Share

Stories 07 Agustus 2024

Aturan Larangan Diskriminasi Usia Pencari Kerja di Beberapa Negara

Di Indonesia beberapa perusahaan masih melampirkan syarat usia bagi para pelamar kerja

Ilustrasi pencari kerja/Info Publik

Context.id, JAKARTA - Beberapa waktu lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materiil pada Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Menurut salinan putusan Mahkamah Konstitusi, uji materiil itu diajukan oleh Leonardo Olefins Hamonangan, seorang karyawan swasta asal Bekasi.

Permohonan itu diajukan ke Mahkamah Konstitusi tanggal 15 Februari 2024 dengan maksud mengubah pasal 35 UU No 13 yang dianggap diskriminatif terhadap pencari kerja. 

Pasal tersebut berbunyi “Pemberi kerja yang memerlukan tenaga kerja dapat merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan atau melalui pelaksana penempatan tenaga kerja”.

Menurut pemohon, dalam pasal tersebut terdapat beberapa masalah seperti membuka potensi diskriminasi dan perusahaan dapat memilih tenaga kerja berdasarkan kriteria yang tidak relevan seperti usia, jenis kelamin, atau latar belakang etnis. 



Selain itu, pasal tersebut juga membatasi akses dan kesempatan bagi tenaga kerja untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan keterampilan dan keahlian mereka.

MK menolak uji materiil tersebut. Dalam putusannya, MK menilai bahwa batasan usia, pengalaman kerja dan latar belakang pendidikan bukan merupakan tindakan diskriminasi.

Melansir Bisnis, MK menyebut penempatan tenaga kerja mesti diatur sedemikian rupa sehingga hak-hak dan perlindungan yang mendasar bagi tenaga kerja terpenuhi. 

Selain itu, harus ada pertimbangan kebutuhan dunia usaha yang mewujudkan situasi yang kondusif bagi pengembangan dunia usaha.

Lebih lanjut, MK menambahkan penempatan tenaga kerja dilaksanakan pada asas terbuka, bebas, obyektif, adil, setara tanpa diskriminasi. 

Dalam hal ini MK juga mendukung penempatan tenaga kerja pada posisi yang sesuai dengan keahlian, keterampilan, minat dan bakat, serta kemampuan melihat harkat, martabat, hak asasi, dan perlindungan hukum.

Namun di beberapa negara terdapat peraturan yang melarang persyaratan lowongan pekerjaan yang diskriminatif. Seperti di Jerman, melansir Kantor Kehakiman Federal Jerman, dalam Section 10 General Act on Equal Treatment, batas usia maksimal dalam lowongan pekerjaan di negara Jerman sendiri harus berdasarkan objektif yang jelas dan masuk akal. 

Lalu dalam Section 20 General Act on Equal Treatment, perbedaan perlakuan atas dasar agama, disabilitas, usia, orientasi seksual atau gender tidak dianggap sebagai pelanggaran terhadap larangan diskriminasi jika perbedaan tersebut didasarkan pada alasan objektif.

Lalu di Amerika Serikat, pelarangan persyaratan lowongan pekerjaan yang diskriminatif diatur dalam Kode Peraturan Federal Nomor 1625.4 huruf a yang menyebut bahwa iklan lowongan kerja tidak boleh memuat istilah yang membatasi pekerjaan bagi orang lansia. 

Istilah tersebut seperti “usia 25–35 tahun”, “muda”, “mahasiswa”, “lulusan perguruan tinggi”, dan lain sebagainya. 

Lalu dalam Undang-Undang Diskriminasi Usia dalam Pekerjaan tahun 1967 Pasal 623 menyebut bahwa pengusaha dilarang tidak mempekerjakan, memberhentikan seseorang, atau melakukan diskriminasi terhadap seseorang dengan kompensasi, ketentuan, syarat, atau hak istimewa pekerjaanya karena usia orang tersebut. 

Singapura sendiri akan menerapkan praktik ketenagakerjaan yang adil melalui Undang-Undang Keadilan di Tempat Kerja atau New Workplace Fairness Legislation. 

Melansir Clyde & Co, Undang-undang ini akan segera disahkan pada paruh kedua 2024 yang akan melengkapi panduan ketenagakerjaan dari mulai rekrutmen hingga pemutusan hubungan kerja. 

Salah satu poin utama dalam undang-undang ini adalah melindungi karakteristik dalam pekerjaan seperti diskriminasi pada usia, jenis kelamin, status perkawinan, status kehamilan, ras, agama, bahasa, dan kondisi kesehatan mental.

Kontributor: Fadlan Priatna



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 07 Agustus 2024

Aturan Larangan Diskriminasi Usia Pencari Kerja di Beberapa Negara

Di Indonesia beberapa perusahaan masih melampirkan syarat usia bagi para pelamar kerja

Ilustrasi pencari kerja/Info Publik

Context.id, JAKARTA - Beberapa waktu lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materiil pada Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Menurut salinan putusan Mahkamah Konstitusi, uji materiil itu diajukan oleh Leonardo Olefins Hamonangan, seorang karyawan swasta asal Bekasi.

Permohonan itu diajukan ke Mahkamah Konstitusi tanggal 15 Februari 2024 dengan maksud mengubah pasal 35 UU No 13 yang dianggap diskriminatif terhadap pencari kerja. 

Pasal tersebut berbunyi “Pemberi kerja yang memerlukan tenaga kerja dapat merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan atau melalui pelaksana penempatan tenaga kerja”.

Menurut pemohon, dalam pasal tersebut terdapat beberapa masalah seperti membuka potensi diskriminasi dan perusahaan dapat memilih tenaga kerja berdasarkan kriteria yang tidak relevan seperti usia, jenis kelamin, atau latar belakang etnis. 



Selain itu, pasal tersebut juga membatasi akses dan kesempatan bagi tenaga kerja untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan keterampilan dan keahlian mereka.

MK menolak uji materiil tersebut. Dalam putusannya, MK menilai bahwa batasan usia, pengalaman kerja dan latar belakang pendidikan bukan merupakan tindakan diskriminasi.

Melansir Bisnis, MK menyebut penempatan tenaga kerja mesti diatur sedemikian rupa sehingga hak-hak dan perlindungan yang mendasar bagi tenaga kerja terpenuhi. 

Selain itu, harus ada pertimbangan kebutuhan dunia usaha yang mewujudkan situasi yang kondusif bagi pengembangan dunia usaha.

Lebih lanjut, MK menambahkan penempatan tenaga kerja dilaksanakan pada asas terbuka, bebas, obyektif, adil, setara tanpa diskriminasi. 

Dalam hal ini MK juga mendukung penempatan tenaga kerja pada posisi yang sesuai dengan keahlian, keterampilan, minat dan bakat, serta kemampuan melihat harkat, martabat, hak asasi, dan perlindungan hukum.

Namun di beberapa negara terdapat peraturan yang melarang persyaratan lowongan pekerjaan yang diskriminatif. Seperti di Jerman, melansir Kantor Kehakiman Federal Jerman, dalam Section 10 General Act on Equal Treatment, batas usia maksimal dalam lowongan pekerjaan di negara Jerman sendiri harus berdasarkan objektif yang jelas dan masuk akal. 

Lalu dalam Section 20 General Act on Equal Treatment, perbedaan perlakuan atas dasar agama, disabilitas, usia, orientasi seksual atau gender tidak dianggap sebagai pelanggaran terhadap larangan diskriminasi jika perbedaan tersebut didasarkan pada alasan objektif.

Lalu di Amerika Serikat, pelarangan persyaratan lowongan pekerjaan yang diskriminatif diatur dalam Kode Peraturan Federal Nomor 1625.4 huruf a yang menyebut bahwa iklan lowongan kerja tidak boleh memuat istilah yang membatasi pekerjaan bagi orang lansia. 

Istilah tersebut seperti “usia 25–35 tahun”, “muda”, “mahasiswa”, “lulusan perguruan tinggi”, dan lain sebagainya. 

Lalu dalam Undang-Undang Diskriminasi Usia dalam Pekerjaan tahun 1967 Pasal 623 menyebut bahwa pengusaha dilarang tidak mempekerjakan, memberhentikan seseorang, atau melakukan diskriminasi terhadap seseorang dengan kompensasi, ketentuan, syarat, atau hak istimewa pekerjaanya karena usia orang tersebut. 

Singapura sendiri akan menerapkan praktik ketenagakerjaan yang adil melalui Undang-Undang Keadilan di Tempat Kerja atau New Workplace Fairness Legislation. 

Melansir Clyde & Co, Undang-undang ini akan segera disahkan pada paruh kedua 2024 yang akan melengkapi panduan ketenagakerjaan dari mulai rekrutmen hingga pemutusan hubungan kerja. 

Salah satu poin utama dalam undang-undang ini adalah melindungi karakteristik dalam pekerjaan seperti diskriminasi pada usia, jenis kelamin, status perkawinan, status kehamilan, ras, agama, bahasa, dan kondisi kesehatan mental.

Kontributor: Fadlan Priatna



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Apakah Hologram AI Yesus Bisa Menerima Pengakuan Dosa?

\"Tuhan, ampunilah saya karena telah melakukan kesalahan......\"

Context.id . 25 November 2024

Apakah Flu saat Hamil Meningkatkan Risiko Autisme Anak? Ini Kata Para Ahli

Meskipun belum bisa dipastikan sebagai penyebab langsung, infeksi seperti flu saat hamil bisa berkontribusi meningkatkan risiko gangguan spektrum ...

Context.id . 25 November 2024

Haruskah Tetap Belajar Coding di Dunia AI?

Kamp pelatihan coding dulunya tampak seperti tiket emas menuju masa depan yang aman secara ekonomi. Namun, saat janji itu memudar, apa yang harus ...

Context.id . 25 November 2024

Menuju Pemulihan: Dua Ilmuwan Harvard Mencari Jalan Cepat Atasi Depresi

Depresi menjadi musuh yang sulit ditaklukkan karena pengobatannya butuh waktu panjang

Context.id . 24 November 2024