Divestasi Vale Indonesia (INCO), Begini Perkembangannya
Divestasi Vale Indonesia dinilai penting lantaran saham INCO masih didominasi asing.
Context.id, JAKARTA - Divestasi PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) kembali menjadi pusat perhatian publik. Sejumlah anggota DPR mendesak pemerintah untuk segera merealisasikan amanat Undang-Undang No. 3/2020 tentang Perubahan atas UU No.4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara tersebut.
Divestasi Vale Indonesia dinilai penting untuk terealisasi sebelum masa pemerintahan Presiden Joko Widodo berakhir. Saat ini, mayoritas saham INCO masih dikuasai asing, yakni Vale Canada Limited sebesar 43,79 persen dan Sumitomo Metal Mining Co. Ltd. 15,03 persen.
Dalam Rapat Kerja dengan Kementerian ESDM, Senin (5/6/2022), anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PDIP Yulian Gunhar menilai divestasi 51 persen saham Vale Indonesia akan menjadi catatan sejarah di era Jokowi karena berhasil ‘membawa pulang’ nikel Tanah Air setelah sebelumnya sukses merealisasikan divestasi 51 persen saham PT Freeport Indonesia.
“Besar harapan kami DPR, ESDM, dan kepemimpinan Jokowi kembali membuat prestasi bukan hanya pada Freeport tetapi juga Vale Indonesia. Ini akan menjadi catatan sejarah, 51 persen tertuang dalam kepemimpinan Jokowi,” kata Gunhar, dikutip dari siaran pers, Selasa (6/6/2023), seperti dilansir Bisnis.com.
BACA JUGA Sistem Pemilu Tertutup Bisa Kurangi Politik Uang?
Untuk mendapatkan perpanjangan operasional menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sesuai UU No.3/2020, INCO wajib melepaskan saham 11 persen. Dengan begitu nantinya komposisi kepemilikan 31 persen pemerintah Indonesia melalui MIND ID, 20,7 persen milik publik, dan sisanya masih dimiliki oleh Vale Canada dan Sumitomo Metal Mining.
Kendati begitu, Gunhar menegaskan divestasi sebesar 11 persen tidak cukup untuk membuat Indonesia menjadi mayoritas pemegang saham INCO. Pasalnya, 20 persen saham yang dilepas ke publik pun dimiliki oleh lembaga asing melalui transaksi saham, bukan investor tanah air.
“Informasinya 20 persen itu [saham publik] bukan dimiliki pasar domestik tapi menjadi ‘cangkang’. Jadi yang punya mereka-mereka juga, bahkan terindikasi ada dana pensiun Sumitomo. Padahal mereka juga punya saham di sana,” ungkapnya.
Kepemilikan mayoritas saham INCO oleh pemerintah, sambung Gunhar, akan membuat Indonesia memiliki kemandirian dalam memanfaatkan cadangan nikel terbesar untuk kepentingan masyarakat. Apalagi, pemerintah memiliki rencana besar untuk ekosistem kendaraan listrik, yang membutuhkan nikel sebagai bahan baku baterai.
BACA JUGA BPS: Jumlah Pekerja Profesional Perempuan Turun
Senada dengannya, anggota DPR Komisi VII Fraksi PKS Mulyanto mengatakan, divestasi 51 persen kepemilikan Vale Indonesia menjadi harapan pemerintah pusat, daerah, hingga DPR. Bahkan, sudah dilakukan koordinasi dengan komisi VI DPR RI untuk meminta penyertaan negara demi akuisisi Vale Indonesia.
Sementara itu, anggota Fraksi Gerindra Ramson Siagian menegaskan pentingnya pemerintah melalui BUMN, dalam hal ini MIND ID, memiliki hak suara dalam membuat keputusan.
“Kalau MIND ID punya saham 40 persen saja sudah bisa membuat keputusan, artinya mempengaruhi keputusan strategis Vale Indonesia. Jadi proses penggantian KK ke IUPK ini harus di-push untuk kepentingan bangsa dan masa depan,” tegas Ramson.
Divestasi Vale Indonesia dan Respons Pemerintah
Seperti diberitakan Bisnis.com sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menilai pengambilalihan mayoritas saham INCO oleh pemerintah melalui MIND ID tak semudah akuisisi saham Freeport Indonesia pada 2018.
Menurut Arifin, INCO hanya perlu mendivestasikan lagi 11 persen sahamnya untuk memenuhi syarat peralihan status kontrak karya (KK) menjadi IUPK yang mewajibkan divestasi minimal 51 persen saham kepada investor nasional atau pemerintah.
“Saham yang sudah didivestasi Vale sudah 40 persen, 20 persen diambil BUMN, 20 persen publik. Ke publik karena dulu ditawarkan Vale untuk diambil BUMN, tapi waktu itu BUMN nggak respons dan waktu itu belum ada MIND ID. Untuk itu pemerintah secara resmi menyampaikan ke Vale bahwa sebagai pengalihannya harus di go public-kan dalam negeri, sekarang masih ada sisa 11 persen,” ujar Arifin dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI, Rabu (24/5/2023).
BACA JUGA Sistem Pemilu Tertutup Jadi Polemik, Begini Sejarahnya
Di sisi lain, Arifin juga mengungkapkan bahwa pengambilalihan 11 persen saham INCO akan ditentukan berdasarkan kesepakatan MIND ID dengan pemerintah daerah.
Adapun, tim persiapan divestasi saham INCO ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Luwu Timur (Lutim) melaksanakan rapat di Makassar, Senin (5/6/2023). Rapat itu dipimpin Bupati Lutim Budiman.
"Tujuan dari tim ini ialah untuk memberikan manfaat yang optimal bagi Pemerintah Kabupaten Luwu Timur dalam pelaksanaan kewajiban divestasi saham pertambangan maupun non-pertambangan," ujar Budiman seperti dilansir Bisnis.com.
Menurutnya, tim persiapan divestasi itu nantinya akan diurus oleh Perseroda Lutim karena pemerintah daerah tidak bisa berbisnis. Untuk itu, pemda tengah mempersiapkan tim guna membentuk Perseroda Lutim.
“Jadi mungkin langkah-langkah pertama nanti adalah mempersiapkan perseroda, karena jika tidak ada itu, kita tidak akan bisa mendapatkan saham PT Vale," kata Budiman.
BACA JUGA Kaesang, Magnet Besar untuk Adang Dominasi PKS di Depok
Sementara itu, Ketua Tim Koordinasi Divestasi Saham PT Vale Indonesia kepada Pemkab Luwu Timur Saldy Mansyur mengatakan bahwa sudah saatnya Pemkab dan DPRD Lutim melakukan langkah yang nyata mempersiapkan masa depan daerah.
Pemda dinilai harus bisa mengantisipasi kondisi Lutim setelah tambang ditutup dan tidak berproduksi lagi. Dia merujuk banyak daerah tambang di dunia yang rakyatnya miskin setelah tidak ada lagi kegiatan pertambangan.
“Ini harus diantisipasi karena apa yang didapatkan Luwu Timur saat ini belum seberapa, perlu dilakukan transformasi ekonomi untuk mempercepat pelayanan kesejahteraan rakyat," jelasnya.
SAHAM INCO
Di tengah rencana divestasi tersebut, Vale Indonesia mencatatkan pertumbuhan kinerja. Dilansir Bisnis.com, INCO pada kuartal I/2023 mencatatkan pertumbuhan laba bersih 207 persen secara kuartalan (quarter-on-quarter/QoQ).
Seiring dengan naiknya harga nikel dan produksi perseroan yang lebih tinggi, INCO membukukan laba bersih senilai US$98,1 juta atau setara Rp1,45 triliun (kurs tengah BI Rp14.882).
Pada periode yang sama, laba bersih INCO secara tahunan (year-on-year/YoY) juga meningkat yakni sebesar 45,09 persen dibandingkan kuartal I/2022.
BACA JUGA Tadashi Yanai dan Transformasi Toko Warisan Jadi Uniqlo
Dalam keterangan resminya, CEO dan Presiden Direktur Vale Indonesia Febriany Eddy menerangkan produksi nikel dalam matte perseroan pada kuartal I/2023 adalah 21 persen lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu seiring dengan telah diselesaikannya pembangunan kembali Furnace 4 tahun lalu.
“Pada kuartal I/2023, harga nikel berada pada level yang menguntungkan dan mendorong INCO membukukan laba bersih yang kuat, sebesar US$98,1 juta [setara Rp1,45 triliun], meningkat 207 persen dibandingkan dengan laba bersih triwulan sebelumnya," jelasnya.
INCO membukukan EBITDA sebesar US$173,58 juta dan mengeluarkan sekitar US$58,2 juta setara Rp866,13 miliar untuk belanja modal pada kuartal I/2023. Menyusul peletakan batu pertama untuk Proyek Morowali pada Februari 2023, INCO dan mitra terus melaksanakan pekerjaan di lapangan, baik di lokasi tambang maupun di pabrik pengolahan.
"Perseroan juga akan terus mengoptimalkan produksi pada triwulan-triwulan selanjutnya di tahun ini dan pada saat yang bersamaan berupaya meningkatkan produktivitas dan efisiensi biaya operasi," kata Febriany.
BACA JUGA Profil Low Tuck Kwong, Orang Terkaya ke-3 di Indonesia
Pada penutupan perdagangan Selasa (6/6/2023), saham INCO berada pada level menjadi Rp6.600. Kapitalisasi pasarnya mencapai Rp65,58 triliun, dengan valuasi PER 11,11 kali.
Sepanjang 2023, saham INCO cenderung melemah terbatas, sedangkan dalam sebulan terakhir, saham emiten nikel ini turun 5,34 persen. Sementara sepanjang tahun berjalan, saham INCO turun 6,34 persen. Sebagai pembanding, pada akhir 2022 saham INCO mencapai level Rp7.200.
RELATED ARTICLES
Divestasi Vale Indonesia (INCO), Begini Perkembangannya
Divestasi Vale Indonesia dinilai penting lantaran saham INCO masih didominasi asing.
Context.id, JAKARTA - Divestasi PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) kembali menjadi pusat perhatian publik. Sejumlah anggota DPR mendesak pemerintah untuk segera merealisasikan amanat Undang-Undang No. 3/2020 tentang Perubahan atas UU No.4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara tersebut.
Divestasi Vale Indonesia dinilai penting untuk terealisasi sebelum masa pemerintahan Presiden Joko Widodo berakhir. Saat ini, mayoritas saham INCO masih dikuasai asing, yakni Vale Canada Limited sebesar 43,79 persen dan Sumitomo Metal Mining Co. Ltd. 15,03 persen.
Dalam Rapat Kerja dengan Kementerian ESDM, Senin (5/6/2022), anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PDIP Yulian Gunhar menilai divestasi 51 persen saham Vale Indonesia akan menjadi catatan sejarah di era Jokowi karena berhasil ‘membawa pulang’ nikel Tanah Air setelah sebelumnya sukses merealisasikan divestasi 51 persen saham PT Freeport Indonesia.
“Besar harapan kami DPR, ESDM, dan kepemimpinan Jokowi kembali membuat prestasi bukan hanya pada Freeport tetapi juga Vale Indonesia. Ini akan menjadi catatan sejarah, 51 persen tertuang dalam kepemimpinan Jokowi,” kata Gunhar, dikutip dari siaran pers, Selasa (6/6/2023), seperti dilansir Bisnis.com.
BACA JUGA Sistem Pemilu Tertutup Bisa Kurangi Politik Uang?
Untuk mendapatkan perpanjangan operasional menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sesuai UU No.3/2020, INCO wajib melepaskan saham 11 persen. Dengan begitu nantinya komposisi kepemilikan 31 persen pemerintah Indonesia melalui MIND ID, 20,7 persen milik publik, dan sisanya masih dimiliki oleh Vale Canada dan Sumitomo Metal Mining.
Kendati begitu, Gunhar menegaskan divestasi sebesar 11 persen tidak cukup untuk membuat Indonesia menjadi mayoritas pemegang saham INCO. Pasalnya, 20 persen saham yang dilepas ke publik pun dimiliki oleh lembaga asing melalui transaksi saham, bukan investor tanah air.
“Informasinya 20 persen itu [saham publik] bukan dimiliki pasar domestik tapi menjadi ‘cangkang’. Jadi yang punya mereka-mereka juga, bahkan terindikasi ada dana pensiun Sumitomo. Padahal mereka juga punya saham di sana,” ungkapnya.
Kepemilikan mayoritas saham INCO oleh pemerintah, sambung Gunhar, akan membuat Indonesia memiliki kemandirian dalam memanfaatkan cadangan nikel terbesar untuk kepentingan masyarakat. Apalagi, pemerintah memiliki rencana besar untuk ekosistem kendaraan listrik, yang membutuhkan nikel sebagai bahan baku baterai.
BACA JUGA BPS: Jumlah Pekerja Profesional Perempuan Turun
Senada dengannya, anggota DPR Komisi VII Fraksi PKS Mulyanto mengatakan, divestasi 51 persen kepemilikan Vale Indonesia menjadi harapan pemerintah pusat, daerah, hingga DPR. Bahkan, sudah dilakukan koordinasi dengan komisi VI DPR RI untuk meminta penyertaan negara demi akuisisi Vale Indonesia.
Sementara itu, anggota Fraksi Gerindra Ramson Siagian menegaskan pentingnya pemerintah melalui BUMN, dalam hal ini MIND ID, memiliki hak suara dalam membuat keputusan.
“Kalau MIND ID punya saham 40 persen saja sudah bisa membuat keputusan, artinya mempengaruhi keputusan strategis Vale Indonesia. Jadi proses penggantian KK ke IUPK ini harus di-push untuk kepentingan bangsa dan masa depan,” tegas Ramson.
Divestasi Vale Indonesia dan Respons Pemerintah
Seperti diberitakan Bisnis.com sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menilai pengambilalihan mayoritas saham INCO oleh pemerintah melalui MIND ID tak semudah akuisisi saham Freeport Indonesia pada 2018.
Menurut Arifin, INCO hanya perlu mendivestasikan lagi 11 persen sahamnya untuk memenuhi syarat peralihan status kontrak karya (KK) menjadi IUPK yang mewajibkan divestasi minimal 51 persen saham kepada investor nasional atau pemerintah.
“Saham yang sudah didivestasi Vale sudah 40 persen, 20 persen diambil BUMN, 20 persen publik. Ke publik karena dulu ditawarkan Vale untuk diambil BUMN, tapi waktu itu BUMN nggak respons dan waktu itu belum ada MIND ID. Untuk itu pemerintah secara resmi menyampaikan ke Vale bahwa sebagai pengalihannya harus di go public-kan dalam negeri, sekarang masih ada sisa 11 persen,” ujar Arifin dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI, Rabu (24/5/2023).
BACA JUGA Sistem Pemilu Tertutup Jadi Polemik, Begini Sejarahnya
Di sisi lain, Arifin juga mengungkapkan bahwa pengambilalihan 11 persen saham INCO akan ditentukan berdasarkan kesepakatan MIND ID dengan pemerintah daerah.
Adapun, tim persiapan divestasi saham INCO ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Luwu Timur (Lutim) melaksanakan rapat di Makassar, Senin (5/6/2023). Rapat itu dipimpin Bupati Lutim Budiman.
"Tujuan dari tim ini ialah untuk memberikan manfaat yang optimal bagi Pemerintah Kabupaten Luwu Timur dalam pelaksanaan kewajiban divestasi saham pertambangan maupun non-pertambangan," ujar Budiman seperti dilansir Bisnis.com.
Menurutnya, tim persiapan divestasi itu nantinya akan diurus oleh Perseroda Lutim karena pemerintah daerah tidak bisa berbisnis. Untuk itu, pemda tengah mempersiapkan tim guna membentuk Perseroda Lutim.
“Jadi mungkin langkah-langkah pertama nanti adalah mempersiapkan perseroda, karena jika tidak ada itu, kita tidak akan bisa mendapatkan saham PT Vale," kata Budiman.
BACA JUGA Kaesang, Magnet Besar untuk Adang Dominasi PKS di Depok
Sementara itu, Ketua Tim Koordinasi Divestasi Saham PT Vale Indonesia kepada Pemkab Luwu Timur Saldy Mansyur mengatakan bahwa sudah saatnya Pemkab dan DPRD Lutim melakukan langkah yang nyata mempersiapkan masa depan daerah.
Pemda dinilai harus bisa mengantisipasi kondisi Lutim setelah tambang ditutup dan tidak berproduksi lagi. Dia merujuk banyak daerah tambang di dunia yang rakyatnya miskin setelah tidak ada lagi kegiatan pertambangan.
“Ini harus diantisipasi karena apa yang didapatkan Luwu Timur saat ini belum seberapa, perlu dilakukan transformasi ekonomi untuk mempercepat pelayanan kesejahteraan rakyat," jelasnya.
SAHAM INCO
Di tengah rencana divestasi tersebut, Vale Indonesia mencatatkan pertumbuhan kinerja. Dilansir Bisnis.com, INCO pada kuartal I/2023 mencatatkan pertumbuhan laba bersih 207 persen secara kuartalan (quarter-on-quarter/QoQ).
Seiring dengan naiknya harga nikel dan produksi perseroan yang lebih tinggi, INCO membukukan laba bersih senilai US$98,1 juta atau setara Rp1,45 triliun (kurs tengah BI Rp14.882).
Pada periode yang sama, laba bersih INCO secara tahunan (year-on-year/YoY) juga meningkat yakni sebesar 45,09 persen dibandingkan kuartal I/2022.
BACA JUGA Tadashi Yanai dan Transformasi Toko Warisan Jadi Uniqlo
Dalam keterangan resminya, CEO dan Presiden Direktur Vale Indonesia Febriany Eddy menerangkan produksi nikel dalam matte perseroan pada kuartal I/2023 adalah 21 persen lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu seiring dengan telah diselesaikannya pembangunan kembali Furnace 4 tahun lalu.
“Pada kuartal I/2023, harga nikel berada pada level yang menguntungkan dan mendorong INCO membukukan laba bersih yang kuat, sebesar US$98,1 juta [setara Rp1,45 triliun], meningkat 207 persen dibandingkan dengan laba bersih triwulan sebelumnya," jelasnya.
INCO membukukan EBITDA sebesar US$173,58 juta dan mengeluarkan sekitar US$58,2 juta setara Rp866,13 miliar untuk belanja modal pada kuartal I/2023. Menyusul peletakan batu pertama untuk Proyek Morowali pada Februari 2023, INCO dan mitra terus melaksanakan pekerjaan di lapangan, baik di lokasi tambang maupun di pabrik pengolahan.
"Perseroan juga akan terus mengoptimalkan produksi pada triwulan-triwulan selanjutnya di tahun ini dan pada saat yang bersamaan berupaya meningkatkan produktivitas dan efisiensi biaya operasi," kata Febriany.
BACA JUGA Profil Low Tuck Kwong, Orang Terkaya ke-3 di Indonesia
Pada penutupan perdagangan Selasa (6/6/2023), saham INCO berada pada level menjadi Rp6.600. Kapitalisasi pasarnya mencapai Rp65,58 triliun, dengan valuasi PER 11,11 kali.
Sepanjang 2023, saham INCO cenderung melemah terbatas, sedangkan dalam sebulan terakhir, saham emiten nikel ini turun 5,34 persen. Sementara sepanjang tahun berjalan, saham INCO turun 6,34 persen. Sebagai pembanding, pada akhir 2022 saham INCO mencapai level Rp7.200.
POPULAR
RELATED ARTICLES