Share

Stories 03 Juni 2024

Tuai Polemik, Mendikbud Tarik Buku Panduan Program ‘Sastra Masuk Kurikulum’

Beberapa buku rekomendasi mengundang polemik karena dinilai tak sejalan dengan tujuan pendidikan

Ilustrasi buku sastra/Unair

Context.id, JAKARTA - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) meluncurkan program “Sastra Masuk Kurikulum” pada Senin (20/5) lalu.

Program ini dicanangkan oleh Nadiem Makarim sebagai bentuk pengenalan berbagai karya sastra dari berbagai masa kepada para siswa sekolah tingkat dasar dan menengah.

Program ini ditarget bisa diterapkan di sekolah-sekolah mulai Juli hingga Agustus mendatang. Kemendikbudristek pun telah mengeluarkan Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra, sesuai dengan jenjang pendidikannya.

Sebagian buku yang direkomendasikan telah dilengkapi ringkasan isi beserta catatan secara umum seperti kekerasan verbal, kekerasan fisik, perilaku seksualitas, dan perilaku yang berlawanan dengan norma sosial.

Namun, beberapa buku yang direkomendasikan oleh Kemendikbudristek mengundang polemik karena nilai-nilai di dalamnya disebut tak sejalan dengan tujuan pendidikan, dan justru mengarah ke hal-hal yang tidak pantas.



Wakil Ketua Perkumpulan Nusantara Utama Cita (NU Circle) Ahmad Rizali dalam keterangan tertulisnya memberikan kritik terhadap buku panduan yang diedarkan tersebut.

Ia menyayangkan pilihan buku-buku sastra yang dijadikan panduan oleh Kementerian karena banyak yang mempromosikan unsur kekerasan, pornografi, cabul, hingga pedofilia.

”Panduan yang dibuat Kemendikbudristek dalam Program Sastra Masuk Kurikulum termasuk dalam kategori pelanggaran norma kesusilaan, karena telah mengumbar kekerasan seksual dan pornografi melalui tulisan. Mendikbudristek harus menghentikan kecerobohan ini,” tulis Rizali.

Rizali memberi contoh, salah satu buku panduan yang diberikan oleh Kemendikbudristek adalah sebuah novel sastra berjudul ‘Puya ke Puya’ karya Faisal Oddang.

Dirinya menyebut, salah satu bagian buku tersebut, tepatnya di halaman 208 terdapat cerita yang menggambarkan aksi kekerasan seksual yang tak pantas berbunyi, “Saya merogoh selangkangannya. Memasukkan gagang parang berkali-kali, sebelum saya setubuhi. Malena hanya mampu menangis”.

Menurutnya, masih banyak judul buku lainnya yang melanggar norma pendidikan, bahkan menarasikan aktivitas seksual dewasa secara detil.

Rizali menilai, ada masalah pendidikan yang lebih besar saat ini untuk dihadapi dan diselesaikan yaitu muru berpikir dan kompetensi literasi maupun numerasi yang masih rendah. Menurutnya, hal itulah yang perlu menjadi prioritas Kemendikbudristek sepenuhnya.

“Mengapa Kemendikbudristek tidak fokus di sini. Seharusnya perang besar pemerintah adalah memberantas kebodohan ini dan bukan membuat program yang justru menurunkan akal sehat dan mengubah,” tambahnya.

Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PKS Fahmy Alaydroes pun turut menyampaikan kritik keras terhadap Kemendikbudristek yang tengah dilanda berbagai polemik usai ramainya isu kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT).

“Saya tidak habis mengerti, apa sesungguhnya yang sedang terjadi dengan jajaran kementerian pendidikan dan kebudayaan kita. Ternyata dalam Buku Panduan Program Sastra banyak sekali buku-buku yang sarat bermuatan kata-kata dan kalimat vulgar yang bermakna sadis, cabul, kekerasan seksual, pedofilia, dan juga LGBT,” ungkap anggota Dewan yang juga merupakan praktisi pendidikan ini.

Menurut Fahmy, Kemendikbudristek di bawah kepemimpinan Nadiem Makarim seringkali memicu kontroversi dan kegaduhan dari berbagai kebijakan yang diterapkannya.

Padahal, menurutnya sastra merupakan hal yang baik untuk diajarkan di masa sekolah dasar. Namun, dengan catatan referensi bacaan yang diberikan lebih baik dan beradab.

Merespons polemik tersebut, Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek Anindito Aditomo menyampaikan bahwa pihaknya akan segera menarik kembali panduan yang telah diedarkan sebelumnya.

“Versi awal buku panduan saat ini untuk sementara kami tarik dan revisi berdasarkan masukan-masukan yang kami terima,” ungkap Anindito.

Anindito menambahkan, sebelumnya tim kurator yang terdiri dari sastrawan, akademisi, dan guru telah memiliki pertimbangan yang matang ketika mengajukan judul-judul tersebut sebagai referensi.

Dia pun menegaskan tujuan Kemendikbudristek meluncurkan program ‘Sastra Masuk Kurikulum’ ini semata-mata sebagai sarana pengenalan karya sastra ke para siswa.

Penulis: Ridho Danu



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 03 Juni 2024

Tuai Polemik, Mendikbud Tarik Buku Panduan Program ‘Sastra Masuk Kurikulum’

Beberapa buku rekomendasi mengundang polemik karena dinilai tak sejalan dengan tujuan pendidikan

Ilustrasi buku sastra/Unair

Context.id, JAKARTA - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) meluncurkan program “Sastra Masuk Kurikulum” pada Senin (20/5) lalu.

Program ini dicanangkan oleh Nadiem Makarim sebagai bentuk pengenalan berbagai karya sastra dari berbagai masa kepada para siswa sekolah tingkat dasar dan menengah.

Program ini ditarget bisa diterapkan di sekolah-sekolah mulai Juli hingga Agustus mendatang. Kemendikbudristek pun telah mengeluarkan Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra, sesuai dengan jenjang pendidikannya.

Sebagian buku yang direkomendasikan telah dilengkapi ringkasan isi beserta catatan secara umum seperti kekerasan verbal, kekerasan fisik, perilaku seksualitas, dan perilaku yang berlawanan dengan norma sosial.

Namun, beberapa buku yang direkomendasikan oleh Kemendikbudristek mengundang polemik karena nilai-nilai di dalamnya disebut tak sejalan dengan tujuan pendidikan, dan justru mengarah ke hal-hal yang tidak pantas.



Wakil Ketua Perkumpulan Nusantara Utama Cita (NU Circle) Ahmad Rizali dalam keterangan tertulisnya memberikan kritik terhadap buku panduan yang diedarkan tersebut.

Ia menyayangkan pilihan buku-buku sastra yang dijadikan panduan oleh Kementerian karena banyak yang mempromosikan unsur kekerasan, pornografi, cabul, hingga pedofilia.

”Panduan yang dibuat Kemendikbudristek dalam Program Sastra Masuk Kurikulum termasuk dalam kategori pelanggaran norma kesusilaan, karena telah mengumbar kekerasan seksual dan pornografi melalui tulisan. Mendikbudristek harus menghentikan kecerobohan ini,” tulis Rizali.

Rizali memberi contoh, salah satu buku panduan yang diberikan oleh Kemendikbudristek adalah sebuah novel sastra berjudul ‘Puya ke Puya’ karya Faisal Oddang.

Dirinya menyebut, salah satu bagian buku tersebut, tepatnya di halaman 208 terdapat cerita yang menggambarkan aksi kekerasan seksual yang tak pantas berbunyi, “Saya merogoh selangkangannya. Memasukkan gagang parang berkali-kali, sebelum saya setubuhi. Malena hanya mampu menangis”.

Menurutnya, masih banyak judul buku lainnya yang melanggar norma pendidikan, bahkan menarasikan aktivitas seksual dewasa secara detil.

Rizali menilai, ada masalah pendidikan yang lebih besar saat ini untuk dihadapi dan diselesaikan yaitu muru berpikir dan kompetensi literasi maupun numerasi yang masih rendah. Menurutnya, hal itulah yang perlu menjadi prioritas Kemendikbudristek sepenuhnya.

“Mengapa Kemendikbudristek tidak fokus di sini. Seharusnya perang besar pemerintah adalah memberantas kebodohan ini dan bukan membuat program yang justru menurunkan akal sehat dan mengubah,” tambahnya.

Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PKS Fahmy Alaydroes pun turut menyampaikan kritik keras terhadap Kemendikbudristek yang tengah dilanda berbagai polemik usai ramainya isu kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT).

“Saya tidak habis mengerti, apa sesungguhnya yang sedang terjadi dengan jajaran kementerian pendidikan dan kebudayaan kita. Ternyata dalam Buku Panduan Program Sastra banyak sekali buku-buku yang sarat bermuatan kata-kata dan kalimat vulgar yang bermakna sadis, cabul, kekerasan seksual, pedofilia, dan juga LGBT,” ungkap anggota Dewan yang juga merupakan praktisi pendidikan ini.

Menurut Fahmy, Kemendikbudristek di bawah kepemimpinan Nadiem Makarim seringkali memicu kontroversi dan kegaduhan dari berbagai kebijakan yang diterapkannya.

Padahal, menurutnya sastra merupakan hal yang baik untuk diajarkan di masa sekolah dasar. Namun, dengan catatan referensi bacaan yang diberikan lebih baik dan beradab.

Merespons polemik tersebut, Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek Anindito Aditomo menyampaikan bahwa pihaknya akan segera menarik kembali panduan yang telah diedarkan sebelumnya.

“Versi awal buku panduan saat ini untuk sementara kami tarik dan revisi berdasarkan masukan-masukan yang kami terima,” ungkap Anindito.

Anindito menambahkan, sebelumnya tim kurator yang terdiri dari sastrawan, akademisi, dan guru telah memiliki pertimbangan yang matang ketika mengajukan judul-judul tersebut sebagai referensi.

Dia pun menegaskan tujuan Kemendikbudristek meluncurkan program ‘Sastra Masuk Kurikulum’ ini semata-mata sebagai sarana pengenalan karya sastra ke para siswa.

Penulis: Ridho Danu



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Peringkat Global Negara dan Kota yang Mendorong Perusahaan Rintisan AI

Jerman menunjukkan peningkatan dalam pemeringkatan baru untuk tempat terbaik bagi perusahaan rintisan AI, sementara Prancis menurun dan AS serta I ...

Context.id . 25 November 2024

Apakah Hologram AI Yesus Bisa Menerima Pengakuan Dosa?

\"Tuhan, ampunilah saya karena telah melakukan kesalahan......\"

Context.id . 25 November 2024

Apakah Flu saat Hamil Meningkatkan Risiko Autisme Anak? Ini Kata Para Ahli

Meskipun belum bisa dipastikan sebagai penyebab langsung, infeksi seperti flu saat hamil bisa berkontribusi meningkatkan risiko gangguan spektrum ...

Context.id . 25 November 2024

Haruskah Tetap Belajar Coding di Dunia AI?

Kamp pelatihan coding dulunya tampak seperti tiket emas menuju masa depan yang aman secara ekonomi. Namun, saat janji itu memudar, apa yang harus ...

Context.id . 25 November 2024