Share

Stories 15 Oktober 2024

AI atau Manajer Investasi, Siapa Lebih Unggul Memilih Instrumen Investasi?

Kecerdasan buatan (AI) mengubah manajemen investasi, menawarkan peluang dan tantangan yang memerlukan keterampilan baru.

Ilustrasi AI dalam investasi/ The Business

Context.id, JAKARTA - Di tengah lonjakan kecerdasan buatan (AI) yang mengubah wajah industri keuangan, muncul pertanyaan krusial: Bisakah AI menggantikan manajer kekayaan dalam memilih investasi? 

Fenomena ini tidak hanya menarik perhatian investor individu, tetapi juga mengguncang fondasi perusahaan-perusahaan keuangan besar. Dari kecepatan analisis hingga pengambilan keputusan yang lebih terinformasi, teknologi ini menawarkan peluang yang belum pernah ada sebelumnya.

Namun, risiko dan tantangan yang menyertainya tetap mengintai.

Dalam laporan Financial Today, Edward Morris, seorang pengusaha teknologi yang memimpin konsultansi Enigmatica, memberikan contoh nyata bagaimana AI dapat mengubah cara berinvestasi. 

Morris berbagi pengalamannya saat terlibat dalam penawaran umum perdana senilai US$5 miliar dari perusahaan desain chip, Arm. Menggunakan AI, Morris melakukan uji tuntas investasi secara efisien dan berhasil meraih laba 30% jauh melampaui target normalnya yang hanya 10%. 



"Aplikasi AI memberikan saya penasihat keuangan di saku saya. Saya bisa berinvestasi dengan lebih cerdas tanpa harus mengeluarkan biaya tinggi," ungkapnya.

Penyederhanaan proses
Morris menjelaskan penggunaan AI dalam proses investasi membuat uji tuntas jauh lebih sederhana. "Dulu, proses ini bisa memakan waktu berhari-hari. Sekarang, saya bisa mencari saham yang menjanjikan dan langsung berinteraksi tentang sejarah perusahaan, kinerja keuangan, dan potensi risiko," tambahnya. 

Melalui pendekatan ini, informasi yang sebelumnya tersebar dalam banyak dokumen kini diringkas dan disajikan dengan jelas.

Namun, tantangan tetap ada. Dalam survei industri terkini yang dilakukan oleh Mercer, lebih dari separuh manajer (54%) yang disurvei mengaku menggunakan AI dalam strategi investasi. 

Penulis laporan tersebut mengingatkan tentang potensi 'pencucian AI', di mana perusahaan mungkin melebih-lebihkan penggunaan AI mereka agar tampak lebih maju atau kompetitif. 

Banyak grup investasi kini menggunakan alat seperti Microsoft Copilot, Gemini dan ChatGPT secara ad-hoc, tetapi klaim integrasi AI sering kali dianggap berlebihan. Beberapa contoh mencolok dari "pencucian AI" meliputi manajer yang salah mengklasifikasikan pendekatan faktor linier tradisional sebagai “AI”.

Artinya meskipun AI menawarkan berbagai manfaat, ada kekhawatiran mendalam terkait ketergantungan pada teknologi ini. 

Neil Sahota, penasihat AI di PBB, memperingatkan tentang potensi risiko yang muncul ketika saran investasi yang diberikan AI tidak akurat. "Halusinasi AI, di mana sistem memberikan informasi yang salah atau menyesatkan, bisa berakibat fatal bagi investor," ujarnya seperti dikutip dari Financial Today. 

Kasus yang terjadi pada Samathur Li Kin-kan, seorang pengusaha yang kehilangan US$20 juta akibat menggunakan layanan robot investor, menunjukkan betapa rentannya pengguna AI dalam pengambilan keputusan investasi.

Sahota menekankan meskipun AI memiliki kekuatan dalam analisis data besar, ia seringkali tidak memahami nuansa situasi keuangan individu. 

"AI tidak memiliki empati dan tidak mampu memberikan dukungan emosional yang sangat diperlukan dalam pengambilan keputusan investasi, terutama dalam masa ketidakpastian pasar," tambahnya.

Integrasi AI
Di sisi lain, Dan Philps, CFA, dalam artikelnya di CFA Institute, menyoroti kesenjangan keterampilan yang ada di industri. Ia berpendapat AI tidak akan menggantikan manajer investasi, tetapi manajer investasi yang berhasil mengintegrasikan AI akan menggantikan mereka yang tidak. 

"Kesenjangan keterampilan AI di semua level di perusahaan investasi menciptakan risiko besar, tetapi juga peluang bagi mereka yang bersedia belajar dan beradaptasi," jelasnya.

Philps menekankan penting bagi manajer peneliti dan manajer investasi untuk memiliki kemampuan mengevaluasi pendekatan berbasis AI secara kritis. Tanpa keterampilan ini, mereka berisiko mengabaikan strategi unggul atau mendukung pendekatan cacat. 

Melalui adanya peluang yang ditawarkan oleh sertifikasi profesional dalam ilmu data, dia percaya profesional investasi dapat menutup kesenjangan keterampilan yang ada.

Perkembangan AI yang terus berlanjut, industri manajemen kekayaan berada di ambang perubahan besar. Meskipun teknologi ini menjanjikan banyak manfaat, penting bagi para profesional di bidang ini untuk terus belajar dan beradaptasi. 

Kesenjangan keterampilan yang ada harus diatasi agar manajer investasi dapat memanfaatkan potensi AI secara maksimal.

Seiring AI terus mengguncang industri, satu hal yang pasti: kolaborasi antara teknologi dan sentuhan manusia akan menjadi kunci untuk mencapai kesuksesan investasi yang berkelanjutan. 

Tentunya dengan pendekatan yang tepat, masa depan pengelolaan kekayaan yang didukung oleh AI bukan hanya menjanjikan efisiensi, tetapi juga menciptakan pengalaman investasi yang lebih personal dan efektif bagi setiap klien.



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 15 Oktober 2024

AI atau Manajer Investasi, Siapa Lebih Unggul Memilih Instrumen Investasi?

Kecerdasan buatan (AI) mengubah manajemen investasi, menawarkan peluang dan tantangan yang memerlukan keterampilan baru.

Ilustrasi AI dalam investasi/ The Business

Context.id, JAKARTA - Di tengah lonjakan kecerdasan buatan (AI) yang mengubah wajah industri keuangan, muncul pertanyaan krusial: Bisakah AI menggantikan manajer kekayaan dalam memilih investasi? 

Fenomena ini tidak hanya menarik perhatian investor individu, tetapi juga mengguncang fondasi perusahaan-perusahaan keuangan besar. Dari kecepatan analisis hingga pengambilan keputusan yang lebih terinformasi, teknologi ini menawarkan peluang yang belum pernah ada sebelumnya.

Namun, risiko dan tantangan yang menyertainya tetap mengintai.

Dalam laporan Financial Today, Edward Morris, seorang pengusaha teknologi yang memimpin konsultansi Enigmatica, memberikan contoh nyata bagaimana AI dapat mengubah cara berinvestasi. 

Morris berbagi pengalamannya saat terlibat dalam penawaran umum perdana senilai US$5 miliar dari perusahaan desain chip, Arm. Menggunakan AI, Morris melakukan uji tuntas investasi secara efisien dan berhasil meraih laba 30% jauh melampaui target normalnya yang hanya 10%. 



"Aplikasi AI memberikan saya penasihat keuangan di saku saya. Saya bisa berinvestasi dengan lebih cerdas tanpa harus mengeluarkan biaya tinggi," ungkapnya.

Penyederhanaan proses
Morris menjelaskan penggunaan AI dalam proses investasi membuat uji tuntas jauh lebih sederhana. "Dulu, proses ini bisa memakan waktu berhari-hari. Sekarang, saya bisa mencari saham yang menjanjikan dan langsung berinteraksi tentang sejarah perusahaan, kinerja keuangan, dan potensi risiko," tambahnya. 

Melalui pendekatan ini, informasi yang sebelumnya tersebar dalam banyak dokumen kini diringkas dan disajikan dengan jelas.

Namun, tantangan tetap ada. Dalam survei industri terkini yang dilakukan oleh Mercer, lebih dari separuh manajer (54%) yang disurvei mengaku menggunakan AI dalam strategi investasi. 

Penulis laporan tersebut mengingatkan tentang potensi 'pencucian AI', di mana perusahaan mungkin melebih-lebihkan penggunaan AI mereka agar tampak lebih maju atau kompetitif. 

Banyak grup investasi kini menggunakan alat seperti Microsoft Copilot, Gemini dan ChatGPT secara ad-hoc, tetapi klaim integrasi AI sering kali dianggap berlebihan. Beberapa contoh mencolok dari "pencucian AI" meliputi manajer yang salah mengklasifikasikan pendekatan faktor linier tradisional sebagai “AI”.

Artinya meskipun AI menawarkan berbagai manfaat, ada kekhawatiran mendalam terkait ketergantungan pada teknologi ini. 

Neil Sahota, penasihat AI di PBB, memperingatkan tentang potensi risiko yang muncul ketika saran investasi yang diberikan AI tidak akurat. "Halusinasi AI, di mana sistem memberikan informasi yang salah atau menyesatkan, bisa berakibat fatal bagi investor," ujarnya seperti dikutip dari Financial Today. 

Kasus yang terjadi pada Samathur Li Kin-kan, seorang pengusaha yang kehilangan US$20 juta akibat menggunakan layanan robot investor, menunjukkan betapa rentannya pengguna AI dalam pengambilan keputusan investasi.

Sahota menekankan meskipun AI memiliki kekuatan dalam analisis data besar, ia seringkali tidak memahami nuansa situasi keuangan individu. 

"AI tidak memiliki empati dan tidak mampu memberikan dukungan emosional yang sangat diperlukan dalam pengambilan keputusan investasi, terutama dalam masa ketidakpastian pasar," tambahnya.

Integrasi AI
Di sisi lain, Dan Philps, CFA, dalam artikelnya di CFA Institute, menyoroti kesenjangan keterampilan yang ada di industri. Ia berpendapat AI tidak akan menggantikan manajer investasi, tetapi manajer investasi yang berhasil mengintegrasikan AI akan menggantikan mereka yang tidak. 

"Kesenjangan keterampilan AI di semua level di perusahaan investasi menciptakan risiko besar, tetapi juga peluang bagi mereka yang bersedia belajar dan beradaptasi," jelasnya.

Philps menekankan penting bagi manajer peneliti dan manajer investasi untuk memiliki kemampuan mengevaluasi pendekatan berbasis AI secara kritis. Tanpa keterampilan ini, mereka berisiko mengabaikan strategi unggul atau mendukung pendekatan cacat. 

Melalui adanya peluang yang ditawarkan oleh sertifikasi profesional dalam ilmu data, dia percaya profesional investasi dapat menutup kesenjangan keterampilan yang ada.

Perkembangan AI yang terus berlanjut, industri manajemen kekayaan berada di ambang perubahan besar. Meskipun teknologi ini menjanjikan banyak manfaat, penting bagi para profesional di bidang ini untuk terus belajar dan beradaptasi. 

Kesenjangan keterampilan yang ada harus diatasi agar manajer investasi dapat memanfaatkan potensi AI secara maksimal.

Seiring AI terus mengguncang industri, satu hal yang pasti: kolaborasi antara teknologi dan sentuhan manusia akan menjadi kunci untuk mencapai kesuksesan investasi yang berkelanjutan. 

Tentunya dengan pendekatan yang tepat, masa depan pengelolaan kekayaan yang didukung oleh AI bukan hanya menjanjikan efisiensi, tetapi juga menciptakan pengalaman investasi yang lebih personal dan efektif bagi setiap klien.



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Apakah Curhat Membantu atau Justru Memperburuk Amarah?

Penelitian menunjukkan mengeluh atau curhat malah tidak baik bagi kesehatan mental

Context.id . 08 November 2024

Donald Trump Menang, Harga Bitcoin Melambung

Kemenangan Donald Trump di Pilpres AS 2024 disambut positif oleh pasar kripto, dengan harga Bitcoin yang melambung hingga US 75 ribu atau sekitar ...

Context.id . 08 November 2024

Jaga Kesehatan Sopir, Jepang Siapkan Jalan Otomatis untuk Logistik

Jepang merancang jalur transportasi otomatis antara Tokyo dan Osaka untuk mengantisipasi krisis pengemudi truk serta lonjakan kebutuhan logistik.

Context.id . 07 November 2024

Kolaborasi Manusia dan Kecerdasan Buatan Mengubah Metode Perawatan Kanker

Teknologi AI merevolusi deteksi, diagnosis, dan perawatan kanker dengan meningkatkan akurasi dan kecepatan, namun perlu kehati-hatian dan keputusa ...

Context.id . 06 November 2024