutip Live Science, zona subduksi atau pecahan lempengan tersebut saat ini berada di bawah Selat Gibraltar yang bergerak mengarah ke arah barat atau Samudra Atlantik.
Pergerakan ini sebenarnya sudah dimulai sejak 30 juta tahun yang lalu, ketika zona subduksi terbentuk di sepanjang pantai utara atau yang kini disebut sebagai Laut Mediterania. Namun pergerakan ini terhenti dalam 5 juta tahun terakhir, sehingga beberapa peneliti pun mengira bahwa zona ini telah mati.
Namun nyatanya, zona tersebut hanya berada di periode tenang. Periode tenang ini akan berlangsung selama 20 juta tahun lagi. Adapun setelah itu, Selat Gibraltar akan melanjutkan pergerakannya dan menerobos Atlantik. Proses inipun disebut sebagai invasi subduksi.
BACA JUGA
Joao bersama rekannya membuat model komputer yang mensimulasikan lahirnya zona subduksi pada zaman Oligosen yang berada sekitar 34 juta hingga 23 juta tahun yang lalu.
Pada saat uji coba, peneliti melihat adanya penurunan kecepatan pergerakan bumi secara tiba-tiba pada 5 juta tahun yang lalu, saat hendak mendekati batas Atlantik.
“Pada titik ini, zona subduksi Gibraltar tampaknya gagal,” ujar Duarte.
Adapun tim pun memodelkan pergerakan bumi tersebut hingga 40 juta tahun ke depan. Menariknya, pergerakan bumi tersebut akhirnya berhasil melewati Selat Gibraltar.
“Yang mengejutkan, setelah titik ini, parit mengalami penurunan yang perlahan, tetapi makin cepat. Zona subduksi pun melebar dan menyebar ke arah laut,” ujar para peneliti dalam studi tersebut.
Joao mengatakan hal ini baru diketahui karena alat dan komputer canggih yang digunakan belum tersedia pada beberapa tahun yang lalu. Lebih lanjut, dirinya mengatakan perubahan bentuk tanah ini bisa membuat adanya gempa bumi yang besar di wilayah tersebut.
Adanya temuan ini memperkirakan terbentuknya barisan gunung berapi di sepanjang garis pantai Afrika dan Siberia.
Sepertelama miliaran tahun, benua-benua di Bumi telah berulang kali menyatu dan terpecah. Hal ini diprediksi akan terus terjadi di masa depan.
Hanya saja yang belum diketahui adalah kapan hal itu akan terjadi dan di mana benua-benua tersebut akan berkumpul, di Kutub Utara atau di ekuator.
Proses ini membutuhkan waktu puluhan juta tahun dan masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Penelitian ini membantu para ilmuwan memahami pergerakan benua dan memprediksi potensi bencana alam di masa depan.
Cincin Api Pasifik
Selama ini cincin api mendominasi wilayah Samudra Pasifik yang diperkirakan terdapat kurang lebih 450 rangkaian gunung berapi aktif dan tidak aktif dengan bentuk huruf C atau tapal kuda di sekitar Lempeng Laut Filipina, Lempeng Pasifik, Juan de Fuca dan Lempeng Cocos, serta Lempeng Nazca.
Sekitar 90 persen dari semua gempa bumi terjadi di dalam wilayah Cincin Api dan artinya beberapa negara yang berada di wilayah ini seperti Indonesia, Filipina, Malaysia, Jepang, Australia dan Selandia Baru, Papua Nugini, dan negara-negara kepulauan lainnya di daerah Melanesia, Mikronesia, Polinesia, hingga ke pesisir Amerika berada di dalam bayang ancaman.
Kendati begitu, tingkat ancaman dan kerentanannya berbeda-beda tergantung pada faktor lokal seperti kedekatan dengan pusat gempa, baik di laut atau di darat, dan standar perumahan.
Gempa bumi terparah di wilayah Cincin Api dan juga di dunia, terjadi di Chile pada 22 Mei 1960. Gempa ini berkekuatan 9,5 skala Richter dan menurut daftar Survei Geologi Amerika Serikat (AS) disebut sebagai "Gempa Bumi Terbesar di Dunia Sejak 1900."
Setelah itu ada Gempa Bumi Besar di Alaska tahun 1964 (dengan magnitudo 9,2) dan gempa bumi Sumatra Utara yang juga dikenal sebagai Tsunami Samudera Hindia pada tanggal 26 Desember 2004 (dengan magnitudo 9,1).
Lalu ada juga gempa di daerah lepas Pantai Timur Honshu, Jepang, pada 11 Maret 2011 (besarnya 9,0), yang menyebabkan tsunami dan bencana nuklir di Fukushima.
Sebagian besar gempa bumi dalam daftar gempa terbesar tersebut berada di dalam Cincin Api, dan berkekuatan antara dari 9,5 hingga 8,5 skala Richter.
POPULAR
RELATED ARTICLES