Kippah dan Munculnya Antisemitisme
Delegasi AS bersitegang dengan pejabat otoritas Kota Diriyah, Arab Saudi akibat persoalan Kippah, topi khas umat Yahudi.
Context.id, JAKARTA - Otoritas Diriyah, Arab Saudi bersitegang dengan Rabi Ortodoks Yahudi Abraham Cooper yang menjadi bagian dari delegasi Komisi Kebebasan Beragama Internasional Amerika Serikat (USCIRF) saat berkunjung ke kota bersejarah tersebut.
Pertemuan di Diriyah, kota dekat Riyadh dan merupakan Situs Warisan Dunia UNESCO, Senin (11/3) itu merupakan bagian dari pertemuan tentang dialog antaragama
Dalam kunjungan itu, Rabi Ortodoks Abraham Cooper yang menjadi salah satu delegasi AS disebut diminta melepas kippah yang ia kenakan oleh otoritas Diriyah.
Namun, Rabi Cooper "menolak permintaan mereka agar ia mencopot penutup kepalanya."
Kippah merupakan penutup kepala yang menjadi simbol umat Yahudi.
BACA JUGA
"Tidak seorang pun boleh ditolak aksesnya ke situs warisan, terutama yang dimaksudkan untuk menyoroti persatuan dan kemajuan, hanya karena keberadaannya sebagai seorang Yahudi," kata Cooper dalam sebuah pernyataan seperti dikutip AFP.
USCIRF mengatakan Cooper dan wakilnya, Pendeta Frederick Davie, diundang untuk mengunjungi lokasi tersebut pada Selasa pekan ini sebagai bagian dari kunjungan resmi mereka. Kunjungan USCIRF ini berlangsung setelah beberapa kali penundaan.
Atas insiden itu, delegasi USCIRF pun memilih untuk mempersingkat kunjungan di Arab Saudi. Insiden ini terjadi di tengah ketegangan antara Arab Saudi dan sekutu AS, Israel, terkait agresi brutal di Jalur Gaza Palestina, dan upaya AS mendorong normalisasi hubungan antara kedua negara setelah konflik selesai.
"Arab Saudi sedang mendorong perubahan berdasarkan Visi 2030 dan di saat anti-Semitisme sedang berkecamuk, permintaan untuk melepas kippah saya membuat kami dari USCIRF tidak mungkin melanjutkan kunjungan kami," bunyi pernyataan resmi USCIRF.
USCIRF sangat menyayangkan hal ini terjadi pada perwakilan lembaga pemerintah Amerika yang mempromosikan kebebasan beragama.
USCIRF adalah badan penasihat pemerintah AS yang diberi mandat oleh Kongres AS dalam urusan dialog antaragama dan kebebasan beragama. Lembaga itu menggambarkan insiden tersebut sebagai 'hal yang menyakitkan'.
Sementara itu, Kedutaan Besar Arab Saudi di Washington DC menuturkan insiden itu merupakan sebuah kesalahpahaman.
"Insiden malang ini adalah akibat dari kesalahpahaman protokol internal," ucap kedutaan.
Sejak perang Israel-Hamas, sikap antisemit terus meningkat di seluruh dunia. Namun, sebelum itu juga, di beberapa negara Eropa kebencian terhadap Yahudi memang sudah muncul, seperti misalnya di Jerman.
Di Jerman, orang Yahudi yang menggunakan Kippah atau simbol-simbol Yahudi kerap kali menjadi sasaran kekerasan.
Claudia Vanoni, pakar hukum tentang antisemitisme, mengatakan bahwa masalah ini masih mengakar kuat di masyarakat Jerman.
"Antisemitisme selalu ada di sini. Tetapi saya berpikir bahwa baru-baru ini, masalah ini kembali menjadi lebih keras, lebih agresif dan mencolok," kata Vanoni kepada kantor berita Agence France-Presse.
Para analis mengatakan munculnya kelompok-kelompok politik sayap kanan di Jerman juga berkontribusi terhadap antisemitisme di negara itu.
Sementara beberapa ahli juga mengaitkan gelombang baru antisemitisme dengan kedatangan jutaan pencari suaka, terutama dari negara-negara mayoritas Muslim seperti Suriah, Afghanistan dan Irak.
RELATED ARTICLES
Kippah dan Munculnya Antisemitisme
Delegasi AS bersitegang dengan pejabat otoritas Kota Diriyah, Arab Saudi akibat persoalan Kippah, topi khas umat Yahudi.
Context.id, JAKARTA - Otoritas Diriyah, Arab Saudi bersitegang dengan Rabi Ortodoks Yahudi Abraham Cooper yang menjadi bagian dari delegasi Komisi Kebebasan Beragama Internasional Amerika Serikat (USCIRF) saat berkunjung ke kota bersejarah tersebut.
Pertemuan di Diriyah, kota dekat Riyadh dan merupakan Situs Warisan Dunia UNESCO, Senin (11/3) itu merupakan bagian dari pertemuan tentang dialog antaragama
Dalam kunjungan itu, Rabi Ortodoks Abraham Cooper yang menjadi salah satu delegasi AS disebut diminta melepas kippah yang ia kenakan oleh otoritas Diriyah.
Namun, Rabi Cooper "menolak permintaan mereka agar ia mencopot penutup kepalanya."
Kippah merupakan penutup kepala yang menjadi simbol umat Yahudi.
BACA JUGA
"Tidak seorang pun boleh ditolak aksesnya ke situs warisan, terutama yang dimaksudkan untuk menyoroti persatuan dan kemajuan, hanya karena keberadaannya sebagai seorang Yahudi," kata Cooper dalam sebuah pernyataan seperti dikutip AFP.
USCIRF mengatakan Cooper dan wakilnya, Pendeta Frederick Davie, diundang untuk mengunjungi lokasi tersebut pada Selasa pekan ini sebagai bagian dari kunjungan resmi mereka. Kunjungan USCIRF ini berlangsung setelah beberapa kali penundaan.
Atas insiden itu, delegasi USCIRF pun memilih untuk mempersingkat kunjungan di Arab Saudi. Insiden ini terjadi di tengah ketegangan antara Arab Saudi dan sekutu AS, Israel, terkait agresi brutal di Jalur Gaza Palestina, dan upaya AS mendorong normalisasi hubungan antara kedua negara setelah konflik selesai.
"Arab Saudi sedang mendorong perubahan berdasarkan Visi 2030 dan di saat anti-Semitisme sedang berkecamuk, permintaan untuk melepas kippah saya membuat kami dari USCIRF tidak mungkin melanjutkan kunjungan kami," bunyi pernyataan resmi USCIRF.
USCIRF sangat menyayangkan hal ini terjadi pada perwakilan lembaga pemerintah Amerika yang mempromosikan kebebasan beragama.
USCIRF adalah badan penasihat pemerintah AS yang diberi mandat oleh Kongres AS dalam urusan dialog antaragama dan kebebasan beragama. Lembaga itu menggambarkan insiden tersebut sebagai 'hal yang menyakitkan'.
Sementara itu, Kedutaan Besar Arab Saudi di Washington DC menuturkan insiden itu merupakan sebuah kesalahpahaman.
"Insiden malang ini adalah akibat dari kesalahpahaman protokol internal," ucap kedutaan.
Sejak perang Israel-Hamas, sikap antisemit terus meningkat di seluruh dunia. Namun, sebelum itu juga, di beberapa negara Eropa kebencian terhadap Yahudi memang sudah muncul, seperti misalnya di Jerman.
Di Jerman, orang Yahudi yang menggunakan Kippah atau simbol-simbol Yahudi kerap kali menjadi sasaran kekerasan.
Claudia Vanoni, pakar hukum tentang antisemitisme, mengatakan bahwa masalah ini masih mengakar kuat di masyarakat Jerman.
"Antisemitisme selalu ada di sini. Tetapi saya berpikir bahwa baru-baru ini, masalah ini kembali menjadi lebih keras, lebih agresif dan mencolok," kata Vanoni kepada kantor berita Agence France-Presse.
Para analis mengatakan munculnya kelompok-kelompok politik sayap kanan di Jerman juga berkontribusi terhadap antisemitisme di negara itu.
Sementara beberapa ahli juga mengaitkan gelombang baru antisemitisme dengan kedatangan jutaan pencari suaka, terutama dari negara-negara mayoritas Muslim seperti Suriah, Afghanistan dan Irak.
POPULAR
RELATED ARTICLES