Kongres Amerika Sahkan RUU Larangan Platform TikTok
ancangan undang-undang yang mengarah pada pelarangan penggunaan secara nasional aplikasi sosial media TikTok
Context.id, JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat pada Rabu (13/3) mengesahkan sebuah rancangan undang-undang yang mengarah pada pelarangan penggunaan secara nasional aplikasi sosial media asal Tiongkok yaitu TikTok jika pemiliknya tidak menjual sahamnya.
Adapun DPR AS mengesahkan rancangan undang-undang itu yang memberi waktu enam bulan kepada pemilik TikTok di Tiongkok, ByteDance, untuk segera mendivestasi aset aplikasi sosial media tersebut di AS.
Tetapi jika ByteDance gagal melakukannya, toko aplikasi Apple dan Google tidak dapat menyediakan layanan aplikasi ataupun web yang dikontrol ByteDance.
Melansir AP News, rancangan ini disahkan dengan perbandingan suara yang cukup timpang yaitu 352 berbanding 65.
Adapun sebanyak 197 anggota parlemen dari Partai Republik memberikan suara untuk RUU tersebut dan 15 menentang.
BACA JUGA
Sedangkan pihak Demokrat, sebanyak 155 anggota parlemen memilih untuk mendukung RUU tersebut dan 50 menolak.
Pengesahan ini di latar belakangi berdasarkan kekhawatiran nasional akan ancaman keamanan dari Tiongkok, karena perusahaan induk Tiktok, ByteDance terikat dengan pemerintah Tiongkok yang dikhawatirkan dapat meminta akses data konsumen kapan saja.
Tak hanya itu, kekhawatiran ini juga semakin menguat ketika pemberlakuan UU Keamanan Nasional Negara Asia tersebut yang menekan perusahaan untuk bermitra dengan intelijen negara.
“Ini adalah masalah keamanan nasional yang kritis. Senat harus mengambil tindakan ini dan mengesahkannya,” kata Steve Scalise Partai Republik di DPR di platform media sosial X, seperti dikutip, Kamis, (14/3)
Presiden Amerika Serikat Joe Biden juga menyatakan jika kongres meloloskan RUU ini, Dia akan langsung menandatanganinya.
Kendati demikian, masih belum jelas apakah usulan RUU yang diberikan DPR AS akan disetujui senat atau tidak, jika disetujui maka platform media sosial asal Tiongkok itu harus segera mendivestasi aset mereka.
Pasalnya Ketua Komite Perdagangan Senat Maria Cantwell mengatakan bahwa dirinya menginginkan undang-undang di pengadilan dan sedang mempertimbangkan rancangan undang-undang terpisah, namun tidak yakin apa langkah selanjutnya, seperti dilansir dari Reuters, (14/3).
Adapun sebenarnya TikTok telah lama menyangkal bahwa mereka digunakan sebagai alat mata-mata pemerintah Cina, membagikan data pengguna AS dengan pihak berwenang Tiongkok dan disinformasi di Amerika Serikat.
Lebih lanjut, Platform tersebut juga telah mengatakan jika Amerika Serikat tidak memiliki bukti yang kuat jika aplikasi video populer ini memberikan ancaman nasional untuk warganya.
Tak hanya itu, Otoritas China lewat Menteri Luar Negeri, Wang Wenbin juga menyatakan jika Washington menggunakan alat politik ketika bisnis AS gagal bersaing.
“Meskipun AS tidak pernah menemukan bukti bahwa TikTok merupakan ancaman terhadap keamanan nasional AS, mereka tidak pernah berhenti mengejar TikTok.”, ujar Wenbin, seperti dikutip, Kamis, (14/3).
Penulis: Candra Soemirat
RELATED ARTICLES
Kongres Amerika Sahkan RUU Larangan Platform TikTok
ancangan undang-undang yang mengarah pada pelarangan penggunaan secara nasional aplikasi sosial media TikTok
Context.id, JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat pada Rabu (13/3) mengesahkan sebuah rancangan undang-undang yang mengarah pada pelarangan penggunaan secara nasional aplikasi sosial media asal Tiongkok yaitu TikTok jika pemiliknya tidak menjual sahamnya.
Adapun DPR AS mengesahkan rancangan undang-undang itu yang memberi waktu enam bulan kepada pemilik TikTok di Tiongkok, ByteDance, untuk segera mendivestasi aset aplikasi sosial media tersebut di AS.
Tetapi jika ByteDance gagal melakukannya, toko aplikasi Apple dan Google tidak dapat menyediakan layanan aplikasi ataupun web yang dikontrol ByteDance.
Melansir AP News, rancangan ini disahkan dengan perbandingan suara yang cukup timpang yaitu 352 berbanding 65.
Adapun sebanyak 197 anggota parlemen dari Partai Republik memberikan suara untuk RUU tersebut dan 15 menentang.
BACA JUGA
Sedangkan pihak Demokrat, sebanyak 155 anggota parlemen memilih untuk mendukung RUU tersebut dan 50 menolak.
Pengesahan ini di latar belakangi berdasarkan kekhawatiran nasional akan ancaman keamanan dari Tiongkok, karena perusahaan induk Tiktok, ByteDance terikat dengan pemerintah Tiongkok yang dikhawatirkan dapat meminta akses data konsumen kapan saja.
Tak hanya itu, kekhawatiran ini juga semakin menguat ketika pemberlakuan UU Keamanan Nasional Negara Asia tersebut yang menekan perusahaan untuk bermitra dengan intelijen negara.
“Ini adalah masalah keamanan nasional yang kritis. Senat harus mengambil tindakan ini dan mengesahkannya,” kata Steve Scalise Partai Republik di DPR di platform media sosial X, seperti dikutip, Kamis, (14/3)
Presiden Amerika Serikat Joe Biden juga menyatakan jika kongres meloloskan RUU ini, Dia akan langsung menandatanganinya.
Kendati demikian, masih belum jelas apakah usulan RUU yang diberikan DPR AS akan disetujui senat atau tidak, jika disetujui maka platform media sosial asal Tiongkok itu harus segera mendivestasi aset mereka.
Pasalnya Ketua Komite Perdagangan Senat Maria Cantwell mengatakan bahwa dirinya menginginkan undang-undang di pengadilan dan sedang mempertimbangkan rancangan undang-undang terpisah, namun tidak yakin apa langkah selanjutnya, seperti dilansir dari Reuters, (14/3).
Adapun sebenarnya TikTok telah lama menyangkal bahwa mereka digunakan sebagai alat mata-mata pemerintah Cina, membagikan data pengguna AS dengan pihak berwenang Tiongkok dan disinformasi di Amerika Serikat.
Lebih lanjut, Platform tersebut juga telah mengatakan jika Amerika Serikat tidak memiliki bukti yang kuat jika aplikasi video populer ini memberikan ancaman nasional untuk warganya.
Tak hanya itu, Otoritas China lewat Menteri Luar Negeri, Wang Wenbin juga menyatakan jika Washington menggunakan alat politik ketika bisnis AS gagal bersaing.
“Meskipun AS tidak pernah menemukan bukti bahwa TikTok merupakan ancaman terhadap keamanan nasional AS, mereka tidak pernah berhenti mengejar TikTok.”, ujar Wenbin, seperti dikutip, Kamis, (14/3).
Penulis: Candra Soemirat
POPULAR
RELATED ARTICLES