Share

Stories 06 Maret 2024

Kecerdasan Buatan (AI) Bisa Ciptakan Musik, Gantikan Musisi?

Para pegiat musik mempertanyakan bagaimana menjaga orisinalitas musik saat memproduksi musik menggunakan bantuan AI.

Context.id, JAKARTA - Kehadiran kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence memantik diskusi dan perdebatan di industri musik. Para pegiat musik mempertanyakan bagaimana menjaga orisinalitas musik saat memproduksi musik menggunakan bantuan AI. 

Selama beberapa tahun terakhir, AI telah menunjukan tanda-tanda progresif dan banyak membantu inovasi di berapa bidang, terutama di industri otomotif, navigasi hingga kesenian. 

Bidang seni musik juga tidak terlepas dari pengaruh penggunaan AI. Saat ini AI bahkan sudah digunakan untuk dapat menciptakan lagu dan lirik secara instan dan cepat.

Melansir Voice of America (VoA), harus diakui penggunaan AI dalam industri musik memiliki manfaat dan kerugian tersendiri dalam penggunaanya. 

Namun, beberapa ahli percaya penggunaan AI dalam industri musik ini tidak dapat dihindari, hanya saja penggunaannya perlu diawasi dengan aturan yang ketat untuk tetap menjaga kreativitas para pekerja di industri seni.



Pasalnya, era disrupsi teknologi AI Generatif dan robot saat ini mampu meniru suara para superstar dunia yang tentunya dapat melemahkan hak cipta mereka.

Tahun lalu, pernah ada uji coba menghadirkan kembali The Beatles dengan menampilkan suara dari John Lennon yang telah diberikan sentuhan AI dari rekaman lawas band tersebut.  Uji coba ini menghadirkan pro-kontra.

Masa depan industri musik

Melansir The New York Times, disrupsi teknologi AI yang tengah berkembang di industri musik semakin menguatkan kekhawatiran perusahaan rekaman perihal hak cipta.

Bahkan tahun lalu, Universal Music Group (UMG) sebuah label terbesar dan rumah produksi penyanyi papan atas telah memberikan peringatan kepada mitra streaming-nya, dengan alasan penghargaan kekayaan intelektual.

"Di sisi mana semua pemangku kepentingan dalam ekosistem musik ingin berada? Apakah di sisi artis, penggemar, dan ekspresi kreatif manusia, atau di sisi pemalsuan yang mendalam, penipuan, dan menyangkal kompensasi yang seharusnya diterima oleh para artis," tulis UMG dalam keterangan resminya, seperti dikutip, Rabu (6/3).

Adapun label rekaman dan layanan streaming musik lainnya justru berkolaborasi untuk mempromosikan pendayagunaan teknologi kecerdasan buatan ini. 

Misalnya, industri label dan musik raksasa Warner Music telah menandatangani perjanjian untuk memberikan sentuhan AI suara penyanyi asal Prancis, Edith Piaf.

Meskipun begitu, banyak ahli percaya jika penggunaan AI dalam musik seringkali berada dalam lingkup moral atau hukum, mengingat bahwa undang-undang yang berkaitan dengan AI masih terus berkembang.

Direktur Kebijakan Publik Global International Federation of the Phonographic Industry, Abbas Lightwalla mengatakan jika permasalahan yang ramai di industri musik saat ini terkait dengan banyaknya pengembang AI yang telah menyalahgunakan karya dengan hak cipta.

Kendati demikian, pengajar Media Digital Queen Mary University, Mathieu Barthet mengungkapkan jika perkembangan musik berbasiskan AI mempunyai posisi unik di industri musik.

“Saya rasa AI bisa mendapat tempat dalam rantai produksi musik, sekali lagi, jika dipandu dengan cara yang benar, dan jika kita memastikan bahwa para musisi tetap memegang kendali, begitu juga dengan para artis.” ucapnya.

Senada, musisi Holly Herndon menyatakan jika saat ini kita harus bisa bisa menerima kemajuan AI yang punya kemampuan memproduksi “media” dalam gaya atau kemiripan dengan aslinya. 

"Ada lebih banyak kesempatan dalam mengeksplorasi teknologi ini daripada mencoba mematikannya," katanya sebagaimana dikutip dari The New York Times, Rabu (6/3).

Penulis: Candra Soemirat

 



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 06 Maret 2024

Kecerdasan Buatan (AI) Bisa Ciptakan Musik, Gantikan Musisi?

Para pegiat musik mempertanyakan bagaimana menjaga orisinalitas musik saat memproduksi musik menggunakan bantuan AI.

Context.id, JAKARTA - Kehadiran kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence memantik diskusi dan perdebatan di industri musik. Para pegiat musik mempertanyakan bagaimana menjaga orisinalitas musik saat memproduksi musik menggunakan bantuan AI. 

Selama beberapa tahun terakhir, AI telah menunjukan tanda-tanda progresif dan banyak membantu inovasi di berapa bidang, terutama di industri otomotif, navigasi hingga kesenian. 

Bidang seni musik juga tidak terlepas dari pengaruh penggunaan AI. Saat ini AI bahkan sudah digunakan untuk dapat menciptakan lagu dan lirik secara instan dan cepat.

Melansir Voice of America (VoA), harus diakui penggunaan AI dalam industri musik memiliki manfaat dan kerugian tersendiri dalam penggunaanya. 

Namun, beberapa ahli percaya penggunaan AI dalam industri musik ini tidak dapat dihindari, hanya saja penggunaannya perlu diawasi dengan aturan yang ketat untuk tetap menjaga kreativitas para pekerja di industri seni.



Pasalnya, era disrupsi teknologi AI Generatif dan robot saat ini mampu meniru suara para superstar dunia yang tentunya dapat melemahkan hak cipta mereka.

Tahun lalu, pernah ada uji coba menghadirkan kembali The Beatles dengan menampilkan suara dari John Lennon yang telah diberikan sentuhan AI dari rekaman lawas band tersebut.  Uji coba ini menghadirkan pro-kontra.

Masa depan industri musik

Melansir The New York Times, disrupsi teknologi AI yang tengah berkembang di industri musik semakin menguatkan kekhawatiran perusahaan rekaman perihal hak cipta.

Bahkan tahun lalu, Universal Music Group (UMG) sebuah label terbesar dan rumah produksi penyanyi papan atas telah memberikan peringatan kepada mitra streaming-nya, dengan alasan penghargaan kekayaan intelektual.

"Di sisi mana semua pemangku kepentingan dalam ekosistem musik ingin berada? Apakah di sisi artis, penggemar, dan ekspresi kreatif manusia, atau di sisi pemalsuan yang mendalam, penipuan, dan menyangkal kompensasi yang seharusnya diterima oleh para artis," tulis UMG dalam keterangan resminya, seperti dikutip, Rabu (6/3).

Adapun label rekaman dan layanan streaming musik lainnya justru berkolaborasi untuk mempromosikan pendayagunaan teknologi kecerdasan buatan ini. 

Misalnya, industri label dan musik raksasa Warner Music telah menandatangani perjanjian untuk memberikan sentuhan AI suara penyanyi asal Prancis, Edith Piaf.

Meskipun begitu, banyak ahli percaya jika penggunaan AI dalam musik seringkali berada dalam lingkup moral atau hukum, mengingat bahwa undang-undang yang berkaitan dengan AI masih terus berkembang.

Direktur Kebijakan Publik Global International Federation of the Phonographic Industry, Abbas Lightwalla mengatakan jika permasalahan yang ramai di industri musik saat ini terkait dengan banyaknya pengembang AI yang telah menyalahgunakan karya dengan hak cipta.

Kendati demikian, pengajar Media Digital Queen Mary University, Mathieu Barthet mengungkapkan jika perkembangan musik berbasiskan AI mempunyai posisi unik di industri musik.

“Saya rasa AI bisa mendapat tempat dalam rantai produksi musik, sekali lagi, jika dipandu dengan cara yang benar, dan jika kita memastikan bahwa para musisi tetap memegang kendali, begitu juga dengan para artis.” ucapnya.

Senada, musisi Holly Herndon menyatakan jika saat ini kita harus bisa bisa menerima kemajuan AI yang punya kemampuan memproduksi “media” dalam gaya atau kemiripan dengan aslinya. 

"Ada lebih banyak kesempatan dalam mengeksplorasi teknologi ini daripada mencoba mematikannya," katanya sebagaimana dikutip dari The New York Times, Rabu (6/3).

Penulis: Candra Soemirat

 



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Inovasi Kesehatan Mental: Mengobati Depresi Melalui Aplikasi Digital

Aplikasi Rejoyn menawarkan solusi inovatif untuk mengobati depresi dengan latihan emosional yang \"mereset \" sirkuit otak

Context.id . 30 October 2024

Lewat Pertukaran Pelajar, Hubungan Indonesia-Kazakhstan Makin Erat

Hubungan Indonesia-Kazakhstan semakin erat melalui acara \"Kazakhstan-Indonesia Friendship Society\" dan program pertukaran pelajar untuk generasi ...

Helen Angelia . 30 October 2024

Jam Kerja Rendah Tapi Produktivitas Tinggi, Berkaca dari Jerman

Data OECD menunjukkan bmeskipun orang Jerman hanya bekerja rata-rata 1.340 jam per tahun, partisipasi perempuan yang tinggi dan regulasi bagus mem ...

Context.id . 29 October 2024

Konsep Adrenal Fatigue Hanyalah Mitos dan Bukan Diagnosis yang Sahih

Konsep adrenal fatigue adalah mitos tanpa dasar ilmiah dan bukan diagnosis medis sah yang hanyalah trik marketing dari pendengung

Context.id . 29 October 2024