Stories - 27 August 2024
RUU AI di California, Memecah Belah Suara Korporasi dan Kampus
Kubu pro merasa publik harus dilindungi dari teknologi AI yang bisa mengancam keamanan siber sementara kubu kontra merasa aturan baru akan menghambat inovasi
Context.id, JAKARTA - Sebuah rancangan undang-undang yang ditujukan untuk mengatur teknologi kecerdasan buatan (AI) sedang digodok di badan legislatif California, Amerika Serikat.
Senator Negara Bagian California Scott Wiener yang menjadi sponsor RUU ini mengatakan kebuntuan kongres mengenai regulasi AI harus disikapi dengan serius, terutama terkait risiko yang ditimbulkan oleh teknologi yang berkembang pesat ini seperti dilansir dari AFP.
Weiner mengatakan RUU tersebut mengharuskan pengembang model AI yang besar untuk mengambil tindakan pencegahan seperti pengujian pra-penerapan, simulasi serangan peretas, memasang perlindungan keamanan siber, serta memberikan perlindungan bagi pengungkap pelanggaran.
Perubahan terkini pada RUU tersebut termasuk mengganti hukuman pidana atas pelanggaran dengan hukuman perdata seperti denda.
Wiener berpendapat keselamatan dan inovasi AI bukanlah hal yang saling eksklusif dan bahwa perubahan pada RUU tersebut telah menjawab beberapa kekhawatiran para kritikus.
Namun para kritikus, termasuk anggota Demokrat di Kongres AS, berpendapat ancaman tindakan hukuman terhadap pengembangan teknologi yang masih baru dapat menghambat munculnya inovasi.
"Meskipun kami ingin California menjadi yang terdepan dalam bidang AI dengan cara yang melindungi konsumen, data, kekayaan intelektual , dan banyak lagi, SB 1047 (RUU AI) justru lebih banyak merugikan daripada membantu dalam upaya tersebut," kata anggota kongres dari Demokrat, Nancy Pelosi.
Pelosi menunjukkan profesor ilmu komputer Universitas Stanford Fei-Fei Li, yang ia sebut sebagai "Ibu Baptis AI" karena statusnya di bidang tersebut, termasuk di antara mereka yang menentang RUU tersebut.
"RUU yang disebut Undang-Undang Inovasi Aman dan Terjamin untuk Model Kecerdasan Buatan tidak akan menyelesaikan apa yang ingin diperbaiki dan akan sangat merugikan akademisi AI, teknologi kecil, dan komunitas sumber terbuka," tulis Li awal bulan ini di X.
Teknologi kecil yang dimaksud Li mengacu pada perusahaan rintisan dan perusahaan kecil, serta peneliti dan wirausahawan.
OpenAI dan pimpinannya Sam Altman juga menentang RUU tersebut dan mereka mengatakan lebih memilih aturan nasional, karena khawatir akan kekacauan regulasi AI di seluruh negara bagian AS.
Setidaknya tahun ini 40 negara bagian telah memperkenalkan rancangan undang-undang masing-masing untuk mengatur AI, dan setengah lusin telah mengadopsi resolusi atau memberlakukan undang-undang yang ditujukan pada teknologi tersebut, menurut Konferensi Nasional Badan Legislatif Negara Bagian.
OpenAI mengatakan RUU California juga dapat mengusir para inovator dari negara bagian tersebut, tempat Silicon Valley berada.
Namun Anthropic, pelaku AI generatif justru mengatakan setelah beberapa modifikasi, RUU tersebut memiliki lebih banyak manfaat daripada kekurangannya.
RUU tersebut juga mendapat dukungan besar dari komunitas AI.
"Sistem AI yang canggih membawa janji yang luar biasa, tetapi risikonya juga sangat nyata dan harus ditanggapi dengan sangat serius," kata ilmuwan komputer Geoffrey Hinton, dalam artikel opini Fortune yang dikutip oleh Wiener.
Menurut Hinton, SB 1047 mengambil pendekatan yang sangat masuk akal untuk menyeimbangkan masalah tersebut.
Regulasi AI yang "sungguhan" sangatlah penting, dan California merupakan tempat yang tepat untuk memulai karena telah menjadi landasan peluncuran bagi teknologi tersebut, menurut Hinton.
Sementara itu, para profesor dan mahasiswa di Institut Teknologi California mendesak orang untuk menandatangani surat penolakan terhadap RUU tersebut.
"Kami yakin rancangan undang-undang ini menimbulkan ancaman yang signifikan terhadap kemampuan kami untuk memajukan penelitian dengan memberlakukan regulasi yang memberatkan dan tidak realistis pada pengembangan AI," kata profesor CalTech Anima Anandkumar di X.
Penulis : Context.id
Editor : Wahyu Arifin
MORE STORIES
Jam Kerja Rendah Tapi Produktivitas Tinggi, Berkaca dari Jerman
Data OECD menunjukkan bmeskipun orang Jerman hanya bekerja rata-rata 1.340 jam per tahun, partisipasi perempuan yang tinggi dan regulasi bagus mem ...
Context.id | 29-10-2024
Konsep Adrenal Fatigue Hanyalah Mitos dan Bukan Diagnosis yang Sahih
Konsep adrenal fatigue adalah mitos tanpa dasar ilmiah dan bukan diagnosis medis sah yang hanyalah trik marketing dari pendengung
Context.id | 29-10-2024
Dari Pengusaha Menjadi Sosok Dermawan; Tren Filantropis Pendiri Big Tech
Banyak yang meragukan mengapa para taipan Big Tech menjadi filantropi, salah satunya tudingan menghindari pajak
Context.id | 28-10-2024
Dari Barak ke Ruang Rapat: Sepak Terjang Lulusan Akmil dan Akpol
Para perwira lulusan Akmil dan Akpol memiliki keterampilan kepemimpinan yang berharga untuk dunia bisnis dan pemerintahan.
Context.id | 28-10-2024
A modern exploration of business, societies, and ideas.
Powered by Bisnis Indonesia.
Copyright © 2024 - Context
Copyright © 2024 - Context