Inflasi Mei 2023 Melandai, Cek Penyebab dan Dampaknya
Inflasi Mei 2023 di Indonesia tercatat sebesar 0,09 persen (mtm) atau yang terendah sepanjang tahun 2023.
Context.id, JAKARTA - Indonesia mengalami inflasi sebesar 0,09 persen (month-to-month/mtm) pada Mei 2023 atau yang terendah sepanjang tahun ini.
Dalam keterangan resminya, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi Mei 2023 lebih rendah dari inflasi bulan sebelumnya yakni sebesar 0,33 persen dan juga dari bulan-bulan sebelumnya sepanjang tahun ini.
Bahkan, inflasi Mei 2023 lebih rendah dari inflasi Mei 2022 yang mencapai 0,40 persen. Dengan begitu, angka inflasi Mei 2023 (year-on-year/yoy) menjadi 4 persen.
Adapun, secara tahun kalender (year-to-date/ytd) hingga Mei 2023 Indonesia mengalami inflasi sebesar 1,1 persen.
“Pascalebaran 2023, tingkat inflasi mulai melemah bahkan merupakan tingkat inflasi terendah sejak Januari 2023,” kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini dalam Rilis Berita Resmi Statistik, Senin (5/6/2023).
BACA JUGA RI Kebut Ekosistem Kendaraan Listrik Demi NZE 2060
Dilansir bi.go.id, inflasi merupakan kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Inflasi tidak menggambarkan kenaikan harga dari satu atau dua barang saja, kecuali bila kenaikannya meluas atau mengakibatkan kenaikan harga pada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi.
BPS menjadi lembaga yang menghitung inflasi dengan melakukan survei untuk mengumpulkan data harga dari berbagai macam barang dan jasa yang dianggap mewakili belanja konsumsi masyarakat. Data tersebut kemudian digunakan untuk menghitung tingkat inflasi dengan membandingkan harga-harga saat ini dengan periode sebelumnya.
PENYEBAB INFLASI
BPS melaporkan, berdasarkan kelompok pengeluaran, penyumbang inflasi bulanan terbesar Mei 2023 adalah kelompok makanan, minuman, dan tembakau sebesar 0,48 persen dan berkontribusi sebesar 0,13 persen. Namun, inflasi kelompok tersebut teredam oleh deflasi pada kelompok pakaian dan alas kaki, serta transportasi.
Di sisi lain, komoditas penyumbang inflasi tertinggi secara bulanan, antara lain bawang merah dengan andil sebesar 0,03 persen, daging ayam ras (0,03 persen), ikan segar (0,02 persen), telur ayam ras (0,02 persen), rokok kretek filter (0,02 persen), dan bawang putih (0,02 persen).
BPS menilai tingginya harga bawang merah dan bawang putih disebabkan kurangnya pasokan di pasaran untuk mencukupi kebutuhan masyarakat.
"Bawang putih yang kebanyakan dari impor ini ditengarai karena impor bawang putih belum masuk ke Indonesia secara utuh sehingga pasokan bawang putih di pasar tradisional masih sangat terbatas, harga menjadi lebih mahal," kata Pudji Ismartini seperti dilansir Bisnis.com.
BACA JUGA Profil Low Tuck Kwong, Orang Terkaya ke-3 di Indonesia
Untuk inflasi secara tahunan, BPS melaporkan komponen inti memberikan andil paling besar dengan inflasi tahunan sebesar 2,66 persen atau lebih rendah dibandingkan April 2023 sebesar 2,83 persen.
Komoditas yang dominan memberikan andil inflasi adalah tarif kontrak rumah, sewa rumah, biaya perguruan tinggi, emas perhiasan dan upah asisten rumah tinggi.
Tekanan inflasi juga didorong oleh komponen harga yang diatur pemerintah yang mengalami inflasi sebesar 9,52 persen, lebih rendah dibandingkan April 2023 sebesar 10,32 persen. Komponen ini sebesar 1,70 persen. Sementara komoditas yang dominan terhadap komponen ini adalah bensin, rokok, bahan rumah tangga, tarif angkutan kota, rokok putih dan rokok kretek.
“Komponen harga bergejolak pun mengalami inflasi sebesar 0,49 persen, lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 0,29 persen. Komoditas yang dominan memberikan andil inflasi adalah bawang merah, daging ayam ras, telur ayam ras, dan bawang putih. Andil inflasi komponen harga bergejolak sebesar 0,09 persen,” ujar Pudji.
BACA JUGA Milenial Susah Beli Rumah? Begini Faktanya
DAMPAK INFLASI
Mengutip Bisnis.com, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjoyo menyampaikan bahwa laju inflasi pada Mei 2023 tersebut kembali ke sasaran target BI 2-4 persen lebih cepat dari perkiraan sebelumnya.
“Terlihat bahwa inflasi turun lebih cepat dari yang kita perkirakan," katanya usai Rapat Kerja bersama dengan Komisi XI, Senin (5/6/2023).
Menurutnya, kebijakan moneter BI efektif dalam mengendalikan inflasi inti lantaran inflasi inti tetap terkendali di bawah 3 persen.
Sejalan dengan itu, inflasi pangan atau harga bergejolak (volatile food) juga mengalami penurunan.
"Demikian juga volatile food yang terus rendah, ini dari hasil sinergi GNPIP [Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan]," kata Perry.
BACA JUGA Kualitas Udara Jakarta Memburuk, Waspadai Dampak Polusi
Oleh karena itu, Perry mengatakan bahwa kebijakan moneter, khususnya suku bunga kebijakan akan tetap diarahkan untuk memastikan inflasi inti terkendali pada kisaran 2-4 persen di sisa 2023, juga inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) yang dapat segera kembali ke sasaran 2-4 persen pada kuartal III/2023.
“[BI] mempertahankan kebijakan suku bunga meski nanti kami akan melihat perkembangan lebih lanjut sejauh nanti penurunan inflasi,” kata Perry.
Pada akhir 2023, BI memperkirakan tingkat inflasi akan mencapai 3,3 persen. Pada 2024, inflasi diperkirakan tetap terkendali pada kisaran 1,5 hingga 3,5 persen.
RELATED ARTICLES
Inflasi Mei 2023 Melandai, Cek Penyebab dan Dampaknya
Inflasi Mei 2023 di Indonesia tercatat sebesar 0,09 persen (mtm) atau yang terendah sepanjang tahun 2023.
Context.id, JAKARTA - Indonesia mengalami inflasi sebesar 0,09 persen (month-to-month/mtm) pada Mei 2023 atau yang terendah sepanjang tahun ini.
Dalam keterangan resminya, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi Mei 2023 lebih rendah dari inflasi bulan sebelumnya yakni sebesar 0,33 persen dan juga dari bulan-bulan sebelumnya sepanjang tahun ini.
Bahkan, inflasi Mei 2023 lebih rendah dari inflasi Mei 2022 yang mencapai 0,40 persen. Dengan begitu, angka inflasi Mei 2023 (year-on-year/yoy) menjadi 4 persen.
Adapun, secara tahun kalender (year-to-date/ytd) hingga Mei 2023 Indonesia mengalami inflasi sebesar 1,1 persen.
“Pascalebaran 2023, tingkat inflasi mulai melemah bahkan merupakan tingkat inflasi terendah sejak Januari 2023,” kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini dalam Rilis Berita Resmi Statistik, Senin (5/6/2023).
BACA JUGA RI Kebut Ekosistem Kendaraan Listrik Demi NZE 2060
Dilansir bi.go.id, inflasi merupakan kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Inflasi tidak menggambarkan kenaikan harga dari satu atau dua barang saja, kecuali bila kenaikannya meluas atau mengakibatkan kenaikan harga pada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi.
BPS menjadi lembaga yang menghitung inflasi dengan melakukan survei untuk mengumpulkan data harga dari berbagai macam barang dan jasa yang dianggap mewakili belanja konsumsi masyarakat. Data tersebut kemudian digunakan untuk menghitung tingkat inflasi dengan membandingkan harga-harga saat ini dengan periode sebelumnya.
PENYEBAB INFLASI
BPS melaporkan, berdasarkan kelompok pengeluaran, penyumbang inflasi bulanan terbesar Mei 2023 adalah kelompok makanan, minuman, dan tembakau sebesar 0,48 persen dan berkontribusi sebesar 0,13 persen. Namun, inflasi kelompok tersebut teredam oleh deflasi pada kelompok pakaian dan alas kaki, serta transportasi.
Di sisi lain, komoditas penyumbang inflasi tertinggi secara bulanan, antara lain bawang merah dengan andil sebesar 0,03 persen, daging ayam ras (0,03 persen), ikan segar (0,02 persen), telur ayam ras (0,02 persen), rokok kretek filter (0,02 persen), dan bawang putih (0,02 persen).
BPS menilai tingginya harga bawang merah dan bawang putih disebabkan kurangnya pasokan di pasaran untuk mencukupi kebutuhan masyarakat.
"Bawang putih yang kebanyakan dari impor ini ditengarai karena impor bawang putih belum masuk ke Indonesia secara utuh sehingga pasokan bawang putih di pasar tradisional masih sangat terbatas, harga menjadi lebih mahal," kata Pudji Ismartini seperti dilansir Bisnis.com.
BACA JUGA Profil Low Tuck Kwong, Orang Terkaya ke-3 di Indonesia
Untuk inflasi secara tahunan, BPS melaporkan komponen inti memberikan andil paling besar dengan inflasi tahunan sebesar 2,66 persen atau lebih rendah dibandingkan April 2023 sebesar 2,83 persen.
Komoditas yang dominan memberikan andil inflasi adalah tarif kontrak rumah, sewa rumah, biaya perguruan tinggi, emas perhiasan dan upah asisten rumah tinggi.
Tekanan inflasi juga didorong oleh komponen harga yang diatur pemerintah yang mengalami inflasi sebesar 9,52 persen, lebih rendah dibandingkan April 2023 sebesar 10,32 persen. Komponen ini sebesar 1,70 persen. Sementara komoditas yang dominan terhadap komponen ini adalah bensin, rokok, bahan rumah tangga, tarif angkutan kota, rokok putih dan rokok kretek.
“Komponen harga bergejolak pun mengalami inflasi sebesar 0,49 persen, lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 0,29 persen. Komoditas yang dominan memberikan andil inflasi adalah bawang merah, daging ayam ras, telur ayam ras, dan bawang putih. Andil inflasi komponen harga bergejolak sebesar 0,09 persen,” ujar Pudji.
BACA JUGA Milenial Susah Beli Rumah? Begini Faktanya
DAMPAK INFLASI
Mengutip Bisnis.com, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjoyo menyampaikan bahwa laju inflasi pada Mei 2023 tersebut kembali ke sasaran target BI 2-4 persen lebih cepat dari perkiraan sebelumnya.
“Terlihat bahwa inflasi turun lebih cepat dari yang kita perkirakan," katanya usai Rapat Kerja bersama dengan Komisi XI, Senin (5/6/2023).
Menurutnya, kebijakan moneter BI efektif dalam mengendalikan inflasi inti lantaran inflasi inti tetap terkendali di bawah 3 persen.
Sejalan dengan itu, inflasi pangan atau harga bergejolak (volatile food) juga mengalami penurunan.
"Demikian juga volatile food yang terus rendah, ini dari hasil sinergi GNPIP [Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan]," kata Perry.
BACA JUGA Kualitas Udara Jakarta Memburuk, Waspadai Dampak Polusi
Oleh karena itu, Perry mengatakan bahwa kebijakan moneter, khususnya suku bunga kebijakan akan tetap diarahkan untuk memastikan inflasi inti terkendali pada kisaran 2-4 persen di sisa 2023, juga inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) yang dapat segera kembali ke sasaran 2-4 persen pada kuartal III/2023.
“[BI] mempertahankan kebijakan suku bunga meski nanti kami akan melihat perkembangan lebih lanjut sejauh nanti penurunan inflasi,” kata Perry.
Pada akhir 2023, BI memperkirakan tingkat inflasi akan mencapai 3,3 persen. Pada 2024, inflasi diperkirakan tetap terkendali pada kisaran 1,5 hingga 3,5 persen.
POPULAR
RELATED ARTICLES