Share

Home Stories

Stories 14 Agustus 2024

Ketimpangan Gender di Industri Film Hollywood

Ketidakseimbangan gender bukan hanya terjadi di politik, tapi juga dalam industri film dunia seperti Hollywood

Ilustrasi Hollywood/The Cove

Context.id, JAKARTA - Ketidakseimbangan gender bukan hanya terjadi di politik, tapi juga dalam industri film. Sejak 2007, peran utama dalam film-film atas yang dipegang oleh perempuan atau anak perempuan tidak pernah mencapai 50%. 

Melansir AP News, pada 2007, saat Stacy L. Smith, profesor madya dari University of Southern California (USC) memulai penelitian tersebut, saat itu, jumlah pemeran utama perempuan adalah 30%.

Sempat ada lonjakan tinggi, yakni pada 2022 yang sempat mencapai 46%, namun akhirnya turun lagi hingga mencapai 32% pada 2023 kemarin ini, yang artinya hampir sama dengan angka tahun 2010. 

Menurut laporan tahunan Annenberg Inclusion Initiative dari USC yang dirilis hari Senin kemarin, hanya 32% dari karakter utama dalam 100 film teratas di box office pada tahun 2023 adalah perempuan atau anak perempuan. 

Hanya 11% film yang seimbang gendernya, dengan anak perempuan atau perempuan dalam 45%-54,9% berperan sebagai pemain utama.



"Bagaimanapun Anda meneliti datanya, 2023 bukanlah 'Tahun Perempuan.' Kami terus melaporkan tren yang sama untuk anak perempuan dan perempuan di layar, dari tahun ke tahun," kata Smith dalam penelitian itu. 

Menurut Smith, Barbie mungkin menjadi film nomor 1 di box office tahun lalu, tetapi, tidak dengan sendirinya mampu menggerakkan tren untuk menjadikan perempuan sebagai pemain utama. 

Studi USC Annenberg Inclusion Initiative melacak seberapa besar janji industri tentang inklusivitas benar-benar sejalan dengan apa yang ada di layar film.

Pada tahun pilpres ini, sebagian besar "warga" Hollywood mendukung Wakil Presiden Kamala Harris untuk menjadi presiden perempuan pertama Amerika. 

Namun, bagi para peneliti klaim “Hollywood yang progresif” sebenarnya “tidak progresif sama sekali.”

Meskipun masih ada kesenjangan besar di sana, beberapa temuan menunjukkan perubahan yang cukup besar.

Pada tahun 2023, 44% karakter yang berbicara berasal dari kelompok yang kurang terwakili, hampir sama atau bahkan sedikit melebihi susunan ras populasi AS (41%). 

Persentase karakter kulit putih menurun menjadi 56% pada 2023, turun dari 62% pada tahun sebelumnya. Pada 2007, 78% dari semua karakter berkulit putih.

Di antara tokoh utama, kelompok ras dan etnis yang kurang terwakili mencapai 37% dari karakter utama, meningkat 6% dari 2022 dan lebih banyak dari sebelumnya. Pada 2007, angka tersebut adalah 13%.

Persentase tokoh utama tahun lalu adalah 12,6% orang kulit hitam, 5,2% orang Hispanik atau Latin, dan 18,4% orang Asia. 

Tak satu pun dari 100 film teratas menampilkan pemeran yang sesuai dengan demografi AS untuk orang Hispanik/Latin, yang mencakup 19,1% dari populasi. 



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 14 Agustus 2024

Ketimpangan Gender di Industri Film Hollywood

Ketidakseimbangan gender bukan hanya terjadi di politik, tapi juga dalam industri film dunia seperti Hollywood

Ilustrasi Hollywood/The Cove

Context.id, JAKARTA - Ketidakseimbangan gender bukan hanya terjadi di politik, tapi juga dalam industri film. Sejak 2007, peran utama dalam film-film atas yang dipegang oleh perempuan atau anak perempuan tidak pernah mencapai 50%. 

Melansir AP News, pada 2007, saat Stacy L. Smith, profesor madya dari University of Southern California (USC) memulai penelitian tersebut, saat itu, jumlah pemeran utama perempuan adalah 30%.

Sempat ada lonjakan tinggi, yakni pada 2022 yang sempat mencapai 46%, namun akhirnya turun lagi hingga mencapai 32% pada 2023 kemarin ini, yang artinya hampir sama dengan angka tahun 2010. 

Menurut laporan tahunan Annenberg Inclusion Initiative dari USC yang dirilis hari Senin kemarin, hanya 32% dari karakter utama dalam 100 film teratas di box office pada tahun 2023 adalah perempuan atau anak perempuan. 

Hanya 11% film yang seimbang gendernya, dengan anak perempuan atau perempuan dalam 45%-54,9% berperan sebagai pemain utama.



"Bagaimanapun Anda meneliti datanya, 2023 bukanlah 'Tahun Perempuan.' Kami terus melaporkan tren yang sama untuk anak perempuan dan perempuan di layar, dari tahun ke tahun," kata Smith dalam penelitian itu. 

Menurut Smith, Barbie mungkin menjadi film nomor 1 di box office tahun lalu, tetapi, tidak dengan sendirinya mampu menggerakkan tren untuk menjadikan perempuan sebagai pemain utama. 

Studi USC Annenberg Inclusion Initiative melacak seberapa besar janji industri tentang inklusivitas benar-benar sejalan dengan apa yang ada di layar film.

Pada tahun pilpres ini, sebagian besar "warga" Hollywood mendukung Wakil Presiden Kamala Harris untuk menjadi presiden perempuan pertama Amerika. 

Namun, bagi para peneliti klaim “Hollywood yang progresif” sebenarnya “tidak progresif sama sekali.”

Meskipun masih ada kesenjangan besar di sana, beberapa temuan menunjukkan perubahan yang cukup besar.

Pada tahun 2023, 44% karakter yang berbicara berasal dari kelompok yang kurang terwakili, hampir sama atau bahkan sedikit melebihi susunan ras populasi AS (41%). 

Persentase karakter kulit putih menurun menjadi 56% pada 2023, turun dari 62% pada tahun sebelumnya. Pada 2007, 78% dari semua karakter berkulit putih.

Di antara tokoh utama, kelompok ras dan etnis yang kurang terwakili mencapai 37% dari karakter utama, meningkat 6% dari 2022 dan lebih banyak dari sebelumnya. Pada 2007, angka tersebut adalah 13%.

Persentase tokoh utama tahun lalu adalah 12,6% orang kulit hitam, 5,2% orang Hispanik atau Latin, dan 18,4% orang Asia. 

Tak satu pun dari 100 film teratas menampilkan pemeran yang sesuai dengan demografi AS untuk orang Hispanik/Latin, yang mencakup 19,1% dari populasi. 



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Hitungan Prabowo Soal Uang Kasus CPO Rp13,2 Triliun, Bisa Buat Apa Saja?

Presiden Prabowo Subianto melakukan perhitungan terkait uang kasus korupsi CPO Rp13,2 triliun yang ia sebut bisa digunakan untuk membangun desa ne ...

Renita Sukma . 20 October 2025

Polemik IKN Sebagai Ibu Kota Politik, Ini Kata Kemendagri dan Pengamat

Terminologi ibu kota politik yang melekat kepada IKN dianggap rancu karena bertentangan dengan UU IKN. r n r n

Renita Sukma . 18 October 2025

Dilema Kebijakan Rokok: Penerimaan Negara Vs Kesehatan Indonesia

Menkeu Purbaya ingin menggairahkan kembali industri rokok dengan mengerem cukai, sementara menteri sebelumnya Sri Mulyani gencar menaikkan cukai d ...

Jessica Gabriela Soehandoko . 15 October 2025

Di Tengah Ketidakpastian Global, Emas Justru Terus Mengkilap

Meskipun secara historis dianggap sebagai aset lindung nilai paling aman, emas kerap ikut tertekan ketika terjadi aksi jual besar-besaran di pasar ...

Jessica Gabriela Soehandoko . 13 October 2025