Negosiasi RI-AS Mandek Tapi Vietnam Berhasil, Kok Bisa?
Menilai paket negosiasi yang ditawarkan Vietnam kepada AS secara signifikan mengurangi defisit neraca perdagangan AS

Context.id, JAKARTA - Vietnam berhasil menyalip Indonesia dalam mencapai kesepakatan perdagangan dengan Amerika Serikat (AS).
Presiden AS Donald Trump mengumumkan akan mengenakan tarif impor 20% terhadap barang asal Vietnam, lebih rendah dari tarif yang pertama kali Trump umumkan pada April lalu sebesar 40%.
Namun, AS akan mengenakan tarif 40% untuk barang-barang yang dialihkan lewat Vietnam alias transshipment yang didominasi produk China.
Sedangkan, Indonesia tetap dikenakan tarif 32%. Angka ini tidak berubah, meski pemerintah Indonesia telah melakukan upaya negosiasi dengan pihak AS.
Hal ini pun membuat publik bertanya-tanya, apa yang membedakan tawaran Vietnam dengan Indonesia, hingga kedua negara Asean itu memiliki nasib yang berbeda.
Peneliti Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Dandy Rafitrandi menilai paket yang ditawarkan Vietnam lebih konkret untuk mengurangi defisit neraca perdagangan AS.
Vietnam berani memberikan tarif 0% terhadap produk impor asal AS. Apabila dilakukan simulasi dengan jumlah ekspor AS ke Vietnam yang senilai US$13 miliar, maka setiap tahunnya AS bisa menurunkan defisit neraca perdagangan hingga sebesar US$3 miliar per tahun.
Sedangkan, jika dilakukan perhitungan atas impor AS dari Vietnam dengan tarif baru yakni 20%, Dandy menyebut AS bisa meraup untung hingga US$ 30 miliar per tahun.
“Total impor Amerika Serikat dari Vietnam itu sekitar US$130 miliar. Jadi, kalau kita bisa lihat kemungkinan paketnya itu kalau kita total itu ya, penerimaan dari impor dan juga potensi penurunan trade deficit ini sekitar US$30 miliar per tahun,” jelasnya, Kamis (10/7) di Jakarta
Sedangkan, menurut Dandy negosiasi yang ditawarkan Indonesia bersifat one time atau secara signifikan belum mampu mengurangi defisit neraca perdagangan RI-AS.
Apalagi, kata Dandy, AS memiliki kepentingan politik untuk membuktikan kebijakan tarif merupakan langkah jitu untuk memangkas defisit neraca perdagangan negaranya.
“Jadi mungkin pertanyaannya yang bisa kita formulasikan untuk paket-paket offer selanjutnya, itu adalah bagaimana offer Indonesia itu bisa menurunkan trade deficit Amerika Serikat,” kata Dandy.
POPULAR
RELATED ARTICLES
Negosiasi RI-AS Mandek Tapi Vietnam Berhasil, Kok Bisa?
Menilai paket negosiasi yang ditawarkan Vietnam kepada AS secara signifikan mengurangi defisit neraca perdagangan AS

Context.id, JAKARTA - Vietnam berhasil menyalip Indonesia dalam mencapai kesepakatan perdagangan dengan Amerika Serikat (AS).
Presiden AS Donald Trump mengumumkan akan mengenakan tarif impor 20% terhadap barang asal Vietnam, lebih rendah dari tarif yang pertama kali Trump umumkan pada April lalu sebesar 40%.
Namun, AS akan mengenakan tarif 40% untuk barang-barang yang dialihkan lewat Vietnam alias transshipment yang didominasi produk China.
Sedangkan, Indonesia tetap dikenakan tarif 32%. Angka ini tidak berubah, meski pemerintah Indonesia telah melakukan upaya negosiasi dengan pihak AS.
Hal ini pun membuat publik bertanya-tanya, apa yang membedakan tawaran Vietnam dengan Indonesia, hingga kedua negara Asean itu memiliki nasib yang berbeda.
Peneliti Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Dandy Rafitrandi menilai paket yang ditawarkan Vietnam lebih konkret untuk mengurangi defisit neraca perdagangan AS.
Vietnam berani memberikan tarif 0% terhadap produk impor asal AS. Apabila dilakukan simulasi dengan jumlah ekspor AS ke Vietnam yang senilai US$13 miliar, maka setiap tahunnya AS bisa menurunkan defisit neraca perdagangan hingga sebesar US$3 miliar per tahun.
Sedangkan, jika dilakukan perhitungan atas impor AS dari Vietnam dengan tarif baru yakni 20%, Dandy menyebut AS bisa meraup untung hingga US$ 30 miliar per tahun.
“Total impor Amerika Serikat dari Vietnam itu sekitar US$130 miliar. Jadi, kalau kita bisa lihat kemungkinan paketnya itu kalau kita total itu ya, penerimaan dari impor dan juga potensi penurunan trade deficit ini sekitar US$30 miliar per tahun,” jelasnya, Kamis (10/7) di Jakarta
Sedangkan, menurut Dandy negosiasi yang ditawarkan Indonesia bersifat one time atau secara signifikan belum mampu mengurangi defisit neraca perdagangan RI-AS.
Apalagi, kata Dandy, AS memiliki kepentingan politik untuk membuktikan kebijakan tarif merupakan langkah jitu untuk memangkas defisit neraca perdagangan negaranya.
“Jadi mungkin pertanyaannya yang bisa kita formulasikan untuk paket-paket offer selanjutnya, itu adalah bagaimana offer Indonesia itu bisa menurunkan trade deficit Amerika Serikat,” kata Dandy.
POPULAR
RELATED ARTICLES