Ditjen Pajak dan Bea Cukai Keluar dari Kemenkeu, Rasio Pajak Bisa Naik?
Rencana pemisahan Ditjen Pajak (DJP) dan Ditjen Bea Cukai (DJBC) dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang akan dilebur di Badan Penerimaan Negara
Context.id, JAKARTA - Hampir sepekan sejak masa pemungutan suara Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 digelar, KPU masih dalam proses melakukan penghitungan suara.
Namun, quick count dari berbagai lembaga survei dan hasil sementara menunjukkan hilal kemenangan pasangan calon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming.
Publik mulai ramai membicarakan program pemerintahan yang akan dijalankan oleh Prabowo-Gibran lima tahun mendatang.
Salah satu yang cukup menyita perhatian terkait rencana pemisahan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Kedua ditjen tersebut direncanakan akan dipisah dari Kemenkeu dan dimasukkan ke dalam organ baru yaitu Badan Penerimaan Nasional (BPN) yang berfokus pada pengaturan pemasukan negara melalui pajak dan bea cukai.
BACA JUGA
Rencana pembentukan BPN ini sebetulnya telah muncul sejak Pilpres 2019 silam, ketika Prabowo saat itu berpasangan dengan Sandiaga Uno. Namun, kekalahan pada pilpres sebelumnya membuat program ini tidak dapat direalisasikan.
Program sama kembali digaungkan Prabowo saat menggaet Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024. Gibran kembali menjual program pembentukan BPN sebagai satu dari delapan Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC).
Anggota Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran, Drajad Wibowo membenarkan rencana program ini. Ia menyebut langkah awal yang akan dilakukan adalah pembuatan Undang-undang untuk membentuk BPN.
Selama UU yang mendasarinya belum terbentuk, dua Ditjen tersebut masih akan berada di bawah Kemenkeu sebagai masa transisi.
“Memang tidak akan terwujud langsung pada hari-hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran karena peraturan perundang-undangannya kan harus disiapkan dengan matang. Mungkin perlu satu tahunan atau lebih sedikit,” ucap Drajad seperti dikutip Bisnis, Senin (19/2/2024).
Setelah dipisahkan, DJP dan DJBC pun akan bekerja langsung dibawah komando BPN dan tak lagi dinaungi oleh Kemenkeu. Hal ini membuat tugas dan fungsi Kemenkeu berbeda dari yang ada saat ini.
Beberapa fungsi utama Kemenkeu adalah perumusan kebijakan dan penganggaran dana program pemerintahan, termasuk mengurus penerimaan negara melalui bea cukai dan pajak, serta pengeluaran negara melalui pelaksanaan program.
Jika Prabowo-Gibran menang dan BPN dibentuk, maka urusan penerimaan negara yang berkaitan dengan pajak dan bea cukai akan diurus oleh BPN, termasuk kebijakan-kebijakan terkait.
Artinya, kerja-kerja Kemenkeu akan lebih banyak berfokus pada urusan penentuan kebijakan dan penganggaran dana untuk pengeluaran negara.
Adanya badan yang berfokus untuk mengurus penerimaan diharap menjadi pintu solusi bagi tercapainya target rasio pajak atau tax ratio di Indonesia.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudistira mengamati kebijakan ini sebagai langkah positif jika ingin berfokus pada penerimaan berdasarkan peningkatan rasio pajak.
Namun, dirinya juga mengungkapkan beberapa catatan dalam pelaksanaan program ini, seperti DJBC yang seharusnya tak hanya mengurusi penerimaan, tetapi juga mengawasi barang yang keluar-masuk negara.
Selain itu, Bhima juga menyoroti proses transisi yang harus dijalankan dengan memerhatikan masyarakat agar tidak kesulitan oleh birokrasi yang semakin rumit.
Penulis: Ridho Danu Prasetyo
RELATED ARTICLES
Ditjen Pajak dan Bea Cukai Keluar dari Kemenkeu, Rasio Pajak Bisa Naik?
Rencana pemisahan Ditjen Pajak (DJP) dan Ditjen Bea Cukai (DJBC) dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang akan dilebur di Badan Penerimaan Negara
Context.id, JAKARTA - Hampir sepekan sejak masa pemungutan suara Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 digelar, KPU masih dalam proses melakukan penghitungan suara.
Namun, quick count dari berbagai lembaga survei dan hasil sementara menunjukkan hilal kemenangan pasangan calon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming.
Publik mulai ramai membicarakan program pemerintahan yang akan dijalankan oleh Prabowo-Gibran lima tahun mendatang.
Salah satu yang cukup menyita perhatian terkait rencana pemisahan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Kedua ditjen tersebut direncanakan akan dipisah dari Kemenkeu dan dimasukkan ke dalam organ baru yaitu Badan Penerimaan Nasional (BPN) yang berfokus pada pengaturan pemasukan negara melalui pajak dan bea cukai.
BACA JUGA
Rencana pembentukan BPN ini sebetulnya telah muncul sejak Pilpres 2019 silam, ketika Prabowo saat itu berpasangan dengan Sandiaga Uno. Namun, kekalahan pada pilpres sebelumnya membuat program ini tidak dapat direalisasikan.
Program sama kembali digaungkan Prabowo saat menggaet Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024. Gibran kembali menjual program pembentukan BPN sebagai satu dari delapan Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC).
Anggota Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran, Drajad Wibowo membenarkan rencana program ini. Ia menyebut langkah awal yang akan dilakukan adalah pembuatan Undang-undang untuk membentuk BPN.
Selama UU yang mendasarinya belum terbentuk, dua Ditjen tersebut masih akan berada di bawah Kemenkeu sebagai masa transisi.
“Memang tidak akan terwujud langsung pada hari-hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran karena peraturan perundang-undangannya kan harus disiapkan dengan matang. Mungkin perlu satu tahunan atau lebih sedikit,” ucap Drajad seperti dikutip Bisnis, Senin (19/2/2024).
Setelah dipisahkan, DJP dan DJBC pun akan bekerja langsung dibawah komando BPN dan tak lagi dinaungi oleh Kemenkeu. Hal ini membuat tugas dan fungsi Kemenkeu berbeda dari yang ada saat ini.
Beberapa fungsi utama Kemenkeu adalah perumusan kebijakan dan penganggaran dana program pemerintahan, termasuk mengurus penerimaan negara melalui bea cukai dan pajak, serta pengeluaran negara melalui pelaksanaan program.
Jika Prabowo-Gibran menang dan BPN dibentuk, maka urusan penerimaan negara yang berkaitan dengan pajak dan bea cukai akan diurus oleh BPN, termasuk kebijakan-kebijakan terkait.
Artinya, kerja-kerja Kemenkeu akan lebih banyak berfokus pada urusan penentuan kebijakan dan penganggaran dana untuk pengeluaran negara.
Adanya badan yang berfokus untuk mengurus penerimaan diharap menjadi pintu solusi bagi tercapainya target rasio pajak atau tax ratio di Indonesia.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudistira mengamati kebijakan ini sebagai langkah positif jika ingin berfokus pada penerimaan berdasarkan peningkatan rasio pajak.
Namun, dirinya juga mengungkapkan beberapa catatan dalam pelaksanaan program ini, seperti DJBC yang seharusnya tak hanya mengurusi penerimaan, tetapi juga mengawasi barang yang keluar-masuk negara.
Selain itu, Bhima juga menyoroti proses transisi yang harus dijalankan dengan memerhatikan masyarakat agar tidak kesulitan oleh birokrasi yang semakin rumit.
Penulis: Ridho Danu Prasetyo
POPULAR
RELATED ARTICLES