Kesalahan Input Suara Jadi Pelanggaran Tertinggi Pemilu 2024
Koalisi masyarakat pemantau pemilu menemukan banyak pelanggaran dalam penyelenggaraan Pemilu 2024
Context.id, JAKARTA - Perkumpulan Jaga Pemilu menjabarkan data pelanggaran dalam Pemilu 2024 yang telah dihimpun bersama aliansi dan masyarakat.
Hasilnya, kesalahan input suara melalui aplikasi Sirekap menjadi jumlah pelanggaran tertinggi selama tiga hari pasca pemilihan yaitu sebesar 25%.
Sementara, sejak masa kampanye dimulai hingga satu hari menjelang pemilihan, pelanggaran tertinggi adalah ketidaknetralan aparat dalam kampanye calon presiden.
Pelanggaran lainnya ialah pada masifnya praktik politik uang atau bansos, hingga kejanggalan Daftar Pemilih Tetap (DPT).
“Sudah enam kali (Pemilu), tapi pelaksanaannya tidak jauh beda dari (Pemilu) tahun 1992 saat orde baru,” ucap Sekretaris Perkumpulan Jaga Pemilu, Luky Djani saat konferensi pers, Sabtu (17/2/2024).
BACA JUGA
Pemantauan pelanggaran dilakukan di tujuh ribu TPS di berbagai daerah di seluruh Indonesia, baik oleh petugas penjaga yang teregistrasi, hingga relawan dari masyarakat.
Pendiri Koalisi Jaga Suara 2024, Hadar Gumay menegaskan bahwa kesalahan penginputan data di aplikasi Sirekap milik KPU tidak bisa dianggap enteng.
Hal ini karena penghitungan manual akan dilakukan dengan basis data dari Sirekap.
“Kalau bahan awalnya kotor, maka rekap manualnya pun tidak akan bersih,” ujarnya.
Hadar menerangkan inovasi penggunaan Sirekap sebenarnya adalah alat bantu yang penting. Namun, sebagai sebuah alat, Sirekap harus diawasi agar sistemnya tidak direkayasa.
Koalisi Jaga Suara melakukan riset dengan sampel data Sirekap dari lima ribu TPS yang tersebar secara acak di 1172 kelurahan pada 494 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
Jaga Suara kemudian mendapat temuan sejumlah 2,66% suara tidak sama dengan perolehan hasil sebenarnya, yakni 0,88% suara sah tidak sesuai dengan foto C.Hasil dan 1.96% suara tidak sah tidak sesuai dengan foto C.Hasil.
Permasalahan jumlah suara tak hanya ditemukan oleh Jaga Suara. Migrant Care yang memantau pelaksanaan Pemilu di luar negeri juga mendapat temuan serupa, yaitu ketidaksesuaian data suara yang masuk dengan jumlah DPT yang ada.
Kejanggalan data jumlah suara dideteksi pada pemilihan legislatif DPR-RI Dapil DKI Jakarta II. Jumlah keseluruhan suara yang masuk dalam Dapil DKI Jakarta II adalah sejumlah 8.279.233 suara, sementara data DPT yang terdaftar hanyalah sejumlah 4.346.875 orang saja.
Jumlah suara yang tidak sesuai ini mencapai 190% dari DPT yang resmi dikeluarkan oleh KPU.
“Manipulasi data suara ini sangat masif. Angka peningkatan suaranya sampai 190%,” ucap Direktur Migrant Care, Wahyu Susilo.
Pelanggaran yang dirilis koalisi pemantau pemilu independen itu tak hanya soal kesalahan input dan kejanggalan suara pemilih, tapi meliputi banyak sekali jenis pelanggaran seperti kelalaian petugas TPS, hingga praktik politik kotor yang dilakukan oleh para pejabat publik.
Beberapa contoh praktik politik yang menjadi pelanggaran adalah intervensi dan konflik kepentingan presiden, penunjukan pejabat kepala daerah, kenaikan gaji penyelenggara Pemilu, hingga politik gentong Babi Jokowi yang memanfaatkan bansos negara sebagai alat kampanye terhadap paslon tertentu.
Pengajar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Yanuar Nugroho menegaskan kejanggalan dan kecurangan yang terjadi dalam pelaksanaan Pemilu 2024 tidak bisa dinormalisasi.
Yanuar menjelaskan pentingnya masyarakat menyikapi kecurangan dengan serius agar masalah yang sama tak terulang di kemudian hari.
Pemantauan dan protes terhadap KPU menjadi bentuk usaha untuk menyelamatkan proses demokrasi yang sehat demi Pemilu yang adil dan jujur di tahun-tahun mendatang.
“Jangan sampai berbagai pelanggaran dan penyimpangan yang terjadi di lapangan menjadi resep bagi pemimpin lain di masa mendatang,” ucap Yanuar.
Penulis: Danu
RELATED ARTICLES
Kesalahan Input Suara Jadi Pelanggaran Tertinggi Pemilu 2024
Koalisi masyarakat pemantau pemilu menemukan banyak pelanggaran dalam penyelenggaraan Pemilu 2024
Context.id, JAKARTA - Perkumpulan Jaga Pemilu menjabarkan data pelanggaran dalam Pemilu 2024 yang telah dihimpun bersama aliansi dan masyarakat.
Hasilnya, kesalahan input suara melalui aplikasi Sirekap menjadi jumlah pelanggaran tertinggi selama tiga hari pasca pemilihan yaitu sebesar 25%.
Sementara, sejak masa kampanye dimulai hingga satu hari menjelang pemilihan, pelanggaran tertinggi adalah ketidaknetralan aparat dalam kampanye calon presiden.
Pelanggaran lainnya ialah pada masifnya praktik politik uang atau bansos, hingga kejanggalan Daftar Pemilih Tetap (DPT).
“Sudah enam kali (Pemilu), tapi pelaksanaannya tidak jauh beda dari (Pemilu) tahun 1992 saat orde baru,” ucap Sekretaris Perkumpulan Jaga Pemilu, Luky Djani saat konferensi pers, Sabtu (17/2/2024).
BACA JUGA
Pemantauan pelanggaran dilakukan di tujuh ribu TPS di berbagai daerah di seluruh Indonesia, baik oleh petugas penjaga yang teregistrasi, hingga relawan dari masyarakat.
Pendiri Koalisi Jaga Suara 2024, Hadar Gumay menegaskan bahwa kesalahan penginputan data di aplikasi Sirekap milik KPU tidak bisa dianggap enteng.
Hal ini karena penghitungan manual akan dilakukan dengan basis data dari Sirekap.
“Kalau bahan awalnya kotor, maka rekap manualnya pun tidak akan bersih,” ujarnya.
Hadar menerangkan inovasi penggunaan Sirekap sebenarnya adalah alat bantu yang penting. Namun, sebagai sebuah alat, Sirekap harus diawasi agar sistemnya tidak direkayasa.
Koalisi Jaga Suara melakukan riset dengan sampel data Sirekap dari lima ribu TPS yang tersebar secara acak di 1172 kelurahan pada 494 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
Jaga Suara kemudian mendapat temuan sejumlah 2,66% suara tidak sama dengan perolehan hasil sebenarnya, yakni 0,88% suara sah tidak sesuai dengan foto C.Hasil dan 1.96% suara tidak sah tidak sesuai dengan foto C.Hasil.
Permasalahan jumlah suara tak hanya ditemukan oleh Jaga Suara. Migrant Care yang memantau pelaksanaan Pemilu di luar negeri juga mendapat temuan serupa, yaitu ketidaksesuaian data suara yang masuk dengan jumlah DPT yang ada.
Kejanggalan data jumlah suara dideteksi pada pemilihan legislatif DPR-RI Dapil DKI Jakarta II. Jumlah keseluruhan suara yang masuk dalam Dapil DKI Jakarta II adalah sejumlah 8.279.233 suara, sementara data DPT yang terdaftar hanyalah sejumlah 4.346.875 orang saja.
Jumlah suara yang tidak sesuai ini mencapai 190% dari DPT yang resmi dikeluarkan oleh KPU.
“Manipulasi data suara ini sangat masif. Angka peningkatan suaranya sampai 190%,” ucap Direktur Migrant Care, Wahyu Susilo.
Pelanggaran yang dirilis koalisi pemantau pemilu independen itu tak hanya soal kesalahan input dan kejanggalan suara pemilih, tapi meliputi banyak sekali jenis pelanggaran seperti kelalaian petugas TPS, hingga praktik politik kotor yang dilakukan oleh para pejabat publik.
Beberapa contoh praktik politik yang menjadi pelanggaran adalah intervensi dan konflik kepentingan presiden, penunjukan pejabat kepala daerah, kenaikan gaji penyelenggara Pemilu, hingga politik gentong Babi Jokowi yang memanfaatkan bansos negara sebagai alat kampanye terhadap paslon tertentu.
Pengajar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Yanuar Nugroho menegaskan kejanggalan dan kecurangan yang terjadi dalam pelaksanaan Pemilu 2024 tidak bisa dinormalisasi.
Yanuar menjelaskan pentingnya masyarakat menyikapi kecurangan dengan serius agar masalah yang sama tak terulang di kemudian hari.
Pemantauan dan protes terhadap KPU menjadi bentuk usaha untuk menyelamatkan proses demokrasi yang sehat demi Pemilu yang adil dan jujur di tahun-tahun mendatang.
“Jangan sampai berbagai pelanggaran dan penyimpangan yang terjadi di lapangan menjadi resep bagi pemimpin lain di masa mendatang,” ucap Yanuar.
Penulis: Danu
POPULAR
RELATED ARTICLES