Tarif Jadi Senjata Trump Jegal China di Panggung Global
Kebijakan ekonomi Presiden AS Donald Trump bertujuan untuk menghambat China dalam rantai pasok global

Context.id, JAKARTA - Kebijakan ekonomi terbaru Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dimaksudkan untuk menjegal China dalam rantai pasok global. Tak cuma tarif timbal balik atau resiprokal, syarat transshipment oleh AS juga jadi masalah genting.
Transshipment merupakan pengalihan barang asal China lewat Indonesia sebelum diekspor ke AS. Misalnya, demi menghindari tarif impor tinggi, China mengganti label dari “made in China” menjadi “made in Indonesia”.
Peneliti Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Riandy Laksono menilai AS tidak hanya menghambat produk “made in China” tetapi juga “made by China”.
Artinya, jika transshipment tidak didefinisikan secara jelas oleh Trump, kebijakan ini berpotensi bukan hanya menyasar produk yang melalui proses tidak substansial tetapi juga barang yang diproduksi oleh investasi dari China.
Bisa-bisa, kata Riandy, produk hasil pabrik China yang relokasi ke Indonesia juga diberi label sebagai produk transshipment. Rivalitas AS-China saat ini bergeser dari perang tarif menjadi rekonfigurasi rantai pasok global dan kawasan.
“Nah kalau negara impor kain (dari China), dicetak kemudian mengekspor baju (ke AS), belum tentu itu dianggap cukup meaningful prosesnya. Jadi kalau gak cukup meaningful, tarifnya berubah dari 20% ke 40%,” jelas Riandy dalam media briefing bertajuk Merespon Kebijakan Tarif Trump: Mendayung di Antara Banyak Karang, Kamis (10/7/2025).
Di sisi lain, Riandy memperkirakan dampak kebijakan Trump dapat meluas hingga kawasan Asean. Negara-negara di Asia tenggara berpotensi dikenakan nilai tarif yang sama dengan kesepakatan dagang antara AS dan Vietnam.
Seperti diketahui, Trump akan mengenakan tarif impor 20% untuk produk impor asal Vietnam dan 40% terhadap barang asal China yang sekadar transit di Negeri Naga Biru itu..
Riandy memperkirakan AS akan menjadikan tarif 40% sebagai tarif dasar atau baseline bagi negara-negara Asean. “Saya berpendapat negara itu justru harus membuktikan barang itu bukan transshipment untuk bisa mendapatkan tarif 20%.”
Tantangannya, lanjut Riandy, negara-negara Asean sangat bergantung pada bahan baku asal China. Misalnya, Kamboja mengimpor 54,7% material bahan bakunya dari China, Vietnam sebesar 31,9%, sedangkan Indonesia 25%.
“Jadi, kalau rantai pasok ini diganggu, ekspor kita juga terdampak. Karena bahan-bahannya dari China yang dilarang oleh AS,” ujarnya.
POPULAR
RELATED ARTICLES
Tarif Jadi Senjata Trump Jegal China di Panggung Global
Kebijakan ekonomi Presiden AS Donald Trump bertujuan untuk menghambat China dalam rantai pasok global

Context.id, JAKARTA - Kebijakan ekonomi terbaru Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dimaksudkan untuk menjegal China dalam rantai pasok global. Tak cuma tarif timbal balik atau resiprokal, syarat transshipment oleh AS juga jadi masalah genting.
Transshipment merupakan pengalihan barang asal China lewat Indonesia sebelum diekspor ke AS. Misalnya, demi menghindari tarif impor tinggi, China mengganti label dari “made in China” menjadi “made in Indonesia”.
Peneliti Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Riandy Laksono menilai AS tidak hanya menghambat produk “made in China” tetapi juga “made by China”.
Artinya, jika transshipment tidak didefinisikan secara jelas oleh Trump, kebijakan ini berpotensi bukan hanya menyasar produk yang melalui proses tidak substansial tetapi juga barang yang diproduksi oleh investasi dari China.
Bisa-bisa, kata Riandy, produk hasil pabrik China yang relokasi ke Indonesia juga diberi label sebagai produk transshipment. Rivalitas AS-China saat ini bergeser dari perang tarif menjadi rekonfigurasi rantai pasok global dan kawasan.
“Nah kalau negara impor kain (dari China), dicetak kemudian mengekspor baju (ke AS), belum tentu itu dianggap cukup meaningful prosesnya. Jadi kalau gak cukup meaningful, tarifnya berubah dari 20% ke 40%,” jelas Riandy dalam media briefing bertajuk Merespon Kebijakan Tarif Trump: Mendayung di Antara Banyak Karang, Kamis (10/7/2025).
Di sisi lain, Riandy memperkirakan dampak kebijakan Trump dapat meluas hingga kawasan Asean. Negara-negara di Asia tenggara berpotensi dikenakan nilai tarif yang sama dengan kesepakatan dagang antara AS dan Vietnam.
Seperti diketahui, Trump akan mengenakan tarif impor 20% untuk produk impor asal Vietnam dan 40% terhadap barang asal China yang sekadar transit di Negeri Naga Biru itu..
Riandy memperkirakan AS akan menjadikan tarif 40% sebagai tarif dasar atau baseline bagi negara-negara Asean. “Saya berpendapat negara itu justru harus membuktikan barang itu bukan transshipment untuk bisa mendapatkan tarif 20%.”
Tantangannya, lanjut Riandy, negara-negara Asean sangat bergantung pada bahan baku asal China. Misalnya, Kamboja mengimpor 54,7% material bahan bakunya dari China, Vietnam sebesar 31,9%, sedangkan Indonesia 25%.
“Jadi, kalau rantai pasok ini diganggu, ekspor kita juga terdampak. Karena bahan-bahannya dari China yang dilarang oleh AS,” ujarnya.
POPULAR
RELATED ARTICLES