Share

Home Stories

Stories 15 Juli 2025

China Mulai Menyerap Sinar Matahari dengan Skala Raksasa

Pada 2030, kompleks panel surya milik China ini diperkirakan akan merentang sejauh 250 mil atau lebih panjang dari jarak Jakarta ke Semarang

Hamparan solar panel di tengah gurun milik China/CGTN

Context.id, JAKARTA - Di jantung Gurun Kubuqi, bentangan luas panel surya membentuk pola geometris yang hanya bisa dilihat dari angkasa 

Gambar yang dikirimkan oleh satelit Landsat milik Amerika Serikat mengungkap bukan sekadar proyek energi, tapi ekspresi ambisi geopolitik baru yang ditanam di pasir.

China, raksasa ekonomi dunia yang mulai punya pengaruh geopolitik kini juga menjadi rumah bagi ladang tenaga surya terbesar di dunia. 

Kompleks panel surya di Kubuqi ini disebut-sebut sebagai bagian dari proyek “tembok besar surya” yang diklaim cukup untuk menyalakan seluruh Beijing, seperti dikabarkan Arstechnica.  

Sejak 2017, data satelit menunjukkan perluasan ladang surya Kubuqi berlangsung dalam tempo yang mengagumkan. 

Dalam kurun waktu tujuh tahun, lanskap yang dulunya gersang telah berubah menjadi cermin energi masa depan. 

Pada 2030, kompleks ini diperkirakan akan membentang sejauh 250 mil atau lebih panjang dari jarak Jakarta ke Semarang.

Namun ambisi China itu bukan sekadar pencitraan visual, tapi memang benar-benar raksasa. 

Menurut Global Solar Power Tracker yang dirilis pertengahan 2024, kapasitas ladang tenaga surya China mencapai hampir 387.000 megawatt, atau setara 51% dari total global. 

Bandingkan dengan Amerika Serikat, yang berada di peringkat kedua dengan 79.000 megawatt (11%), dan India dengan 53.000 megawatt (7%).

Meskipun 87% energi nasional China masih berasal dari batu bara dan bahan bakar fosil, negara ini tampak memahami satu hal penting, masa depan energi bukan soal hari ini, tapi soal siapa yang siap besok.

Mengapa China begitu agresif dalam mengejar energi terbarukan? Tentu ada banyak alasan. Tapi yang pasti, energi bersih adalah alat diplomasi, senjata ekonomi, dan instrumen kendali atas rantai pasok global.

Panel surya bukan hanya soal listrik. Mereka adalah simbol dominasi manufaktur China yang dulunya dimonopoli Barat. 

Di masa depan, negara-negara yang bergantung pada panel impor buatan China bisa jadi akan menemukan ketergantungan baru. 



Penulis : Renita Sukma

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 15 Juli 2025

China Mulai Menyerap Sinar Matahari dengan Skala Raksasa

Pada 2030, kompleks panel surya milik China ini diperkirakan akan merentang sejauh 250 mil atau lebih panjang dari jarak Jakarta ke Semarang

Hamparan solar panel di tengah gurun milik China/CGTN

Context.id, JAKARTA - Di jantung Gurun Kubuqi, bentangan luas panel surya membentuk pola geometris yang hanya bisa dilihat dari angkasa 

Gambar yang dikirimkan oleh satelit Landsat milik Amerika Serikat mengungkap bukan sekadar proyek energi, tapi ekspresi ambisi geopolitik baru yang ditanam di pasir.

China, raksasa ekonomi dunia yang mulai punya pengaruh geopolitik kini juga menjadi rumah bagi ladang tenaga surya terbesar di dunia. 

Kompleks panel surya di Kubuqi ini disebut-sebut sebagai bagian dari proyek “tembok besar surya” yang diklaim cukup untuk menyalakan seluruh Beijing, seperti dikabarkan Arstechnica.  

Sejak 2017, data satelit menunjukkan perluasan ladang surya Kubuqi berlangsung dalam tempo yang mengagumkan. 

Dalam kurun waktu tujuh tahun, lanskap yang dulunya gersang telah berubah menjadi cermin energi masa depan. 

Pada 2030, kompleks ini diperkirakan akan membentang sejauh 250 mil atau lebih panjang dari jarak Jakarta ke Semarang.

Namun ambisi China itu bukan sekadar pencitraan visual, tapi memang benar-benar raksasa. 

Menurut Global Solar Power Tracker yang dirilis pertengahan 2024, kapasitas ladang tenaga surya China mencapai hampir 387.000 megawatt, atau setara 51% dari total global. 

Bandingkan dengan Amerika Serikat, yang berada di peringkat kedua dengan 79.000 megawatt (11%), dan India dengan 53.000 megawatt (7%).

Meskipun 87% energi nasional China masih berasal dari batu bara dan bahan bakar fosil, negara ini tampak memahami satu hal penting, masa depan energi bukan soal hari ini, tapi soal siapa yang siap besok.

Mengapa China begitu agresif dalam mengejar energi terbarukan? Tentu ada banyak alasan. Tapi yang pasti, energi bersih adalah alat diplomasi, senjata ekonomi, dan instrumen kendali atas rantai pasok global.

Panel surya bukan hanya soal listrik. Mereka adalah simbol dominasi manufaktur China yang dulunya dimonopoli Barat. 

Di masa depan, negara-negara yang bergantung pada panel impor buatan China bisa jadi akan menemukan ketergantungan baru. 



Penulis : Renita Sukma

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

China Mulai Menyerap Sinar Matahari dengan Skala Raksasa

Pada 2030, kompleks panel surya milik China ini diperkirakan akan merentang sejauh 250 mil atau lebih panjang dari jarak Jakarta ke Semarang

Renita Sukma . 15 July 2025

Muncul Joki dan Pemalsuan, Strava Berubah jadi Ajang Validasi?

Aktivitas olahraga lari makin diminati oleh banyak orang, begitu pun para joki yang melihat ini sebagai sebuah peluang.

Context.id . 15 July 2025

Negosiasi RI-AS Mandek Tapi Vietnam Berhasil, Kok Bisa?

Menilai paket negosiasi yang ditawarkan Vietnam kepada AS secara signifikan mengurangi defisit neraca perdagangan AS

Renita Sukma . 11 July 2025

Ditekan Tarif Trump, Indonesia Bisa Perluas Pasar Tekstil ke Eropa

Di tengah tekanan tarif Trump 32%, Indonesia memiliki peluang untuk memperluas pasar ke Uni Eropa

Renita Sukma . 11 July 2025