Stories - 29 July 2024
Upaya Reda Gaudiamo Mendorong Akses Literasi Anak
Salah satu faktor rendahnya minat literasi berasal anak Indonesia karena orang tua enggan menyediakan buku untuk anaknya
Context.id, JAKARTA - Reda Gaudiamo, penulis, penyanyi, dan seniman asal Indonesia sejak kecil sudah menaruh kecintaannya pada seni dan literasi.
Saat berumur 20, tepatnya di bangku kuliah semester 2 dan 3, wanita kelahiran Surabaya 1 Agustus 1963 ini mulai mengembangkan bakatnya di dunia tarik suara.
Dari situ juga, Reda bertemu dengan rekannya sesama penyanyi Ari Malibu. Selain bernyanyi, bakat Reda juga disalurkan pada bidang menulis.
Saat ditemui di Festival Patjarmerah Kecil yang digelar di Pos Bloc, Jakarta Pusat beberapa pekan lalu, Reda mengatakan tiga karya bukunya diterbitkan ulang di London, Inggris.
Penerbit Inggris kepincut dengan karyanya saat Reda mengikuti pameran buku di negeri Ratu Elizbeth itu.
BACA JUGA
- Jelajah Sinyal dan Festival Literasi Digital 2023 Siap Digeber
- Sejuta Cerita di Balik Jelajah Sinyal dan Literasi Digital 2023
- Kaum Muda Perlu Terjun dan Mendalami Literasi Bisnis
Tak tanggung-tanggung, tiga buku ciptaan Reda langsung dilirik oleh penerbit untuk dirilis di Inggris. Dua buku tersebut merupakan cerita anak-anak, sementara satu buku lagi adalah kumpulan cerita pendek dewasa.
Di Festival Patjarmerah Kecil, Reda juga kembali merilis tiga buku. Dua buku berjudul “286 Ide Cerita Untukmu” dan “Buku Cerita Untukmu”.
Secara garis besar, dua buku tersebut berisi kiat-kiat dalam menyusun sebuah cerita baik untuk anak-anak maupun dewasa.
Satu judul buku yang rilis bertajuk “Sayap-Sayap”. Buku tersebut berisi cerita dari 10 kawan kecil pemenang sayembara menulis cerita anak. Di situ, Reda menjadi salah satu penulis.
Menurut Reda, Festival Patjarmerah Kecil merupakan sarana bagi anak-anak yang ingin bertemu dengan “sahabatnya” di dalam buku dan cerita.
Selain itu, festival ini juga menjadi tempat untuk belajar dan berkenalan dengan hal baru melalui kelas dan lokakarya dalam lingkup literasi.
Lebih lanjut, Reda mengungkapkan gagasan diadakannya Festival Patjarmerah Kecil adalah untuk meregenerasi seluruh pihak dari dunia literasi mulai dari penulis, ilustrator, penerbit, dan khususnya pembaca.
Bagi Reda, buku yang diciptakan oleh penulis baru tidak akan berguna jika tidak ada pembacanya. Gagasan soal regenerasi pembaca ini juga terkait dengan minat literasi pada anak-anak.
Orang Tua Harus Melek Literasi
Sebenarnya, orang tua menyadari pentingnya buku bagi anak-anaknya. Namun menurut Reda, orang tua terlalu gampang untuk menyediakan anak-anaknya tayangan video melalui gawai.
Reda juga menambahkan apabila ada generasi yang hanya memainkan gawai saja dan melupakan buku, maka riwayat buku akan tamat. Perkembangan teknologi digital juga membuat bidang literasi mempunyai opsi alternatif.
Reda menyebut penggunaan gawai sebagai sarana membaca boleh dilakukan tetapi bukan yang utama, terlebih pada anak-anak. Menurutnya, anak-anak butuh untuk menyaring, menyerap, dan mengolah sebuah informasi melalui otaknya.
Dia melanjutkan, saat membaca, anak-anak akan mencoba mencari arti suatu kata yang ditemukannya, mencoba merasakan hal tersebut, dan memanggil imajinasinya dengan kata-kata tersebut.
Proses itu yang membuat otak bekerja keras. Sementara, jika anak disuguhi dengan tayangan video melalui gawai secara terus menerus, otak tidak diberikan kesempatan untuk bergerak secara aktif.
Seperti diketahui, berbagai survei telah menelaah tingkat literasi di Indonesia. Salah satunya PISA atau Programme for International Student Assessment pada tahun 2022, mencatat Indonesia berada di peringkat 11 terbawah dari 81 negara terkait literasi membaca.
Namun menurut Reda, salah satu faktor rendahnya minat literasi berasal dari orang tua. Orang tua enggan untuk menyediakan dan mencari buku untuk anaknya.
Selain itu, akses pendistribusian buku di Indonesia dibarengi dengan beberapa kendala. Sebagai negara kepulauan, proses distribusi buku ke daerah-daerah di Indonesia terbebani oleh biaya transportasi yang mahal serta sulitnya akses kendaraan untuk mencapai daerah tertentu.
Tidak tersedianya akses untuk membawa buku ke suatu tempat menjadi alasan mengapa minat literasi di Indonesia rendah.
Reda juga menyebut, seharusnya program-program peningkatan literasi yang digaungkan pemerintah harus berjalan secara berkelanjutan.
Terkadang, program yang berjalan dengan baik harus terhenti akibat berbagai hal seperti pergantian pemerintah dan kekuasaan. Akibatnya, program peningkatan literasi itu harus dimulai lagi dari nol.
Apabila tergerak untuk menumbuhkan literasi khususnya pada anak, Reda menyebut bahwa ada beberapa hal yang bisa dilakukan.
Pertama, jika berkunjung ke suatu tempat, bawa satu atau dua buku favorit yang sudah dibaca dan tinggalkan di sana. Menurut Reda, biarkan buku itu punya kaki dan menemukan pembaca baru.
Kedua, Apabila menemukan taman bacaan milik masyarakat atau di festival buku, setidaknya berikan uang lebih sebagai sumbangan untuk keperluan membeli buku anak.
Ketiga, menyumbang buku ke pihak atau festival yang membuka donasi buku agar bisa disalurkan ke berbagai tempat.
Keempat, manfaatkan teknologi di media sosial dengan membuat konten membaca cerita anak.
Perihal kesenangan literasi pada anak-anak, Reda mengatakan bahwa aspek tulisan, desain, cerita, dan penyampaian merupakan hal penting.
Namun Reda menekankan satu bagian khusus yaitu cerita. Menurutnya, cerita memegang peranan penting dalam meningkatkan literasi pada anak.
Sering ada anggapan bahwa anak-anak tidak mempunyai selera. Padahal menurut Reda, anak-anak tahu mana produk literasi yang bagus, seru, dan menarik.
Reda berpesan bahwa jadikan buku sebagai sahabat, tempat untuk belajar, menenangkan diri, memancing imajinasi, dan membuat hati senang.
Kontributor: Fadlan Priatna
Penulis : Context.id
Editor : Wahyu Arifin
MORE STORIES
Jam Kerja Rendah Tapi Produktivitas Tinggi, Berkaca dari Jerman
Data OECD menunjukkan bmeskipun orang Jerman hanya bekerja rata-rata 1.340 jam per tahun, partisipasi perempuan yang tinggi dan regulasi bagus mem ...
Context.id | 29-10-2024
Konsep Adrenal Fatigue Hanyalah Mitos dan Bukan Diagnosis yang Sahih
Konsep adrenal fatigue adalah mitos tanpa dasar ilmiah dan bukan diagnosis medis sah yang hanyalah trik marketing dari pendengung
Context.id | 29-10-2024
Dari Pengusaha Menjadi Sosok Dermawan; Tren Filantropis Pendiri Big Tech
Banyak yang meragukan mengapa para taipan Big Tech menjadi filantropi, salah satunya tudingan menghindari pajak
Context.id | 28-10-2024
Dari Barak ke Ruang Rapat: Sepak Terjang Lulusan Akmil dan Akpol
Para perwira lulusan Akmil dan Akpol memiliki keterampilan kepemimpinan yang berharga untuk dunia bisnis dan pemerintahan.
Context.id | 28-10-2024
A modern exploration of business, societies, and ideas.
Powered by Bisnis Indonesia.
Copyright © 2024 - Context
Copyright © 2024 - Context