Share

Home Stories

Stories 20 Juni 2024

Banyak Bintang Lapangan Jerman Keturunan Turki? Ini Alasannya

Sejak berakhirnya perang dunia II, Jerman setidaknya sudah tiga kali menerima gelombang migrasi yang cukup besar ke negaranya

Ozil dan Erdogan/ Istimewa

Context.id, JAKARTA - Liga Piala Eropa 2024 atau UEFA 2024 antara Turki melawan Georgia di Dortmund, Jerman pada Selasa, (18/6) kemarin ibarat bermain di kandang sendiri bagi Timnas Turki.

Pasalnya di Jerman sendiri, jumlah warga negara yang memiliki garis keturunan Turki sebesar 3,4%, bahkan banyak bintang-bintang lapangan yang bermain untuk Timnas Jerman juga memiliki pemain berdarah Turki seperti Mesut Ozil, Emre Can dan İlkay Gundogan.

Adapun hal ini dapat terjadi karena tidak terlepas dari faktor sejarah, kebudayaan, transformasi kebijakan politik dan keadaan sosial Jerman yang kaya akan akan keragaman etnis di dalamnya.

Melansir BRIN, sejak berakhirnya perang dunia II, Jerman setidaknya sudah tiga kali menerima gelombang migrasi yang cukup besar ke negaranya.

Gelombang pertama berasal dari etnis Jerman yang terusir ke Eropa Timur akibat pengaruh Nazi pada tahun 1945-1950 yang berakhir karena Nikita Kruschev salah satu pejabat era Uni Soviet membuat Tembok Berlin untuk menghindari “Brain Drain”. 



Maka sejak saat itu, terjadi gelombang migrasi besar ke Jerman Barat yang disebut sebagai gelombang kedua migrasi, akibat adanya kesepakatan Gastarbeiter atau pekerja tamu dari Turki oleh pemerintah Jerman Barat pada tahun 1961 akibat kurangnya tenaga kerja.

Setelah berakhirnya gelombang kedua pada tahun 1973 akibat adanya krisis ekonomi Eropa karena tingginya harga minyak, Jerman akhirnya membuat kebijakan Return and Emigration of Asylum Seekers (READ) untuk memulangkan para imigran asal Turki ini.

Namun, karena kebijakan yang diambil oleh Jerman ini tidak seperti Reintegration of Emigrants Manpower (REMPLOD) di Belanda dan Assisted Return Program (l’aide au retour) di Perancis yang memberikan intensif dan uang saku, para imigran asal Turki tidak mau mengikuti kebijakan itu. 

Terlebih lagi, di Jerman untuk mengajukan izin tempat tinggal lebih mudah. Alhasil keadaan inilah yang pada akhirnya terjadi gelombang migrasi ketiga di Jerman, yaitu reunifikasi keluarga dan membuat Berlin mendapatkan status baru yaitu sebagai negara suaka imigrasi.

Bahkan imigran asal Turki ini juga telah membantu pemerintah Jerman menopang perekonomian mereka melalui tradisi kewirausahaan imigran asal Turki yang pada awalnya digunakan untuk menghindari segala bentuk diskriminasi.

Oleh karena itu, dengan kondisi seperti ini telah membuat pemerintah Jerman, terutama pemerintahan negara bagian di Jerman untuk menerima keberadaan imigran asal Turki dan menjalin komunikasi intensif dengan mereka untuk menghindari diskriminasi sosial. 

Penulis: Candra Soemirat



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 20 Juni 2024

Banyak Bintang Lapangan Jerman Keturunan Turki? Ini Alasannya

Sejak berakhirnya perang dunia II, Jerman setidaknya sudah tiga kali menerima gelombang migrasi yang cukup besar ke negaranya

Ozil dan Erdogan/ Istimewa

Context.id, JAKARTA - Liga Piala Eropa 2024 atau UEFA 2024 antara Turki melawan Georgia di Dortmund, Jerman pada Selasa, (18/6) kemarin ibarat bermain di kandang sendiri bagi Timnas Turki.

Pasalnya di Jerman sendiri, jumlah warga negara yang memiliki garis keturunan Turki sebesar 3,4%, bahkan banyak bintang-bintang lapangan yang bermain untuk Timnas Jerman juga memiliki pemain berdarah Turki seperti Mesut Ozil, Emre Can dan İlkay Gundogan.

Adapun hal ini dapat terjadi karena tidak terlepas dari faktor sejarah, kebudayaan, transformasi kebijakan politik dan keadaan sosial Jerman yang kaya akan akan keragaman etnis di dalamnya.

Melansir BRIN, sejak berakhirnya perang dunia II, Jerman setidaknya sudah tiga kali menerima gelombang migrasi yang cukup besar ke negaranya.

Gelombang pertama berasal dari etnis Jerman yang terusir ke Eropa Timur akibat pengaruh Nazi pada tahun 1945-1950 yang berakhir karena Nikita Kruschev salah satu pejabat era Uni Soviet membuat Tembok Berlin untuk menghindari “Brain Drain”. 



Maka sejak saat itu, terjadi gelombang migrasi besar ke Jerman Barat yang disebut sebagai gelombang kedua migrasi, akibat adanya kesepakatan Gastarbeiter atau pekerja tamu dari Turki oleh pemerintah Jerman Barat pada tahun 1961 akibat kurangnya tenaga kerja.

Setelah berakhirnya gelombang kedua pada tahun 1973 akibat adanya krisis ekonomi Eropa karena tingginya harga minyak, Jerman akhirnya membuat kebijakan Return and Emigration of Asylum Seekers (READ) untuk memulangkan para imigran asal Turki ini.

Namun, karena kebijakan yang diambil oleh Jerman ini tidak seperti Reintegration of Emigrants Manpower (REMPLOD) di Belanda dan Assisted Return Program (l’aide au retour) di Perancis yang memberikan intensif dan uang saku, para imigran asal Turki tidak mau mengikuti kebijakan itu. 

Terlebih lagi, di Jerman untuk mengajukan izin tempat tinggal lebih mudah. Alhasil keadaan inilah yang pada akhirnya terjadi gelombang migrasi ketiga di Jerman, yaitu reunifikasi keluarga dan membuat Berlin mendapatkan status baru yaitu sebagai negara suaka imigrasi.

Bahkan imigran asal Turki ini juga telah membantu pemerintah Jerman menopang perekonomian mereka melalui tradisi kewirausahaan imigran asal Turki yang pada awalnya digunakan untuk menghindari segala bentuk diskriminasi.

Oleh karena itu, dengan kondisi seperti ini telah membuat pemerintah Jerman, terutama pemerintahan negara bagian di Jerman untuk menerima keberadaan imigran asal Turki dan menjalin komunikasi intensif dengan mereka untuk menghindari diskriminasi sosial. 

Penulis: Candra Soemirat



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Ditekan Tarif Trump, Indonesia Bisa Perluas Pasar Tekstil ke Eropa

Di tengah tekanan tarif Trump 32%, Indonesia memiliki peluang untuk memperluas pasar ke Uni Eropa

Renita Sukma . 11 July 2025

Tarif Jadi Senjata Trump Jegal China di Panggung Global

Kebijakan ekonomi Presiden AS Donald Trump bertujuan untuk menghambat China dalam rantai pasok global

Renita Sukma . 11 July 2025

Ancaman Tarif Trump untuk 14 Negara, Indonesia Kena!

Negara-negara ini akan menghadapi tarif baru jika gagal mencapai kesepakatan dagang dengan AS sebelum batas waktu yang ditentukan

Noviarizal Fernandez . 10 July 2025

Google Veo 3 Bisa Bikin Video dari Satu Gambar

Google Veo 3 punya kemampuan mengintegrasikan video dan audio AI secara mulus, sebuah terobosan teknis yang membuka jalan baru bagi pembuatan film ...

Renita Sukma . 10 July 2025