Stories - 21 October 2024

Eksodus Miliarder Eropa Mencari Kota Ramah Pajak

Miliarder Eropa semakin memilih untuk pindah ke kota-kota yang menawarkan kebijakan pajak lebih ramah guna mengoptimalkan keuntungan mereka.


Ilustrasi miliarder/Bisnis Muda

Context.id, JAKARTA - Di tengah perubahan kebijakan pajak di berbagai negara Eropa, para miliarder mulai dilanda kegelisahan. Sebagian dari mereka mulai mempertimbangkan untuk meninggalkan tempat tinggal lama dan pindah ke yurisdiksi yang lebih ramah pajak. 

Di Inggris, contohnya, reformasi yang diusulkan oleh pemerintahan Partai Buruh telah menghapus rezim pajak "non-domicile" (non-dom) yang selama ini menguntungkan orang asing kaya. 

Selama lebih dari dua abad, rezim non-dom memungkinkan individu kaya yang tinggal di Inggris tetapi berdomisili di luar negeri untuk menghindari pajak atas pendapatan dan keuntungan modal luar negeri mereka. 

Namun, dengan perubahan ini, masa keemasan bagi banyak dari mereka tampaknya akan segera berakhir.

Seperti diberitakan Financial Today, bukan hanya Inggris yang menghadapi eksodus orang kaya. Di Prancis, ketidakpastian politik yang mencuat setelah pemilu parlemen dadakan pada Juli 2024 menambah kecemasan. 



Ketakutan akan kembalinya pajak kekayaan yang kontroversial di bawah aliansi sayap kiri yang kini memegang kendali, mendorong banyak orang kaya untuk merencanakan langkah-langkah darurat. 

Situasi yang tidak jauh berbeda terjadi di Norwegia, perubahan pajak kekayaan dan keuntungan modal pada 2022 lalu menyebabkan gelombang jutawan dan miliarder meninggalkan negara itu menuju Swiss.

Gelombang migrasi orang super kaya ini mencerminkan betapa mudahnya bagi mereka untuk berpindah negara demi mendapatkan kondisi pajak yang lebih menguntungkan. 

Negara kota ramah pajak
Banyak kota atau negara-negara yang bersaing keras untuk menarik mereka dengan penawaran pajak yang menggoda, menggantikan dominasi wilayah tradisional seperti Inggris, Swiss, dan Monako.

Dubai, Hong Kong dan Singapura telah menjadi magnet bagi para jutawan global, menawarkan pajak penghasilan dan modal yang rendah atau bahkan tanpa pajak sama sekali. 

Di sisi lain, negara-negara Eropa seperti Italia dan Yunani kini memberlakukan pajak tetap yang terjangkau meski kekayaan mereka sangat besar. 

Italia, misalnya, menawarkan pajak tetap sebesar 200.000 euro per tahun bagi mereka yang memilih menjadi penduduk pajak di negara tersebut, sebuah skema yang berhasil menarik perhatian banyak miliarder asing.

Namun, persaingan untuk menarik orang kaya semakin sengit. Inggris, selain mengubah aturan non-dom, juga berencana menutup celah "carried interest" yang selama ini dimanfaatkan oleh mitra ekuitas swasta untuk mendapatkan keuntungan pajak. 

Di tengah tekanan politik yang terus meningkat, beberapa negara seperti Portugal mulai memperketat aturan pajaknya. 

Program nonresiden Portugal, yang dulunya populer di kalangan pensiunan kaya, kini telah direvisi sehingga tidak lagi menawarkan manfaat yang sama. 

Negara-negara Nordik juga mengeluhkan program-program semacam itu menarik pensiunan kaya yang berhenti membayar pajak di negara asal mereka.

Dubai, dengan kebijakan tanpa pajaknya, kini memimpin sebagai destinasi utama bagi orang kaya yang ingin menghindari pajak penghasilan dan pajak keuntungan modal. 

Berdasarkan data dari Henley & Partners, lebih dari 128.000 jutawan diperkirakan akan pindah negara pada 2024, melampaui rekor 120.000 pada tahun sebelumnya.

Hal ini ditengarai imbas dari tekanan ekonomi yang dihadapi pemerintah setelah pandemi. Banyak miliarder khawatir kekayaan mereka akan dilihat sebagai sumber pendapatan yang mudah diambil oleh pemerintah. 

Di tingkat global, diskusi juga mulai berkembang tentang perlunya pajak minimum dunia bagi miliarder, serupa dengan upaya OECD dalam menetapkan tarif pajak minimum bagi perusahaan. 

Milan menonjol
Di tengah persaingan global ini, Italia melalui Milan semakin menonjol sebagai salah satu tujuan favorit baru bagi para orang kaya Eropa. 

Kebijakan pajak tetap yang diperkenalkan Italia,membuat kota ini menjadi magnet bagi mereka yang ingin melindungi kekayaan mereka dari pajak tinggi di negara lain. 

Selain itu, Milan menawarkan lebih dari sekadar keuntungan pajak. Sebagai pusat mode dan bisnis, kota ini menyediakan kualitas hidup yang tinggi, sistem perbankan yang kuat, dan akses transportasi yang luas ke kota-kota besar di Eropa.

Namun, seperti kota besar lainnya di Eropa, masuknya orang super kaya di Milan memicu gentrifikasi dan meningkatkan harga properti, terutama di distrik mewah seperti Brera dan Quadrilatero della Moda. 

Ketegangan sosial mulai muncul ketika penduduk lokal khawatir akan meningkatnya biaya hidup akibat lonjakan harga sewa.

Di tengah ketidakpastian politik dan ekonomi di banyak negara Eropa, Milan tampaknya siap untuk menjadi destinasi utama bagi mereka yang mencari kombinasi antara gaya hidup mewah dan keuntungan pajak. 

Pemerintah Italia berharap masuknya lebih banyak orang kaya akan memperkuat ekonomi lokal dan membawa investasi asing yang lebih besar ke sektor real estate, layanan keuangan, dan pariwisata mewah.

Pemerintah setempat perlu mengelola pertumbuhan ini dengan bijaksana, menjaga keseimbangan antara daya tarik sebagai pusat investasi internasional dan kota yang layak huni bagi semua lapisan masyarakat.


Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin

MORE  STORIES

Generasi Muda (Harus) Bisa Menavigasi Keuangan

Gen Z harus mulai cerdas dalam mengelola keuangan, dengan fokus pada menabung, investasi, dan pelunasan utang untuk mencapai kesejahteraan finansial.

Context.id | 25-10-2024

Popularitas Sepeda dan Skuter Listrik Dihadapkan dengan Risiko Keselamatan

Sepeda listrik dan skuter listrik semakin populer di Indonesia, tetapi risiko keselamatan yang tinggi memerlukan kesadaran dan tindakan pencegahan ...

Naufal Jauhar Nazhif | 25-10-2024

Mendengar, Membeli dan Menyanyikan, Inilah Pengaruh Kuat Jingle Produk

Jingle produk efektif sebagai alat pemasaran karena melodi dan lirik kreatifnya menciptakan koneksi emosional serta nostalgia.

Context.id | 25-10-2024

Mengapa Sekolah Masih Mewajibkan Rok bagi Anak Perempuan?

Studi menunjukkan seragam sekolah, khususnya rok yang dikenakan anak perempuan, dapat membatasi aktivitas fisik mereka.

Naufal Jauhar Nazhif | 24-10-2024