K-Pop dan Koreatown: Invasi Ekonomi Budaya Korea di Dunia
Gelombang Korea melanda seluruh dunia. Bukan hanya sekadar tarian, film dan nyanyian tapi juga menjadi kota kecil alias Koreatown
Context.id, JAKARTA - Di banyak negara terutama negara maju, saat ini komunitas Asia bukan hanya didominasi orang China dengan Chinatownnya, tapi juga Korea Selatan. Lihat saja di Australias, utamanya di Melbourne, sudah ada Koreatown.
Bisa dengar cerita Changhoon Yi saat pertama kali tiba di Melbourne, dia terkejut mendapati pengunjung Australia menyeruput soju dan menyantap daging sapi panggang dengan kimchi di CBD.
"Sangat mengesankan, rasanya seperti kembali ke rumah di Korea," kata Yi, yang datang ke kota itu sebagai Konsulat Jenderal Republik Korea di Melbourne pada tahun 2022 seperti dikutip dari ABC
Yi merasa sangat senang karena menemukan luasnya pengaruh Korea di Healeys Lane, yang secara lokal disebut sebagai "Kimchi Street".
BACA JUGA
Awal bulan ini, Melbourne secara resmi mengakui Healeys Lane sebagai Koreatown, dan pintu masuknya di jalan Lonsdale dan Little Lonsdale akan segera ditandai dengan tiang totem tradisional Korea setinggi tiga meter, atau jang-seung.
Struktur tersebut akan didanai oleh kantor Konsulat Jenderal Republik Korea di Melbourne.
"Di Korea, tiang totem berada di pintu masuk setiap desa dan berfungsi sebagai semacam penjaga untuk mengamankan orang-orang yang tinggal di dalam desa," jelas Yi.
Wali Kota Melbourne Nicholas Reece mengatakan keputusan tersebut merupakan langkah menjadikan Melbourne sejajar dengan kota-kota lain seperti Toronto, Los Angeles, New York, dan Sydney yang telah lebih dulu memiliki "Koreatown.”
Dewan juga berharap Koreatown akan menjadi objek wisata baru. Sejak peluncuran resmi awal bulan ini, lalu lintas pejalan kaki di Healeys Lane telah melonjak sebesar 20 persen, menurut data Kota Melbourne.
Lucy Codling, wanita berusia dua puluh tahun, seorang penggemar K-pop, mengatakan bahwa dia dan pecinta budaya Korea lainnya sangat antusias dengan Koreatown dan apa yang dapat ditawarkannya bagi dunia K-pop yang sudah ramai di Melbourne.
"Ini memberi kami lebih banyak kesempatan untuk menjelajahi restoran dan tempat untuk bertemu," kata Ibu Codling.
Diserang Hallyu
Warga Melbourne mengikuti tren Korea, 'hallyu' istilah untuk fenomena kesuksesan budaya Korea Selatan yang menarik perhatian dunia internasional. Istilah ini mencakup berbagai hal, seperti musik, film, drama, game, kuliner, fashion, dan kebudayaan tradisional Korea Selatan.
Codling mengatakan kecintaannya pada K-pop dimulai ketika sahabatnya memperkenalkannya pada boy band Korea Selatan BTS saat ia masih remaja.
Melalui halaman "melbkpopfans" yang dikelolanya di Instagram, ia mengatur pertemuan dengan penggemar lain sebelum konser K-pop.
Ibu Codling mengatakan dia juga merencanakan perjalanan pertamanya ke Korea Selatan bulan depan, yang katanya telah dia tabung selama bertahun-tahun.
Sin Ji Jung, dosen Studi Korea di Institut Asia, Universitas Melbourne, mengatakan gelombang Korea, atau "hallyu", dimulai pada tahun 1990-an dan menyebar ke lebih banyak negara Asia pada tahun 2000-an, tetapi lagu hit global artis Korea Psy, Gangnam Style, melambungkan K-pop ke panggung global.
Video viral tersebut menjadi video pertama di YouTube yang mencapai 1 miliar penayangan pada tahun 2012. Dan sejak itu, pencapaiannya terus meningkat ke tingkat yang lebih tinggi, kata Jung.
Jung mengatakan minat yang kuat terhadap budaya Korea juga berdampak pada manfaat ekonomi bagi bisnis Korea.
"Menonton drama-drama ini membuat orang-orang penasaran tentang makanan dan budaya Korea," katanya.
"Pemandangan tersebut digambarkan dengan sangat menarik, dan ada peningkatan minat untuk mengunjungi negara tersebut, mencoba makanan Korea, dan mencoba produk kecantikan Korea … bisnis pun berkembang pesat."
Meskipun Koreatown menghadapi persaingan ketat dari kawasan ikonik di dekatnya termasuk Chinatown, komunitas bisnis Korea yakin tumbuhnya kecintaan terhadap budaya Korea akan menarik lebih banyak bisnis ke Healeys Lane.
Hong Rim Kim, ketua Asosiasi Bisnis Korea Melbourne dan pemilik tiga restoran di Healeys Lane, mengatakan permintaan terhadap makanan Korea sangat tinggi dalam beberapa tahun terakhir.
Kim yang juga kepala eksekutif grup perhotelan Miracle Ventures Group mengatakan ingin melihat Koreatown diperluas hingga ke Williams Street, sebuah langkah yang akan membuat wilayah tersebut setara dengan Chinatown.
"Chinatown sekarang tiga kali lebih besar dari kita, tetapi tidak seorang pun tahu, suatu hari nanti kita bisa mengambil alih Chinatown," katanya.
Keputusan untuk meresmikan Koreatown telah menciptakan hubungan yang lebih dalam antara Korea dan Australia, dan akan membantu menarik lebih banyak perusahaan Korea ke Australia.
Ia menunjuk pabrik manufaktur senilai US$170 juta milik produsen pertahanan Korea Selatan, Hanwha, di Geelong sebagai jenis bisnis besar Korea yang ingin ia lihat di Australia.
Dari Thailand hingga AS
Seiring berkembangnya pengaruh budaya Korea selama bertahun-tahun, jumlah restoran dan bisnis Korea di seluruh dunia terus bertambah.
Di Thailand, sebuah survei pendapat umum menemukan bahwa masyarakat Thailand mempercayai Korea Selatan adalah negara yang memiliki pengaruh terbesar pada budaya mereka.
Melansir Yonhap News tim yang dipimpin oleh Profesor Bunying Kong Achapat dari Departemen Administrasi Bisnis di Universitas Mahidol Thailand menganalisis survei tentang topik soft power.
Sebagai negara yang memiliki pengaruh terhadap Thailand dalam bidang budaya, Korea menempati peringkat pertama dengan skor 3,92 dari 5. Tiongkok (3,90), Jepang (3,71), Amerika Serikat (3,64) dan Inggris (3,26) menyusul pada peringkat berikutnya.
Korea juga ditemukan memiliki pengaruh terbesar di Thailand di bidang mode dan gaya hidup, serta menempati peringkat ketiga dalam seni dan sastra, lapor Yonhap News.
Ketika ditanya mengenai film dan drama asing yang paling disukai oleh masyarakat Thailand, Korea menempati peringkat pertama (42,1%) mengalahkan Amerika Serikat (32,1%) dan Tiongkok (15,2%).
Alasan masyarakat Thailand menyukai film dan drama Korea adalah "konten yang menyentuh", "penampilan aktor tampan dan aktris cantik", dan "keadaan yang familiar".
Dalam hal preferensi musisi dan artis asing, Korea menduduki peringkat kedua (31,4%) setelah Amerika Serikat (45,2%). Peringkat ketiga ditempati oleh Inggris (8,7%).
Bahkan salah satu anggota grup vokal perempuan terkenal dari Korsel Blackpink yakni Lalisa Manoban atau lebih dikenal dengan Lisa berasal Thailand.
Selain Australia dan Thailand, gelombang Hallyu juga melanda AS.
Melansir Conde Nast Traveler, Koreatown di AS bahkan menjadi rumah spiritual bagi para perantauan Korea.
Misalnya seperti yang dilakukan Seon Hee Chon. Ibu Chon mendirikan Music Plaza pada tahun 1992 untuk membawakan musik Korea ke masyarakat yang merindukan kampung halaman.
Awalnya tokonya hanya untuk kelompok diaspora Korea berusia senja. Tapi berkat munculnya YouTube dan popularitas K-pop dalam beberapa tahun terakhir, tokonya mengalami peningkatan aktivitas, dengan sebagian besar kliennya kini bukan orang Korea.
Ada banyak penggemar K-pop yang datang untuk membeli album musik dan pernak-pernik dari band favorit mereka.
Sebagai bagian dari pekerjaannya, ia terus memberi informasi tentang semua band baru yang keluar. Meskipun ia mungkin tidak tahu nama anak-anak teman-temannya, dia tahu nama semua anggota NCT.
Atlanta adalah rumah bagi populasi Korea terbesar kesembilan di Amerika Serikat, dan bahasa Korea adalah bahasa ketiga yang paling banyak digunakan di kota tersebut, setelah bahasa Inggris dan Spanyol.
Biaya hidup yang rendah dan banyaknya peluang untuk memulai bisnis menarik banyak warga Korea ke daerah Duluth di Atlanta.
RELATED ARTICLES
K-Pop dan Koreatown: Invasi Ekonomi Budaya Korea di Dunia
Gelombang Korea melanda seluruh dunia. Bukan hanya sekadar tarian, film dan nyanyian tapi juga menjadi kota kecil alias Koreatown
Context.id, JAKARTA - Di banyak negara terutama negara maju, saat ini komunitas Asia bukan hanya didominasi orang China dengan Chinatownnya, tapi juga Korea Selatan. Lihat saja di Australias, utamanya di Melbourne, sudah ada Koreatown.
Bisa dengar cerita Changhoon Yi saat pertama kali tiba di Melbourne, dia terkejut mendapati pengunjung Australia menyeruput soju dan menyantap daging sapi panggang dengan kimchi di CBD.
"Sangat mengesankan, rasanya seperti kembali ke rumah di Korea," kata Yi, yang datang ke kota itu sebagai Konsulat Jenderal Republik Korea di Melbourne pada tahun 2022 seperti dikutip dari ABC
Yi merasa sangat senang karena menemukan luasnya pengaruh Korea di Healeys Lane, yang secara lokal disebut sebagai "Kimchi Street".
BACA JUGA
Awal bulan ini, Melbourne secara resmi mengakui Healeys Lane sebagai Koreatown, dan pintu masuknya di jalan Lonsdale dan Little Lonsdale akan segera ditandai dengan tiang totem tradisional Korea setinggi tiga meter, atau jang-seung.
Struktur tersebut akan didanai oleh kantor Konsulat Jenderal Republik Korea di Melbourne.
"Di Korea, tiang totem berada di pintu masuk setiap desa dan berfungsi sebagai semacam penjaga untuk mengamankan orang-orang yang tinggal di dalam desa," jelas Yi.
Wali Kota Melbourne Nicholas Reece mengatakan keputusan tersebut merupakan langkah menjadikan Melbourne sejajar dengan kota-kota lain seperti Toronto, Los Angeles, New York, dan Sydney yang telah lebih dulu memiliki "Koreatown.”
Dewan juga berharap Koreatown akan menjadi objek wisata baru. Sejak peluncuran resmi awal bulan ini, lalu lintas pejalan kaki di Healeys Lane telah melonjak sebesar 20 persen, menurut data Kota Melbourne.
Lucy Codling, wanita berusia dua puluh tahun, seorang penggemar K-pop, mengatakan bahwa dia dan pecinta budaya Korea lainnya sangat antusias dengan Koreatown dan apa yang dapat ditawarkannya bagi dunia K-pop yang sudah ramai di Melbourne.
"Ini memberi kami lebih banyak kesempatan untuk menjelajahi restoran dan tempat untuk bertemu," kata Ibu Codling.
Diserang Hallyu
Warga Melbourne mengikuti tren Korea, 'hallyu' istilah untuk fenomena kesuksesan budaya Korea Selatan yang menarik perhatian dunia internasional. Istilah ini mencakup berbagai hal, seperti musik, film, drama, game, kuliner, fashion, dan kebudayaan tradisional Korea Selatan.
Codling mengatakan kecintaannya pada K-pop dimulai ketika sahabatnya memperkenalkannya pada boy band Korea Selatan BTS saat ia masih remaja.
Melalui halaman "melbkpopfans" yang dikelolanya di Instagram, ia mengatur pertemuan dengan penggemar lain sebelum konser K-pop.
Ibu Codling mengatakan dia juga merencanakan perjalanan pertamanya ke Korea Selatan bulan depan, yang katanya telah dia tabung selama bertahun-tahun.
Sin Ji Jung, dosen Studi Korea di Institut Asia, Universitas Melbourne, mengatakan gelombang Korea, atau "hallyu", dimulai pada tahun 1990-an dan menyebar ke lebih banyak negara Asia pada tahun 2000-an, tetapi lagu hit global artis Korea Psy, Gangnam Style, melambungkan K-pop ke panggung global.
Video viral tersebut menjadi video pertama di YouTube yang mencapai 1 miliar penayangan pada tahun 2012. Dan sejak itu, pencapaiannya terus meningkat ke tingkat yang lebih tinggi, kata Jung.
Jung mengatakan minat yang kuat terhadap budaya Korea juga berdampak pada manfaat ekonomi bagi bisnis Korea.
"Menonton drama-drama ini membuat orang-orang penasaran tentang makanan dan budaya Korea," katanya.
"Pemandangan tersebut digambarkan dengan sangat menarik, dan ada peningkatan minat untuk mengunjungi negara tersebut, mencoba makanan Korea, dan mencoba produk kecantikan Korea … bisnis pun berkembang pesat."
Meskipun Koreatown menghadapi persaingan ketat dari kawasan ikonik di dekatnya termasuk Chinatown, komunitas bisnis Korea yakin tumbuhnya kecintaan terhadap budaya Korea akan menarik lebih banyak bisnis ke Healeys Lane.
Hong Rim Kim, ketua Asosiasi Bisnis Korea Melbourne dan pemilik tiga restoran di Healeys Lane, mengatakan permintaan terhadap makanan Korea sangat tinggi dalam beberapa tahun terakhir.
Kim yang juga kepala eksekutif grup perhotelan Miracle Ventures Group mengatakan ingin melihat Koreatown diperluas hingga ke Williams Street, sebuah langkah yang akan membuat wilayah tersebut setara dengan Chinatown.
"Chinatown sekarang tiga kali lebih besar dari kita, tetapi tidak seorang pun tahu, suatu hari nanti kita bisa mengambil alih Chinatown," katanya.
Keputusan untuk meresmikan Koreatown telah menciptakan hubungan yang lebih dalam antara Korea dan Australia, dan akan membantu menarik lebih banyak perusahaan Korea ke Australia.
Ia menunjuk pabrik manufaktur senilai US$170 juta milik produsen pertahanan Korea Selatan, Hanwha, di Geelong sebagai jenis bisnis besar Korea yang ingin ia lihat di Australia.
Dari Thailand hingga AS
Seiring berkembangnya pengaruh budaya Korea selama bertahun-tahun, jumlah restoran dan bisnis Korea di seluruh dunia terus bertambah.
Di Thailand, sebuah survei pendapat umum menemukan bahwa masyarakat Thailand mempercayai Korea Selatan adalah negara yang memiliki pengaruh terbesar pada budaya mereka.
Melansir Yonhap News tim yang dipimpin oleh Profesor Bunying Kong Achapat dari Departemen Administrasi Bisnis di Universitas Mahidol Thailand menganalisis survei tentang topik soft power.
Sebagai negara yang memiliki pengaruh terhadap Thailand dalam bidang budaya, Korea menempati peringkat pertama dengan skor 3,92 dari 5. Tiongkok (3,90), Jepang (3,71), Amerika Serikat (3,64) dan Inggris (3,26) menyusul pada peringkat berikutnya.
Korea juga ditemukan memiliki pengaruh terbesar di Thailand di bidang mode dan gaya hidup, serta menempati peringkat ketiga dalam seni dan sastra, lapor Yonhap News.
Ketika ditanya mengenai film dan drama asing yang paling disukai oleh masyarakat Thailand, Korea menempati peringkat pertama (42,1%) mengalahkan Amerika Serikat (32,1%) dan Tiongkok (15,2%).
Alasan masyarakat Thailand menyukai film dan drama Korea adalah "konten yang menyentuh", "penampilan aktor tampan dan aktris cantik", dan "keadaan yang familiar".
Dalam hal preferensi musisi dan artis asing, Korea menduduki peringkat kedua (31,4%) setelah Amerika Serikat (45,2%). Peringkat ketiga ditempati oleh Inggris (8,7%).
Bahkan salah satu anggota grup vokal perempuan terkenal dari Korsel Blackpink yakni Lalisa Manoban atau lebih dikenal dengan Lisa berasal Thailand.
Selain Australia dan Thailand, gelombang Hallyu juga melanda AS.
Melansir Conde Nast Traveler, Koreatown di AS bahkan menjadi rumah spiritual bagi para perantauan Korea.
Misalnya seperti yang dilakukan Seon Hee Chon. Ibu Chon mendirikan Music Plaza pada tahun 1992 untuk membawakan musik Korea ke masyarakat yang merindukan kampung halaman.
Awalnya tokonya hanya untuk kelompok diaspora Korea berusia senja. Tapi berkat munculnya YouTube dan popularitas K-pop dalam beberapa tahun terakhir, tokonya mengalami peningkatan aktivitas, dengan sebagian besar kliennya kini bukan orang Korea.
Ada banyak penggemar K-pop yang datang untuk membeli album musik dan pernak-pernik dari band favorit mereka.
Sebagai bagian dari pekerjaannya, ia terus memberi informasi tentang semua band baru yang keluar. Meskipun ia mungkin tidak tahu nama anak-anak teman-temannya, dia tahu nama semua anggota NCT.
Atlanta adalah rumah bagi populasi Korea terbesar kesembilan di Amerika Serikat, dan bahasa Korea adalah bahasa ketiga yang paling banyak digunakan di kota tersebut, setelah bahasa Inggris dan Spanyol.
Biaya hidup yang rendah dan banyaknya peluang untuk memulai bisnis menarik banyak warga Korea ke daerah Duluth di Atlanta.
POPULAR
RELATED ARTICLES