Rezim Taliban Makin Tajir dari Uang Setoran Maskapai Penerbangan Dunia
Maskapai-maskapai penerbangan besar dunia rela membayar kepada Taliban demi bisa melintasi kawasan Afganistan untuk menghindari rute perang Timur Tengah
Context.id, JAKARTA - Pada hari Kamis (3/10) pekan lalu, sebuah catatan penting terukir di langit Afganistan. Ada 191 penerbangan melintasi wilayah udara negara yang kini dikuasai kelompok militer Taliban itu. Ini merupakan angka tertinggi sejak pengambilalihan kekuasaan pemerintahan oleh kelompok tersebut.
Fenomena ini bukan sekedar angka tapi juga mencerminkan dinamika geopolitik yang kompleks dan risiko yang dihadapi oleh maskapai penerbangan internasional di tengah ketegangan di Timur Tengah.
Konteksnya bagaimana?
Setelah runtuhnya pemerintahan Afghanistan yang membentuk NATO pada Agustus 2021 dan berganti dengan pemerintahan Taliban, langit Afghanistan menjadi terlarang bagi penerbangan internasional.
Keputusan tersebut diambil bukan hanya karena kekhawatiran akan keselamatan, tetapi juga sikap politik sebagai cara untuk memberi tekanan pada rezim Taliban dengan sumber pendapatan yang penting.
BACA JUGA
Namun, seiring dengan eskalasi ketegangan di kawasan terutama setelah serangan rudal Iran ke Israel maskapai penerbangan kini menemukan rute ini sebagai pilihan yang lebih aman.
Melansir Independent, beberapa maskapai besar seperti Swiss Air, Finnair, Singapore Airlines, British Airways, dan Lufthansa, melakukan negosiasi penerbangan global dengan rezim Taliban.
Setiap maskapai berani membayar sekitar US$700 setiap pesawat untuk izin melintasi wilayah udara Afghanistan. Jika tren ini berlanjut, total pendapatan Taliban bisa mencapai sekitar US$50 juta per tahun, angka yang cukup signifikan bagi pemerintah yang kekurangan dana.
Data dari FlightRadar24 menunjukkan rata-rata 147 penerbangan per hari di seluruh Afghanistan antara 19 dan 30 September, dan angka tersebut melonjak 20 persen menjadi 171 penerbangan pada hari serangan Iran.
Terbayang kejadian MH17
Rute ini kini menjadi alternatif yang lebih menarik bagi maskapai yang ingin menghindari wilayah udara yang lebih berisiko di Iran dan Suriah.
“Keputusan ini mencerminkan perubahan dalam pemikiran maskapai penerbangan,” jelas Ian Petchenik, juru bicara FlightRadar24. “Mereka kini lebih mempertimbangkan risiko dan mencari cara untuk melindungi penumpang.”
Bagaimana tidak, para penumpang merasakan kengerian yang luar biasa saat melihat pemandangan bola api besar dari jendela pesawat saat Iran meluncurkan rudal ke Israel.
Situasi ini memicu banyak untuk menghindari wilayah udara Iran dan Suriah.
Industri ini masih tetap dihantui oleh kenangan Penerbangan Malaysia Airlines MH17 dari Amsterdam ke Kuala Lumpur, yang ditembak jatuh di atas Ukraina timur pada tahun 2014, saat pertempuran berkecamuk antara separatis pro-Rusia dan pasukan Ukraina.
Badan Penerbangan Federal AS (FAA) pada awal Juli mengatakan pesawat dapat terbang pada ketinggian lebih rendah di atas wilayah sempit Afghanistan timur laut, Koridor Wakhan, yang digunakan untuk melintasi Tajikistan ke Pakistan - membuka jalur itu untuk lebih banyak jenis penerbangan.
Menurut FAA pesawat harus tetap berada di atas ketinggian 32.000 kaki (9.753,6 m) di mana senjata permukaan-ke-udara dianggap kurang efektif.
Kelompok militer di Afghanistan juga tidak memiliki senjata canggih yang bisa menjangkau ketinggian itu.
Mengutip Reuters, karena tidak adanya kontrol lalu lintas udara, pilot yang melintasi Afghanistan berbicara dengan pesawat terdekat melalui radio sesuai dengan protokol yang dibuat oleh badan penerbangan PBB ICAO dan Otoritas Penerbangan Sipil Afghanistan.
Regulator keselamatan penerbangan Eropa EASA mengatakan dalam buletin informasi zona konflik yang diterbitkan ulang bahwa kelompok aktor non-negara ekstremis tetap aktif dan mungkin secara sporadis menargetkan bantuan penerbangan dengan berbagai cara.
Sementara itu, Graeme Smith, seorang analis senior di Crisis Group, mengungkapkan meskipun ketergantungan pada wilayah udara Afghanistan tidak akan menghasilkan pendapatan yang sangat besar, setiap pemasukan akan membantu memenuhi layanan penting bagi rakyat Afghanistan.
“Setiap bantuan sangat berarti bagi warga yang ekonominya hancur sejak Taliban mengambil alih kekuasaan,” kata Smith.
Di tengah semua perubahan ini, langit Afghanistan kini bukan hanya sekedar jalur penerbangan, tetapi juga simbol dari dinamika politik dan keamanan yang rumit.
Dengan ketakutan dan risiko yang terus membayangi, maskapai penerbangan harus terus menavigasi antara keselamatan dan keuntungan.
Siapa Taliban?
Taliban berdiri sekitar awal tahun 1990-an di wilayah Pakistan Utara setelah pasukan Uni Soviet mundur dari Afghanistan.
Gerakan ini awalnya didominasi oleh orang-orang Pashtun dan pengaruhnya mulai terasa pada musim gugur 1994.
Melansir BBC, cikal bakal gerakan ini adalah pesantren dengan sumber dana dari Arab Saudi. Pesantren ini biasanya menganut aliran Sunni garis keras. Kata Taliban sendiri berasal dari bahasa Arab “Tholibun” yang bisa berarti pelajar.
Ya, mereka adalah pelajar dari pesantren atau lembaga-lembaga pendidikan agama di Afghanistan dan Pakistan yang memanggul senjata untuk memerangi komunis Soviet.
Saat melawan bantuan Soviet, sebenarnya kelompok ini juga mendapat dari AS dan Barat. Hal itu bisa dilihat dari film Rambo yang diperankan aktor gaek Sylvester Stallone.
Taliban mendapatkan dukungan dari masyarakat Afghanistan karena berjanji memulihkan perdamaian dan keamanan berdasarkan Syariah Islam jika mereka berkuasa.
Di kedua negara itu mereka menerapkan atau mendukung hukum Islam, seperti eksekusi di depan umum untuk kasus pembunuhan dan perzinahan serta potong tangan bagi para pencuri.
Jika melihat dari garis pemikiran dan tindakannya, Taliban menerapkan aturan syariah Islam yang sangat ketat seperti tidak memperbolehkan televisi, musik, dan bioskop serta melarang anak-anak perempuan berusia 10 tahun ke atas masuk sekolah.
Pakistan berulang kali dibantah sebagai arsitek gerakan Taliban. Tapi tidak diragukan lagi kalau banyak warga Afghanistan yang bergabung dengan Taliban mendapat pendidikan di madrasah-madrasah Pakistan.
Pakistan juga merupakan satu dari tiga negara, bersama Arab Saudi dan Uni Emirat Arab yang mengakui Taliban ketika mereka merebut kekuasaan di Afghanistan pada pertengahan tahun 1990 hingga 2001.
Perhatian terhadap penguasaan Taliban di Afghanistan semakin besar setelah serangan di World Trade Centre, New York September 2001.
Mereka maksudnya memberi perlindungan kepada Osama Bin Laden dan Gerakan Al Qaeda, yang dianggap sebagai perbandingan atas serangan di New York.
Tak lama setelah serangan 11 September, Taliban berhasil digulingkan dari kekuasaan di Afghanistan oleh pasukan yang dipimpin pimpinan Amerika Serikat.
Masalahnya, saat itu setelah Taliban mengalahkan pasukan sekutunya, warga Afghanistan lama kelamaan bosan dengan kelompok politik yang saling bernegosiasi berebut kekuasaan dan melakukan korupsi. Sementara warga semakin miskin dan miskin.
Alhasil popularitas Taliban kembali meningkat dan mendapatkan dukungan saat mengambil kekuasaan dari presiden terakhir Afghanistan yang membentuk NATO, Ashraf Ghani Ahmadzai.
Dari mana sumber uang Taliban?
Menurut perkiraan Perserikatan Bangsa -Bangsa (PBB) pendapatan tahunan kelompok ini sejak 2011 dan seterusnya diperkirakan sekitar US$400 juta (£290 juta).
Namun pada akhir tahun 2018, angka ini mungkin meningkat secara signifikan, hingga mencapai US$1,5 miliar per tahun, menurut investigasi BBC.
Mungkin saja pendapatannya akan meningkat dengan tambahan dari iuran penerbangan.
Melansir BBC, kelompok Taliban menjalankan jaringan keuangan dan sistem perpajakan yang canggih. Mereka telah membantu sejumlah sumber pendapatan bukan hanya dari luar negeri yang berkembang.
Pertama, donor asing. Ini memang masih menjadi pendapatan utama Taliban. Selama ini beberapa negara seperti Pakistan, Iran, dan Rusia dituding memberikan bantuan keuangan kepada Taliban.
Namun sebenarnya warga negara dari Pakistan dan beberapa negara Teluk termasuk Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Qatar dianggap sebagai penyumbang individu terbesar.
Meskipun tidak mungkin diukur secara pasti, sumber-sumber pendanaan ini diperkirakan memberikan sebagian besar pendapatan Taliban. Menurut para ahli, jumlahnya bisa mencapai $500 juta per tahun.
Kedua, perdagangan narkoba. Taliban diduga telah lama menjalankan sistem perpajakan untuk menutupi operasi pemberontakan mereka, termasuk perdagangan narkoba ilegal.
Afghanistan adalah produsen opium terbesar di dunia, yang dapat dimurnikan menjadi heroin.
Bersama dengan Pakistan, kawasan Afghanistan yang menghasilkan opium disebut sebagai Bulan Sabit Emas.
Dengan nilai ekspor tahunan yang diperkirakan mencapai US$1,5-US$3 miliar, opium merupakan bisnis besar, yang memasok sebagian besar heroin di seluruh dunia.
Perkiraan pendapatan tahunan Taliban dari ekonomi obat-obatan terlarang berkisar antara US$100 juta-$400 juta dan perdagangan narkoba menyumbang hingga 60% dari pendapatan tahunan Taliban.
Ketiga, pajak. Selama dua dekade terakhir, sejumlah besar uang Barat juga secara tidak sengaja berakhir di kantong Taliban.
Taliban telah mengenakan pajak pada proyek-proyek pembangunan dan infrastruktur - termasuk jalan raya, sekolah, dan klinik - yang sebagian besar didanai oleh Barat.
Taliban diduga telah meraup puluhan juta dolar setiap tahunnya dari mengenakan pajak ke truk yang memasok pasukan internasional yang ditempatkan di berbagai wilayah negara tersebut.
Mereka juga diduga memperoleh sejumlah besar uang dari layanan yang disediakan pemerintah Afghanistan.
Keempat, tambang dan mineral. Afghanistan kaya akan mineral dan batu mulia, namun sebagian besar belum dieksploitasi akibat konflik selama bertahun-tahun.
Menurut pejabat pemerintah Afghanistan, industri pertambangan di Afghanistan diperkirakan bernilai US$1 miliar setiap tahunnya.
Sebagian besar penambangan berskala kecil dan banyak dilakukan secara ilegal. Taliban telah menguasai lokasi pertambangan dan mengambil uang dari operasi penambangan legal dan ilegal yang sedang berlangsung.
RELATED ARTICLES
Rezim Taliban Makin Tajir dari Uang Setoran Maskapai Penerbangan Dunia
Maskapai-maskapai penerbangan besar dunia rela membayar kepada Taliban demi bisa melintasi kawasan Afganistan untuk menghindari rute perang Timur Tengah
Context.id, JAKARTA - Pada hari Kamis (3/10) pekan lalu, sebuah catatan penting terukir di langit Afganistan. Ada 191 penerbangan melintasi wilayah udara negara yang kini dikuasai kelompok militer Taliban itu. Ini merupakan angka tertinggi sejak pengambilalihan kekuasaan pemerintahan oleh kelompok tersebut.
Fenomena ini bukan sekedar angka tapi juga mencerminkan dinamika geopolitik yang kompleks dan risiko yang dihadapi oleh maskapai penerbangan internasional di tengah ketegangan di Timur Tengah.
Konteksnya bagaimana?
Setelah runtuhnya pemerintahan Afghanistan yang membentuk NATO pada Agustus 2021 dan berganti dengan pemerintahan Taliban, langit Afghanistan menjadi terlarang bagi penerbangan internasional.
Keputusan tersebut diambil bukan hanya karena kekhawatiran akan keselamatan, tetapi juga sikap politik sebagai cara untuk memberi tekanan pada rezim Taliban dengan sumber pendapatan yang penting.
BACA JUGA
Namun, seiring dengan eskalasi ketegangan di kawasan terutama setelah serangan rudal Iran ke Israel maskapai penerbangan kini menemukan rute ini sebagai pilihan yang lebih aman.
Melansir Independent, beberapa maskapai besar seperti Swiss Air, Finnair, Singapore Airlines, British Airways, dan Lufthansa, melakukan negosiasi penerbangan global dengan rezim Taliban.
Setiap maskapai berani membayar sekitar US$700 setiap pesawat untuk izin melintasi wilayah udara Afghanistan. Jika tren ini berlanjut, total pendapatan Taliban bisa mencapai sekitar US$50 juta per tahun, angka yang cukup signifikan bagi pemerintah yang kekurangan dana.
Data dari FlightRadar24 menunjukkan rata-rata 147 penerbangan per hari di seluruh Afghanistan antara 19 dan 30 September, dan angka tersebut melonjak 20 persen menjadi 171 penerbangan pada hari serangan Iran.
Terbayang kejadian MH17
Rute ini kini menjadi alternatif yang lebih menarik bagi maskapai yang ingin menghindari wilayah udara yang lebih berisiko di Iran dan Suriah.
“Keputusan ini mencerminkan perubahan dalam pemikiran maskapai penerbangan,” jelas Ian Petchenik, juru bicara FlightRadar24. “Mereka kini lebih mempertimbangkan risiko dan mencari cara untuk melindungi penumpang.”
Bagaimana tidak, para penumpang merasakan kengerian yang luar biasa saat melihat pemandangan bola api besar dari jendela pesawat saat Iran meluncurkan rudal ke Israel.
Situasi ini memicu banyak untuk menghindari wilayah udara Iran dan Suriah.
Industri ini masih tetap dihantui oleh kenangan Penerbangan Malaysia Airlines MH17 dari Amsterdam ke Kuala Lumpur, yang ditembak jatuh di atas Ukraina timur pada tahun 2014, saat pertempuran berkecamuk antara separatis pro-Rusia dan pasukan Ukraina.
Badan Penerbangan Federal AS (FAA) pada awal Juli mengatakan pesawat dapat terbang pada ketinggian lebih rendah di atas wilayah sempit Afghanistan timur laut, Koridor Wakhan, yang digunakan untuk melintasi Tajikistan ke Pakistan - membuka jalur itu untuk lebih banyak jenis penerbangan.
Menurut FAA pesawat harus tetap berada di atas ketinggian 32.000 kaki (9.753,6 m) di mana senjata permukaan-ke-udara dianggap kurang efektif.
Kelompok militer di Afghanistan juga tidak memiliki senjata canggih yang bisa menjangkau ketinggian itu.
Mengutip Reuters, karena tidak adanya kontrol lalu lintas udara, pilot yang melintasi Afghanistan berbicara dengan pesawat terdekat melalui radio sesuai dengan protokol yang dibuat oleh badan penerbangan PBB ICAO dan Otoritas Penerbangan Sipil Afghanistan.
Regulator keselamatan penerbangan Eropa EASA mengatakan dalam buletin informasi zona konflik yang diterbitkan ulang bahwa kelompok aktor non-negara ekstremis tetap aktif dan mungkin secara sporadis menargetkan bantuan penerbangan dengan berbagai cara.
Sementara itu, Graeme Smith, seorang analis senior di Crisis Group, mengungkapkan meskipun ketergantungan pada wilayah udara Afghanistan tidak akan menghasilkan pendapatan yang sangat besar, setiap pemasukan akan membantu memenuhi layanan penting bagi rakyat Afghanistan.
“Setiap bantuan sangat berarti bagi warga yang ekonominya hancur sejak Taliban mengambil alih kekuasaan,” kata Smith.
Di tengah semua perubahan ini, langit Afghanistan kini bukan hanya sekedar jalur penerbangan, tetapi juga simbol dari dinamika politik dan keamanan yang rumit.
Dengan ketakutan dan risiko yang terus membayangi, maskapai penerbangan harus terus menavigasi antara keselamatan dan keuntungan.
Siapa Taliban?
Taliban berdiri sekitar awal tahun 1990-an di wilayah Pakistan Utara setelah pasukan Uni Soviet mundur dari Afghanistan.
Gerakan ini awalnya didominasi oleh orang-orang Pashtun dan pengaruhnya mulai terasa pada musim gugur 1994.
Melansir BBC, cikal bakal gerakan ini adalah pesantren dengan sumber dana dari Arab Saudi. Pesantren ini biasanya menganut aliran Sunni garis keras. Kata Taliban sendiri berasal dari bahasa Arab “Tholibun” yang bisa berarti pelajar.
Ya, mereka adalah pelajar dari pesantren atau lembaga-lembaga pendidikan agama di Afghanistan dan Pakistan yang memanggul senjata untuk memerangi komunis Soviet.
Saat melawan bantuan Soviet, sebenarnya kelompok ini juga mendapat dari AS dan Barat. Hal itu bisa dilihat dari film Rambo yang diperankan aktor gaek Sylvester Stallone.
Taliban mendapatkan dukungan dari masyarakat Afghanistan karena berjanji memulihkan perdamaian dan keamanan berdasarkan Syariah Islam jika mereka berkuasa.
Di kedua negara itu mereka menerapkan atau mendukung hukum Islam, seperti eksekusi di depan umum untuk kasus pembunuhan dan perzinahan serta potong tangan bagi para pencuri.
Jika melihat dari garis pemikiran dan tindakannya, Taliban menerapkan aturan syariah Islam yang sangat ketat seperti tidak memperbolehkan televisi, musik, dan bioskop serta melarang anak-anak perempuan berusia 10 tahun ke atas masuk sekolah.
Pakistan berulang kali dibantah sebagai arsitek gerakan Taliban. Tapi tidak diragukan lagi kalau banyak warga Afghanistan yang bergabung dengan Taliban mendapat pendidikan di madrasah-madrasah Pakistan.
Pakistan juga merupakan satu dari tiga negara, bersama Arab Saudi dan Uni Emirat Arab yang mengakui Taliban ketika mereka merebut kekuasaan di Afghanistan pada pertengahan tahun 1990 hingga 2001.
Perhatian terhadap penguasaan Taliban di Afghanistan semakin besar setelah serangan di World Trade Centre, New York September 2001.
Mereka maksudnya memberi perlindungan kepada Osama Bin Laden dan Gerakan Al Qaeda, yang dianggap sebagai perbandingan atas serangan di New York.
Tak lama setelah serangan 11 September, Taliban berhasil digulingkan dari kekuasaan di Afghanistan oleh pasukan yang dipimpin pimpinan Amerika Serikat.
Masalahnya, saat itu setelah Taliban mengalahkan pasukan sekutunya, warga Afghanistan lama kelamaan bosan dengan kelompok politik yang saling bernegosiasi berebut kekuasaan dan melakukan korupsi. Sementara warga semakin miskin dan miskin.
Alhasil popularitas Taliban kembali meningkat dan mendapatkan dukungan saat mengambil kekuasaan dari presiden terakhir Afghanistan yang membentuk NATO, Ashraf Ghani Ahmadzai.
Dari mana sumber uang Taliban?
Menurut perkiraan Perserikatan Bangsa -Bangsa (PBB) pendapatan tahunan kelompok ini sejak 2011 dan seterusnya diperkirakan sekitar US$400 juta (£290 juta).
Namun pada akhir tahun 2018, angka ini mungkin meningkat secara signifikan, hingga mencapai US$1,5 miliar per tahun, menurut investigasi BBC.
Mungkin saja pendapatannya akan meningkat dengan tambahan dari iuran penerbangan.
Melansir BBC, kelompok Taliban menjalankan jaringan keuangan dan sistem perpajakan yang canggih. Mereka telah membantu sejumlah sumber pendapatan bukan hanya dari luar negeri yang berkembang.
Pertama, donor asing. Ini memang masih menjadi pendapatan utama Taliban. Selama ini beberapa negara seperti Pakistan, Iran, dan Rusia dituding memberikan bantuan keuangan kepada Taliban.
Namun sebenarnya warga negara dari Pakistan dan beberapa negara Teluk termasuk Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Qatar dianggap sebagai penyumbang individu terbesar.
Meskipun tidak mungkin diukur secara pasti, sumber-sumber pendanaan ini diperkirakan memberikan sebagian besar pendapatan Taliban. Menurut para ahli, jumlahnya bisa mencapai $500 juta per tahun.
Kedua, perdagangan narkoba. Taliban diduga telah lama menjalankan sistem perpajakan untuk menutupi operasi pemberontakan mereka, termasuk perdagangan narkoba ilegal.
Afghanistan adalah produsen opium terbesar di dunia, yang dapat dimurnikan menjadi heroin.
Bersama dengan Pakistan, kawasan Afghanistan yang menghasilkan opium disebut sebagai Bulan Sabit Emas.
Dengan nilai ekspor tahunan yang diperkirakan mencapai US$1,5-US$3 miliar, opium merupakan bisnis besar, yang memasok sebagian besar heroin di seluruh dunia.
Perkiraan pendapatan tahunan Taliban dari ekonomi obat-obatan terlarang berkisar antara US$100 juta-$400 juta dan perdagangan narkoba menyumbang hingga 60% dari pendapatan tahunan Taliban.
Ketiga, pajak. Selama dua dekade terakhir, sejumlah besar uang Barat juga secara tidak sengaja berakhir di kantong Taliban.
Taliban telah mengenakan pajak pada proyek-proyek pembangunan dan infrastruktur - termasuk jalan raya, sekolah, dan klinik - yang sebagian besar didanai oleh Barat.
Taliban diduga telah meraup puluhan juta dolar setiap tahunnya dari mengenakan pajak ke truk yang memasok pasukan internasional yang ditempatkan di berbagai wilayah negara tersebut.
Mereka juga diduga memperoleh sejumlah besar uang dari layanan yang disediakan pemerintah Afghanistan.
Keempat, tambang dan mineral. Afghanistan kaya akan mineral dan batu mulia, namun sebagian besar belum dieksploitasi akibat konflik selama bertahun-tahun.
Menurut pejabat pemerintah Afghanistan, industri pertambangan di Afghanistan diperkirakan bernilai US$1 miliar setiap tahunnya.
Sebagian besar penambangan berskala kecil dan banyak dilakukan secara ilegal. Taliban telah menguasai lokasi pertambangan dan mengambil uang dari operasi penambangan legal dan ilegal yang sedang berlangsung.
POPULAR
RELATED ARTICLES