Eropa Timur di Ambang Krisis Energi Akibat Penghentian Aliran Gas Rusia
Pemerintah Ukraina menolak memperpanjang perjanjian transit dengan Gazprom, perusahaan energi milik negara Rusia.
Context.id, JAKARTA - Aliran gas Rusia ke Eropa melalui Ukraina resmi dihentikan pada Hari Tahun Baru setelah pemerintah Ukraina menolak memperpanjang perjanjian transit dengan Gazprom, perusahaan energi milik negara Rusia.
Keputusan ini diambil di tengah perang yang terus berlangsung antara Ukraina dan Rusia, dengan tujuan merampas pendapatan Rusia yang dapat digunakan untuk mendanai invasi militernya.
Seperti dilansir dari laporan Al Jazeera, langkah ini dipuji oleh Menteri Energi Ukraina, German Galushchenko, sebagai "peristiwa bersejarah" yang menandai berakhirnya dominasi Rusia di pasar energi Uni Eropa.
Sebelum perang, Rusia memasok hingga 35% kebutuhan gas Eropa, namun pangsa pasarnya kini menyusut menjadi kurang dari 10%.
Berdampak bagi Eropa Timur
Keputusan ini berdampak signifikan bagi beberapa negara di Eropa Timur. Moldova, Austria, dan Slovakia, yang selama ini bergantung pada jalur transit gas melalui Ukraina, kini menghadapi tantangan besar dalam memenuhi kebutuhan energi mereka.
Moldova:
Presiden Moldova Maia Sandu menyebut musim dingin ini sebagai "musim yang keras" setelah wilayah Transnistria, yang memisahkan diri, memutus pasokan pemanas dan air panas ke rumah tangga.
Pemerintah Moldova telah mendiversifikasi sumber energinya dengan impor dari Rumania, tetapi tetap menghadapi kekurangan yang signifikan.
Slovakia:
Negara ini kehilangan pemasukan transit hingga 177 juta euro (US$184 juta) dan harus mengimpor gas dengan biaya lebih tinggi dari rute alternatif.
Perdana Menteri Robert Fico memperingatkan harga gas di seluruh Eropa akan naik akibat penghentian aliran gas Rusia.
Austria:
Meski menghadapi situasi sulit, regulator energi Austria menyatakan infrastruktur mereka cukup fleksibel untuk beralih ke pasokan gas dari negara-negara tetangga, seperti Jerman, Republik Ceko, dan Polandia.
Pasokan alternatif
Eropa telah mempercepat upaya diversifikasi energi sejak invasi Rusia ke Ukraina pada 2022.
Gas alam cair (LNG) dari Amerika Serikat dan Qatar, serta gas pipa dari Norwegia, menjadi solusi utama untuk menggantikan pasokan Rusia.
Jaringan pipa TurkStream yang melewati Turki masih menjadi satu-satunya jalur aktif untuk gas Rusia ke Eropa, tetapi kapasitasnya terbatas.
Komisi Eropa optimis infrastruktur gas yang ada dapat menangani kebutuhan energi tanpa Rusia. Namun, biaya tambahan dalam proses transisi tetap menjadi tantangan ekonomi bagi banyak negara.
Penghentian aliran gas Rusia melalui Ukraina menandai perubahan besar dalam peta energi global.
Ukraina, yang sebelumnya hanya berfungsi sebagai jalur transit, kini mengambil sikap tegas dalam mengurangi ketergantungan Eropa terhadap Rusia.
Di sisi lain, Rusia kehilangan salah satu sumber pendapatan utamanya, yang diperkirakan mencapai US$5-US$6,5 miliar per tahun dari kesepakatan transit tersebut.
Keputusan Ukraina ini bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga bagian dari strategi geopolitik untuk melemahkan posisi Rusia dalam perang yang berkepanjangan.
Namun, dampaknya pada stabilitas energi Eropa Timur menunjukkan kompleksitas dari langkah tersebut.
RELATED ARTICLES
Eropa Timur di Ambang Krisis Energi Akibat Penghentian Aliran Gas Rusia
Pemerintah Ukraina menolak memperpanjang perjanjian transit dengan Gazprom, perusahaan energi milik negara Rusia.
Context.id, JAKARTA - Aliran gas Rusia ke Eropa melalui Ukraina resmi dihentikan pada Hari Tahun Baru setelah pemerintah Ukraina menolak memperpanjang perjanjian transit dengan Gazprom, perusahaan energi milik negara Rusia.
Keputusan ini diambil di tengah perang yang terus berlangsung antara Ukraina dan Rusia, dengan tujuan merampas pendapatan Rusia yang dapat digunakan untuk mendanai invasi militernya.
Seperti dilansir dari laporan Al Jazeera, langkah ini dipuji oleh Menteri Energi Ukraina, German Galushchenko, sebagai "peristiwa bersejarah" yang menandai berakhirnya dominasi Rusia di pasar energi Uni Eropa.
Sebelum perang, Rusia memasok hingga 35% kebutuhan gas Eropa, namun pangsa pasarnya kini menyusut menjadi kurang dari 10%.
Berdampak bagi Eropa Timur
Keputusan ini berdampak signifikan bagi beberapa negara di Eropa Timur. Moldova, Austria, dan Slovakia, yang selama ini bergantung pada jalur transit gas melalui Ukraina, kini menghadapi tantangan besar dalam memenuhi kebutuhan energi mereka.
Moldova:
Presiden Moldova Maia Sandu menyebut musim dingin ini sebagai "musim yang keras" setelah wilayah Transnistria, yang memisahkan diri, memutus pasokan pemanas dan air panas ke rumah tangga.
Pemerintah Moldova telah mendiversifikasi sumber energinya dengan impor dari Rumania, tetapi tetap menghadapi kekurangan yang signifikan.
Slovakia:
Negara ini kehilangan pemasukan transit hingga 177 juta euro (US$184 juta) dan harus mengimpor gas dengan biaya lebih tinggi dari rute alternatif.
Perdana Menteri Robert Fico memperingatkan harga gas di seluruh Eropa akan naik akibat penghentian aliran gas Rusia.
Austria:
Meski menghadapi situasi sulit, regulator energi Austria menyatakan infrastruktur mereka cukup fleksibel untuk beralih ke pasokan gas dari negara-negara tetangga, seperti Jerman, Republik Ceko, dan Polandia.
Pasokan alternatif
Eropa telah mempercepat upaya diversifikasi energi sejak invasi Rusia ke Ukraina pada 2022.
Gas alam cair (LNG) dari Amerika Serikat dan Qatar, serta gas pipa dari Norwegia, menjadi solusi utama untuk menggantikan pasokan Rusia.
Jaringan pipa TurkStream yang melewati Turki masih menjadi satu-satunya jalur aktif untuk gas Rusia ke Eropa, tetapi kapasitasnya terbatas.
Komisi Eropa optimis infrastruktur gas yang ada dapat menangani kebutuhan energi tanpa Rusia. Namun, biaya tambahan dalam proses transisi tetap menjadi tantangan ekonomi bagi banyak negara.
Penghentian aliran gas Rusia melalui Ukraina menandai perubahan besar dalam peta energi global.
Ukraina, yang sebelumnya hanya berfungsi sebagai jalur transit, kini mengambil sikap tegas dalam mengurangi ketergantungan Eropa terhadap Rusia.
Di sisi lain, Rusia kehilangan salah satu sumber pendapatan utamanya, yang diperkirakan mencapai US$5-US$6,5 miliar per tahun dari kesepakatan transit tersebut.
Keputusan Ukraina ini bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga bagian dari strategi geopolitik untuk melemahkan posisi Rusia dalam perang yang berkepanjangan.
Namun, dampaknya pada stabilitas energi Eropa Timur menunjukkan kompleksitas dari langkah tersebut.
POPULAR
RELATED ARTICLES