Share

Stories 18 Maret 2024

Revisi Aturan PLTS Atap, Pelaku Usaha Sebut Berimbas ke Investor Ritel

Salah satu isi revisi aturan ini soal skema kelebihan produksi listrik tidak bisa lagi diekspor ke PLN

Ilustrasi PLTS Atap - Puspa Larasati

Context.id, JAKARTA - Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait pembangkit listrik tenaga surya atap resmi direvisi.

Revisi itu menyangkut soal tidak ada lagi batasan kapasitas produksi meskipun ada pemberlakuan kuota untuk masuk pada sistem dan juga skema kelebihan produksi listrik, yang sebelumnya dapat diekspor ke PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) ditiadakan.

Aturan baru itu tertuang dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 2 Tahun 2024 tentang PLTS Atap yang Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum (IUPTLU), yang diundangkan pada 31 Januari 2024. 

Sebelumnya dalam aturan lama yakni di Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2021, disebutkan PLTS atap yang akan dipasang calon pelanggan di wilayah usaha badan usaha milik negara (BUMN) pemegang IUPTLU kapasitasnya dibatasi paling tinggi 100 persen dari daya tersambung. 

Namun ketentuan itu sekarang tak ada lagi kendati ada kuota pengembangan sistem PLTS atap yang disusun pemegang IUPTLU untuk diusulkan kepada Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM.



Hal ini menjadikan listrik yang dihasilkan PLTS atap milik pelanggan dapat masuk sistem jaringan PLN selama masih terdapat kuota sistem PLTS atap. Kuota pengembangan sistem PLTS atap disusun untuk jangka waktu lima tahun. 

Apabila kuota pengembangan sistem PLTS atap pada akhir tahun berjalan masih tersedia, maka menjadi tambahan kuota pada tahun berikutnya.

Menanggapi hal ini, Deputi CEO Sun energy, Dionpius Jefferson mengatakan saat ekspor-impor listrik masih berlaku, investasi PLTS atap rumah tangga, dari penghitungan pihaknya, baru akan mencapai titik impas(break even point) lebih dari delapan tahun. 

Sekarang, dengan tak ada ekspor impor, mungkin akan lebih dari itu dan juga menjadi sesuatu hal yang kurang menarik lagi untuk pemasangan rumah tangga.

“Memang, Permen ini masih di masa transisi, karena masih terdapat pro-kontra atau polemik, terutama soal ekspor listrik yang harus diberhentikan. Dalam pemanfaatannya, ekspor listrik pada ritel dapat melalui penggunaan smart living hingga PLTS atap yang digunakan secara general penggunaannya lebih sedikit dan jika tidak ada lagi ekspor, pemasangan PLTS atap yang maksimal akan memicu access energy yang terbuang sia-sia,” jelasnya kepada Bisnis.  

Menurut Dion, hal ini berbeda dengan aspek industri saat terdapat terms energy atau CNI yang menggunakan energi lebih besar dengan waktu yang lebih lama yaitu 24 jam per hari, pemanfaatan energinya akan lebih optimal.  

Perubahan atau revisi ketentuan ada atau tidak adanya ekspor tidak berpengaruh besar bagi pelanggan korporasi tidak terlalu besar, lanjut Dion. Dirinya juga menyoroti adanya perbedaan mendasar dari peraturan lama, yakni soal penciptaan IUPTLU, suatu entitas bisnis yang bisa menjual listrik ke masyarakat. 

Dion mengambil contoh, beberapa pemegang IUPLTU adalah Cikarang Listrindo, Bekasi Power, dan PLN Batam yang bisa menjual listrik langsung.  

Permen ESDM itu juga mengatur ketentuan soal PLN harus mengirimkan kuotanya ke kementerian dengan waktu maksimal 3 bulan setelah aturan ini efektif. Namun, kata Dion, proses hingga diputuskannya terkait kuota pasti memerlukan diskusi dan memerlukan waktu beberapa bulan.  

“Kemungkinan besar pada akhir tahun akan ketahuan terkait keputusan kuota di setiap provinsinya. Penetapan kuota ini rencananya dibuat per subsistem. Nantinya PLN akan memiliki tiga sistem besar yaitu Sumatera, Jamali (Jawa, Madura, dan Bali), dan sisanya Kalimantan, Sulawesi, dan Papua,” jelas Dion. 

Dari tiga sistem besar itu baru akan dilakukan penyesuaian terkait pembagian per kluster hingga per provinsinya sesuai dengan kebutuhan dari masing-masing provinsi.

Penulis: Diandra Zahra



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 18 Maret 2024

Revisi Aturan PLTS Atap, Pelaku Usaha Sebut Berimbas ke Investor Ritel

Salah satu isi revisi aturan ini soal skema kelebihan produksi listrik tidak bisa lagi diekspor ke PLN

Ilustrasi PLTS Atap - Puspa Larasati

Context.id, JAKARTA - Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait pembangkit listrik tenaga surya atap resmi direvisi.

Revisi itu menyangkut soal tidak ada lagi batasan kapasitas produksi meskipun ada pemberlakuan kuota untuk masuk pada sistem dan juga skema kelebihan produksi listrik, yang sebelumnya dapat diekspor ke PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) ditiadakan.

Aturan baru itu tertuang dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 2 Tahun 2024 tentang PLTS Atap yang Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum (IUPTLU), yang diundangkan pada 31 Januari 2024. 

Sebelumnya dalam aturan lama yakni di Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2021, disebutkan PLTS atap yang akan dipasang calon pelanggan di wilayah usaha badan usaha milik negara (BUMN) pemegang IUPTLU kapasitasnya dibatasi paling tinggi 100 persen dari daya tersambung. 

Namun ketentuan itu sekarang tak ada lagi kendati ada kuota pengembangan sistem PLTS atap yang disusun pemegang IUPTLU untuk diusulkan kepada Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM.



Hal ini menjadikan listrik yang dihasilkan PLTS atap milik pelanggan dapat masuk sistem jaringan PLN selama masih terdapat kuota sistem PLTS atap. Kuota pengembangan sistem PLTS atap disusun untuk jangka waktu lima tahun. 

Apabila kuota pengembangan sistem PLTS atap pada akhir tahun berjalan masih tersedia, maka menjadi tambahan kuota pada tahun berikutnya.

Menanggapi hal ini, Deputi CEO Sun energy, Dionpius Jefferson mengatakan saat ekspor-impor listrik masih berlaku, investasi PLTS atap rumah tangga, dari penghitungan pihaknya, baru akan mencapai titik impas(break even point) lebih dari delapan tahun. 

Sekarang, dengan tak ada ekspor impor, mungkin akan lebih dari itu dan juga menjadi sesuatu hal yang kurang menarik lagi untuk pemasangan rumah tangga.

“Memang, Permen ini masih di masa transisi, karena masih terdapat pro-kontra atau polemik, terutama soal ekspor listrik yang harus diberhentikan. Dalam pemanfaatannya, ekspor listrik pada ritel dapat melalui penggunaan smart living hingga PLTS atap yang digunakan secara general penggunaannya lebih sedikit dan jika tidak ada lagi ekspor, pemasangan PLTS atap yang maksimal akan memicu access energy yang terbuang sia-sia,” jelasnya kepada Bisnis.  

Menurut Dion, hal ini berbeda dengan aspek industri saat terdapat terms energy atau CNI yang menggunakan energi lebih besar dengan waktu yang lebih lama yaitu 24 jam per hari, pemanfaatan energinya akan lebih optimal.  

Perubahan atau revisi ketentuan ada atau tidak adanya ekspor tidak berpengaruh besar bagi pelanggan korporasi tidak terlalu besar, lanjut Dion. Dirinya juga menyoroti adanya perbedaan mendasar dari peraturan lama, yakni soal penciptaan IUPTLU, suatu entitas bisnis yang bisa menjual listrik ke masyarakat. 

Dion mengambil contoh, beberapa pemegang IUPLTU adalah Cikarang Listrindo, Bekasi Power, dan PLN Batam yang bisa menjual listrik langsung.  

Permen ESDM itu juga mengatur ketentuan soal PLN harus mengirimkan kuotanya ke kementerian dengan waktu maksimal 3 bulan setelah aturan ini efektif. Namun, kata Dion, proses hingga diputuskannya terkait kuota pasti memerlukan diskusi dan memerlukan waktu beberapa bulan.  

“Kemungkinan besar pada akhir tahun akan ketahuan terkait keputusan kuota di setiap provinsinya. Penetapan kuota ini rencananya dibuat per subsistem. Nantinya PLN akan memiliki tiga sistem besar yaitu Sumatera, Jamali (Jawa, Madura, dan Bali), dan sisanya Kalimantan, Sulawesi, dan Papua,” jelas Dion. 

Dari tiga sistem besar itu baru akan dilakukan penyesuaian terkait pembagian per kluster hingga per provinsinya sesuai dengan kebutuhan dari masing-masing provinsi.

Penulis: Diandra Zahra



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Apakah Curhat Membantu atau Justru Memperburuk Amarah?

Penelitian menunjukkan mengeluh atau curhat malah tidak baik bagi kesehatan mental

Context.id . 08 November 2024

Donald Trump Menang, Harga Bitcoin Melambung

Kemenangan Donald Trump di Pilpres AS 2024 disambut positif oleh pasar kripto, dengan harga Bitcoin yang melambung hingga US 75 ribu atau sekitar ...

Context.id . 08 November 2024

Jaga Kesehatan Sopir, Jepang Siapkan Jalan Otomatis untuk Logistik

Jepang merancang jalur transportasi otomatis antara Tokyo dan Osaka untuk mengantisipasi krisis pengemudi truk serta lonjakan kebutuhan logistik.

Context.id . 07 November 2024

Kolaborasi Manusia dan Kecerdasan Buatan Mengubah Metode Perawatan Kanker

Teknologi AI merevolusi deteksi, diagnosis, dan perawatan kanker dengan meningkatkan akurasi dan kecepatan, namun perlu kehati-hatian dan keputusa ...

Context.id . 06 November 2024