Share

Stories 09 Oktober 2024

Hal Sepele Tapi Penting. Apakah Memberi Tip Itu Wajib?

Memberi tip terlihat sepele namun menimbulkan perdebatan bahkan menyangkut soal etika dan hukum

Ilustrasi tip/npr.org

Context.id, JAKARTA - Pernah nonton film Reservoir Dogs karya Quentin Tarantino? Di film yang bercerita tentang perampokan ini menampilkan karakter-karakter yang mendiskusikan biaya tip. 

Percakapan itu membahas pro dan kontra tip, ada yang mendukung sebagai bentuk penghargaan, ada juga yang mempertanyakan buat apa karena kita sudah membeli atau membayar jasanya. 

Sepertinya itu hal sepele, tapi di beberapa negara ini menjadi sebuah bagian dari etika dan budaya, seperti misalnya di AS. Tapi di Indonesia memberi tip bukanlah menjadi sesuatu hal yang seakan-akan wajib. Itu masih sebatas sukarela atau seakan-akan beramal. 

Tapi jangan coba-coba lakukan itu di AS, jika tidak memberikan tip, pelayan atau pekerja akan mengejar dan bertanya kepada Anda mengapa tidak memberikan tip apakah tidak puas dengan pelayanannya atau seperti apa? 

Tip di manapun, membuat sebagian orang jengah dengan kebiasaan ini. Seperti yang diceritakan oleh Alexander Hurst, kolumnis yang tinggal di Paris. Saat dirinya membeli satu buah pisang di toko kelontong, dirinya dikejar pelayan untuk memberikan tip. 



Seperti dikutip dari Guardian, Hurst menceritakan tentang kekesalannya yang menurutnya juga dirasakan orang Amerika secara keseluruhan. Baginya masyarakat semakin muak dengan pemberian tip, yang telah mengalami inflasi dan peningkatan. 

Di AS, pemberian tip sebesar 15% telah berubah menjadi opsi standar sebesar 20%, 25% dan 30% dan parahnya lagi tidak hanya berlaku di restoran tapi juga layanan antar jauh atau antar pesan. 

Sialnya kata Hurst, saat dirinya berada di Paris hal serupa juga terjadi. Bahkan di Paris, jebakan tip mulai menyebar terutama di kedai kopi berbahasa Inggris dan merambah ke bar dan resto. Hanya saja yang membedakan, nilainya lebih rendah yaitu 3%, 5% dan 7%.

Hurst mengatakan dirinya bukan pelit tapi juga ingin pekerja dibayar dengan adil, terutama pekerja di industri jasa. Namun, apakah memberi tip benar-benar cara terbaik untuk melakukannya?

Kendati sepele, tip ini punya dasar argumen ekonomi dan juga punya urusan terkait sejarah dan sosiologis. Pertama mungkin kita bahas soal basis ekonominya. 

Nilai ekonomi dan sejarah bahkan sosiologis
Menurut Hurst, argumen yang paling sering dikemukakan para ekonom untuk pemberian tip adalah hal itu menghasilkan layanan yang lebih baik bagi pelanggan, terutama pelanggan tetap serta demi menaikkan kesejahteraannya. 

Di AS, karyawan yang menerima tip sebagai bagian dari pekerjaan mereka sebenarnya memperoleh upah minimum jauh di bawah upah minimum sebenarnya, yaitu hanya US$2,13 per jam (upah minimum federal sebesar US$7,25 per jam dan pengusaha menutupinya dengan tip). 

Masalahnya yang membuat Hurst kesal dan juga mayoritas pekerja lainnya, semua barang yang dibeli sudah dikenakan sekitar 10% pajak penjualan dan diharuskan menambahkan lagi tip paling minimal 20% dari harga beli. 

Tip ini juga punya nilai sosiologis kata Hurst. Menurutnya orang Amerika terdahulu benar, tip bersifat antidemokrasi, dan pada akhirnya berfungsi untuk meredakan hati nurani individu tentang ketidaksetaraan alih-alih memperbaikinya.

Ya, dulunya tip dipandang rendah sebagai praktik anti-demokrasi kaum bangsawan Eropa, tetapi menyebar setelah perang saudara Amerika, sebagian besar sebagai cara untuk terus mengeksploitasi tenaga kerja para mantan budak.

Tidak ada yang salah dengan memberikan tip sebagai cara untuk mengungkapkan penghargaan atas pelayanan yang baik, atau pengalaman yang benar-benar luar biasa dan melampaui ekspektasi. Namun, itu tip yang bekerja secara moral seperti yang berlaku di Indonesia. 

Artiya tip itu opsional. Tidak memberikan tip bukan berarti Anda diperlakukan dengan sangat buruk, bisa jadi karena uang yang dimiliki terbatas atau cekak. 

Masalahnya di AS, tidak selalu menjadi standar tip akan dibagikan secara kolektif kepada semua staf restoran. Lebih jauh lagi, staf terkadang menjadi korban pencurian tip oleh atasan mereka, sebuah praktik yang baru-baru ini coba diberantas di Inggris dengan undang-undang baru.

Hal senada juga dirasakan oleh Simon Parker, penulis perjalanan yang membagikan kejengahannya soal tip di Telegraph. 

Menurut Parker, pembelaan lama terhadap sistem pemberian tip di AS kurang lebih seperti ini pelayan dibayar di bawah upah minimum, oleh karena itu, mereka mengandalkan tip untuk menutupi kekurangannya sudah tidak lagi relevan. 

Namun mengapa biaya ini dibebankan kepada konsumen dan bukan kepada pengusaha?  Baik AS maupun yang lain juga dalam suasana inflasi tinggi dan akan kesulitan menemukan sarapan dan kopi dengan harga yang murah. Itu pun sebelum ditambahkan pajak dan tip. 

Menurut survei tahun 2023 oleh situs web keuangan pribadi Amerika, Bankrate, dua pertiga warga Amerika telah mencapai titik kritis, meyakini bahwa pendekatan AS terhadap gratifikasi semakin tidak terkendali .

"Kita adalah budaya yang mengalami kejenuhan memberi tip," kata Diane Gottsman, Pakar Etika Nasional di The Protocol School of Texas seperti dikutip dari Telegraph. 

"Kita semua merasa kesal, frustrasi, cemas, saat kita berjalan ke kasir dan membayar secangkir kopi, lalu mereka membalik aplikasi dan menyarankan tip yang jumlahnya hampir sama dengan secangkir kopi."

Sementara itu, riset yang dipublikasikan Pew Research pada akhir 2023 menurut sejarahnya praktik memberi tip dimulai pada akhir tahun 1800-an dan sudah mapan pada era Roaring Twenties atau periode 20an. 

Dalam laporan Pew Research meskipun pemberian tip sudah ada sejak lama, warga Amerika masih merasa bimbang atau tidak yakin terkait dengan pemberian tip. Secara keseluruhan, 21% tip itu lebih merupakan pilihan, 29% mengatakan itu lebih merupakan kewajiban, dan 49% mengatakan itu tergantung.

Namun, masih ada beberapa perbedaan dalam pandangan masyarakat AS. Orang yang lebih muda cenderung menganggap pemberian tip sebagai kewajiban dibandingkan orang yang lebih tua. 

Sekitar 38% orang dewasa di bawah usia 30 tahun mengatakan pemberian tip merupakan kewajiban, dibandingkan dengan sebagian kecil orang Amerika yang lebih tua. 

Sebaliknya, sekitar tiga dari sepuluh orang berusia 65 tahun ke atas (29%) menganggap pemberian tip lebih sebagai suatu pilihan. 

Di Inggris ada UU-nya
Jika tadi kita masih dibayangi pada persoalan kewajiban dan besaran tipnya, di Inggris bisa disebut lebih ngeri lagi. Di negara David Beckham ini, tip dibakukan dalam undang-undang. 

Jadi sebelumnya pada 2021 lalu, ada aturan perusahaan berhak menyimpan uang tip yang masuk dan meneruskannya kepada pekerja atau staf dalam bentuk kartu, voucher dan semacamnya serta diberikannya pada akhir tahun. 

Namun di undang-undang baru ini, pemerintah Inggris memutuskan perusahaan harus memberi gratifikasi kepada pekerjanya. Mengutip BBC, berdasarkan peraturan baru, staf akan diberikan hak untuk melihat kebijakan pemberian tip dari pemberi kerja mereka dan catatan berapa banyak tip yang diberikan 

Melalui pembaruan aturan ini lebih dari tiga juta pekerja layanan di Inggris, Skotlandia, dan Wales akan mendapat manfaat dari undang-undang yang mulai berlaku awal bulan ini. Jika perusahaan melanggar hukum dan menahan tip, staf akan dapat mengajukan tuntutan ke pengadilan ketenagakerjaan.

Ini berlaku di berbagai industri, tetapi diharapkan paling bermanfaat bagi mereka yang bekerja di restoran, kafe, bar, pub, penata rambut, atau sebagai pengemudi taksi. 

Peraturan baru itu juga mengharuskan semua tip harus diteruskan kepada karyawan paling lambat akhir bulan berikutnya sejak tip diterima. Namun pekerja masih perlu membayar pajak atas tip mereka, seperti undang-undang sebelumnya.

Jadi bagi kamu soal tip ini bagaimana? Apakah tanggung jawab perusahaan untuk menyejahterakan karyawannya agar tidak perlu lagi berharap pada tip atau anggap saja itu bagian dari amal?



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 09 Oktober 2024

Hal Sepele Tapi Penting. Apakah Memberi Tip Itu Wajib?

Memberi tip terlihat sepele namun menimbulkan perdebatan bahkan menyangkut soal etika dan hukum

Ilustrasi tip/npr.org

Context.id, JAKARTA - Pernah nonton film Reservoir Dogs karya Quentin Tarantino? Di film yang bercerita tentang perampokan ini menampilkan karakter-karakter yang mendiskusikan biaya tip. 

Percakapan itu membahas pro dan kontra tip, ada yang mendukung sebagai bentuk penghargaan, ada juga yang mempertanyakan buat apa karena kita sudah membeli atau membayar jasanya. 

Sepertinya itu hal sepele, tapi di beberapa negara ini menjadi sebuah bagian dari etika dan budaya, seperti misalnya di AS. Tapi di Indonesia memberi tip bukanlah menjadi sesuatu hal yang seakan-akan wajib. Itu masih sebatas sukarela atau seakan-akan beramal. 

Tapi jangan coba-coba lakukan itu di AS, jika tidak memberikan tip, pelayan atau pekerja akan mengejar dan bertanya kepada Anda mengapa tidak memberikan tip apakah tidak puas dengan pelayanannya atau seperti apa? 

Tip di manapun, membuat sebagian orang jengah dengan kebiasaan ini. Seperti yang diceritakan oleh Alexander Hurst, kolumnis yang tinggal di Paris. Saat dirinya membeli satu buah pisang di toko kelontong, dirinya dikejar pelayan untuk memberikan tip. 



Seperti dikutip dari Guardian, Hurst menceritakan tentang kekesalannya yang menurutnya juga dirasakan orang Amerika secara keseluruhan. Baginya masyarakat semakin muak dengan pemberian tip, yang telah mengalami inflasi dan peningkatan. 

Di AS, pemberian tip sebesar 15% telah berubah menjadi opsi standar sebesar 20%, 25% dan 30% dan parahnya lagi tidak hanya berlaku di restoran tapi juga layanan antar jauh atau antar pesan. 

Sialnya kata Hurst, saat dirinya berada di Paris hal serupa juga terjadi. Bahkan di Paris, jebakan tip mulai menyebar terutama di kedai kopi berbahasa Inggris dan merambah ke bar dan resto. Hanya saja yang membedakan, nilainya lebih rendah yaitu 3%, 5% dan 7%.

Hurst mengatakan dirinya bukan pelit tapi juga ingin pekerja dibayar dengan adil, terutama pekerja di industri jasa. Namun, apakah memberi tip benar-benar cara terbaik untuk melakukannya?

Kendati sepele, tip ini punya dasar argumen ekonomi dan juga punya urusan terkait sejarah dan sosiologis. Pertama mungkin kita bahas soal basis ekonominya. 

Nilai ekonomi dan sejarah bahkan sosiologis
Menurut Hurst, argumen yang paling sering dikemukakan para ekonom untuk pemberian tip adalah hal itu menghasilkan layanan yang lebih baik bagi pelanggan, terutama pelanggan tetap serta demi menaikkan kesejahteraannya. 

Di AS, karyawan yang menerima tip sebagai bagian dari pekerjaan mereka sebenarnya memperoleh upah minimum jauh di bawah upah minimum sebenarnya, yaitu hanya US$2,13 per jam (upah minimum federal sebesar US$7,25 per jam dan pengusaha menutupinya dengan tip). 

Masalahnya yang membuat Hurst kesal dan juga mayoritas pekerja lainnya, semua barang yang dibeli sudah dikenakan sekitar 10% pajak penjualan dan diharuskan menambahkan lagi tip paling minimal 20% dari harga beli. 

Tip ini juga punya nilai sosiologis kata Hurst. Menurutnya orang Amerika terdahulu benar, tip bersifat antidemokrasi, dan pada akhirnya berfungsi untuk meredakan hati nurani individu tentang ketidaksetaraan alih-alih memperbaikinya.

Ya, dulunya tip dipandang rendah sebagai praktik anti-demokrasi kaum bangsawan Eropa, tetapi menyebar setelah perang saudara Amerika, sebagian besar sebagai cara untuk terus mengeksploitasi tenaga kerja para mantan budak.

Tidak ada yang salah dengan memberikan tip sebagai cara untuk mengungkapkan penghargaan atas pelayanan yang baik, atau pengalaman yang benar-benar luar biasa dan melampaui ekspektasi. Namun, itu tip yang bekerja secara moral seperti yang berlaku di Indonesia. 

Artiya tip itu opsional. Tidak memberikan tip bukan berarti Anda diperlakukan dengan sangat buruk, bisa jadi karena uang yang dimiliki terbatas atau cekak. 

Masalahnya di AS, tidak selalu menjadi standar tip akan dibagikan secara kolektif kepada semua staf restoran. Lebih jauh lagi, staf terkadang menjadi korban pencurian tip oleh atasan mereka, sebuah praktik yang baru-baru ini coba diberantas di Inggris dengan undang-undang baru.

Hal senada juga dirasakan oleh Simon Parker, penulis perjalanan yang membagikan kejengahannya soal tip di Telegraph. 

Menurut Parker, pembelaan lama terhadap sistem pemberian tip di AS kurang lebih seperti ini pelayan dibayar di bawah upah minimum, oleh karena itu, mereka mengandalkan tip untuk menutupi kekurangannya sudah tidak lagi relevan. 

Namun mengapa biaya ini dibebankan kepada konsumen dan bukan kepada pengusaha?  Baik AS maupun yang lain juga dalam suasana inflasi tinggi dan akan kesulitan menemukan sarapan dan kopi dengan harga yang murah. Itu pun sebelum ditambahkan pajak dan tip. 

Menurut survei tahun 2023 oleh situs web keuangan pribadi Amerika, Bankrate, dua pertiga warga Amerika telah mencapai titik kritis, meyakini bahwa pendekatan AS terhadap gratifikasi semakin tidak terkendali .

"Kita adalah budaya yang mengalami kejenuhan memberi tip," kata Diane Gottsman, Pakar Etika Nasional di The Protocol School of Texas seperti dikutip dari Telegraph. 

"Kita semua merasa kesal, frustrasi, cemas, saat kita berjalan ke kasir dan membayar secangkir kopi, lalu mereka membalik aplikasi dan menyarankan tip yang jumlahnya hampir sama dengan secangkir kopi."

Sementara itu, riset yang dipublikasikan Pew Research pada akhir 2023 menurut sejarahnya praktik memberi tip dimulai pada akhir tahun 1800-an dan sudah mapan pada era Roaring Twenties atau periode 20an. 

Dalam laporan Pew Research meskipun pemberian tip sudah ada sejak lama, warga Amerika masih merasa bimbang atau tidak yakin terkait dengan pemberian tip. Secara keseluruhan, 21% tip itu lebih merupakan pilihan, 29% mengatakan itu lebih merupakan kewajiban, dan 49% mengatakan itu tergantung.

Namun, masih ada beberapa perbedaan dalam pandangan masyarakat AS. Orang yang lebih muda cenderung menganggap pemberian tip sebagai kewajiban dibandingkan orang yang lebih tua. 

Sekitar 38% orang dewasa di bawah usia 30 tahun mengatakan pemberian tip merupakan kewajiban, dibandingkan dengan sebagian kecil orang Amerika yang lebih tua. 

Sebaliknya, sekitar tiga dari sepuluh orang berusia 65 tahun ke atas (29%) menganggap pemberian tip lebih sebagai suatu pilihan. 

Di Inggris ada UU-nya
Jika tadi kita masih dibayangi pada persoalan kewajiban dan besaran tipnya, di Inggris bisa disebut lebih ngeri lagi. Di negara David Beckham ini, tip dibakukan dalam undang-undang. 

Jadi sebelumnya pada 2021 lalu, ada aturan perusahaan berhak menyimpan uang tip yang masuk dan meneruskannya kepada pekerja atau staf dalam bentuk kartu, voucher dan semacamnya serta diberikannya pada akhir tahun. 

Namun di undang-undang baru ini, pemerintah Inggris memutuskan perusahaan harus memberi gratifikasi kepada pekerjanya. Mengutip BBC, berdasarkan peraturan baru, staf akan diberikan hak untuk melihat kebijakan pemberian tip dari pemberi kerja mereka dan catatan berapa banyak tip yang diberikan 

Melalui pembaruan aturan ini lebih dari tiga juta pekerja layanan di Inggris, Skotlandia, dan Wales akan mendapat manfaat dari undang-undang yang mulai berlaku awal bulan ini. Jika perusahaan melanggar hukum dan menahan tip, staf akan dapat mengajukan tuntutan ke pengadilan ketenagakerjaan.

Ini berlaku di berbagai industri, tetapi diharapkan paling bermanfaat bagi mereka yang bekerja di restoran, kafe, bar, pub, penata rambut, atau sebagai pengemudi taksi. 

Peraturan baru itu juga mengharuskan semua tip harus diteruskan kepada karyawan paling lambat akhir bulan berikutnya sejak tip diterima. Namun pekerja masih perlu membayar pajak atas tip mereka, seperti undang-undang sebelumnya.

Jadi bagi kamu soal tip ini bagaimana? Apakah tanggung jawab perusahaan untuk menyejahterakan karyawannya agar tidak perlu lagi berharap pada tip atau anggap saja itu bagian dari amal?



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Apakah Asteroid yang Kaya Logam Mulia Ribuan Triliun Dolar Bisa Ditambang?

Sebuah wahana antariksa sedang dalam perjalanan menuju sebuah asteroid yang mungkin mengandung logam berharga senilai sekitar US 100 ribu kuadrili ...

Context.id . 22 November 2024

Sertifikasi Halal Perkuat Daya Saing Produk Dalam Negeri

Sertifikasi halal menjadi salah satu tameng bagi pengusaha makanan dan minuman dari serbuan produk asing.

Noviarizal Fernandez . 22 November 2024

Paus Fransiskus Bakal Kanonisasi Carlo Acutis, Santo Millenial Pertama

Paus Fransiskus akan mengkanonisasi Carlo Acutis pada 27 April 2025, menjadikannya santo millenial pertama dan simbol kesatuan iman dengan dunia d ...

Context.id . 22 November 2024

Benar-benar Komedi, Pisang Dilakban Bisa Dilelang hingga Rp98,8 Miliar

Karya seni konseptual pisang karya Maurizio Cattelan, \"Comedian,\" saat dilelang di rumah lelang Sotheby’s jatuh ke tangan seorang pengusaha kr ...

Context.id . 22 November 2024