Peristiwa Malari dan Perjalanan Modal Jepang di Indonesia
Peristiwa Malari merupakan kepingan sejarah dari perjalanan modal asing, khususnya Jepang di Indonesia.
Context.id, JAKARTA - Lima puluh tahun lalu, tepatnya pada 15 Januari 1974 di Jakarta terjadi demonstrasi besar menentang aliran modal asing terutama negara Jepang ke Indonesia.
Demonstrasi itu dirancang mahasiswa dari UI dan kampus-kampus lain di Jakarta untuk menyambut kedatangan menteri Jepang saat itu, Kakkoi Tanaka.
Bagi mahasiswa, kebijakan pemerintah mengenai investasi asing yang dianggap terlalu liberal dan merugikan Indonesia.
Demonstrasi besar itu berakhir rusuh, mengakibatkan banyak gedung yang terbakar dan juga merenggut nyawa belasan jiwa sehingga belakangan disebut sebagai peristiwa Malapetaka 15 Januari (Malari).
Para pemimpin mahasiswa menduga, kerusuhan itu muncul akibat adanya preman yang menyusup untuk sengaja membuat ricuh.
BACA JUGA
Namun sayangnya para penguasa orde baru tak menerima alasan tersebut sehingga mahasiswa harus bertanggung jawab.
Puluhan mahasiswa dan cendikiawan ditangkap salah satunya Hariman Siregar, Ketua Dewan Mahasiswa UI dan Sjahrir, alumni FE UI sekaligus pemimpin Grup Diskusi UI (GDUI).
50 Tahun Setelah Malari
Malari merupakan kepingan sejarah dari perjalanan modal asing, khususnya Jepang di Indonesia. Sampai saat ini, hubungan Indonesia-Jepang yang sudah memasuki usia 65 tahun kian mesra.
Sejak 1967 hingga 1970, Jepang menjadi investor ketiga terbesar di Indonesia dengan total investasi sebesar US$ 156,62 juta.
Hingga dekade-dekade berikutnya, Jepang terus menjadi salah satu investor terbesar di Tanah Air.
Jepang memiliki perusahaan di Indonesia sebanyak 2000 perusahaan dan mempekerjakan 7,2 juta pekerja Indonesia.
Pada 2023, investasi jepang mencapai US$3,3 miliar. Bahkan Jepang telah membangun Japan Official Development Assistance yaitu sebuah perusahaan berupa hibah, pinjaman, hingga kerjasama teknik.
Di sisi lainnya tak dapat dipungkiri bahwa Jepang memberikan berbagai inspirasi dan inovasi bagi Indonesia. Mulai dari anime, J-Pop, hingga konsol permainan video yaitu playstation. Hingga kini berbagai produk dan merek asal Jepang sering ditemukan di Indonesia.
Persaingan Ketat
Namun, saat ini investasi Jepang mulai disusul negara Asia lainnya seperti China dan Korea Selatan. Korea Selatan terus memepet Jepang, mulai dari sektor otomotif hingga elektroniknya.
Selain Toyota, Honda dan Suzuki serta Toshiba dan Sony, masyarakat Indonesia mulai familiar dengan Hyundai, KIA, LG dan Samsung.
Selain itu, Korea Selatan juga mulai mengungguli Jepang di dunia budaya, terutama industri hiburan.
Saat ini Korean Pop alias K-Pop terus melejit hingga ke berbagai mancanegara. Bahkan kini K-Pop memiliki ketenaran yang lebih unggul dibandingkan dengan J-Pop.
Negara China juga ikut bersaing dengan Jepang dengan memperebutkan berbagai proyek raksasa di Indonesia, salah satunya Kereta Cepat Bandung-Jakarta.
Penulis: Diandra Zahra Adzani
RELATED ARTICLES
Peristiwa Malari dan Perjalanan Modal Jepang di Indonesia
Peristiwa Malari merupakan kepingan sejarah dari perjalanan modal asing, khususnya Jepang di Indonesia.
Context.id, JAKARTA - Lima puluh tahun lalu, tepatnya pada 15 Januari 1974 di Jakarta terjadi demonstrasi besar menentang aliran modal asing terutama negara Jepang ke Indonesia.
Demonstrasi itu dirancang mahasiswa dari UI dan kampus-kampus lain di Jakarta untuk menyambut kedatangan menteri Jepang saat itu, Kakkoi Tanaka.
Bagi mahasiswa, kebijakan pemerintah mengenai investasi asing yang dianggap terlalu liberal dan merugikan Indonesia.
Demonstrasi besar itu berakhir rusuh, mengakibatkan banyak gedung yang terbakar dan juga merenggut nyawa belasan jiwa sehingga belakangan disebut sebagai peristiwa Malapetaka 15 Januari (Malari).
Para pemimpin mahasiswa menduga, kerusuhan itu muncul akibat adanya preman yang menyusup untuk sengaja membuat ricuh.
BACA JUGA
Namun sayangnya para penguasa orde baru tak menerima alasan tersebut sehingga mahasiswa harus bertanggung jawab.
Puluhan mahasiswa dan cendikiawan ditangkap salah satunya Hariman Siregar, Ketua Dewan Mahasiswa UI dan Sjahrir, alumni FE UI sekaligus pemimpin Grup Diskusi UI (GDUI).
50 Tahun Setelah Malari
Malari merupakan kepingan sejarah dari perjalanan modal asing, khususnya Jepang di Indonesia. Sampai saat ini, hubungan Indonesia-Jepang yang sudah memasuki usia 65 tahun kian mesra.
Sejak 1967 hingga 1970, Jepang menjadi investor ketiga terbesar di Indonesia dengan total investasi sebesar US$ 156,62 juta.
Hingga dekade-dekade berikutnya, Jepang terus menjadi salah satu investor terbesar di Tanah Air.
Jepang memiliki perusahaan di Indonesia sebanyak 2000 perusahaan dan mempekerjakan 7,2 juta pekerja Indonesia.
Pada 2023, investasi jepang mencapai US$3,3 miliar. Bahkan Jepang telah membangun Japan Official Development Assistance yaitu sebuah perusahaan berupa hibah, pinjaman, hingga kerjasama teknik.
Di sisi lainnya tak dapat dipungkiri bahwa Jepang memberikan berbagai inspirasi dan inovasi bagi Indonesia. Mulai dari anime, J-Pop, hingga konsol permainan video yaitu playstation. Hingga kini berbagai produk dan merek asal Jepang sering ditemukan di Indonesia.
Persaingan Ketat
Namun, saat ini investasi Jepang mulai disusul negara Asia lainnya seperti China dan Korea Selatan. Korea Selatan terus memepet Jepang, mulai dari sektor otomotif hingga elektroniknya.
Selain Toyota, Honda dan Suzuki serta Toshiba dan Sony, masyarakat Indonesia mulai familiar dengan Hyundai, KIA, LG dan Samsung.
Selain itu, Korea Selatan juga mulai mengungguli Jepang di dunia budaya, terutama industri hiburan.
Saat ini Korean Pop alias K-Pop terus melejit hingga ke berbagai mancanegara. Bahkan kini K-Pop memiliki ketenaran yang lebih unggul dibandingkan dengan J-Pop.
Negara China juga ikut bersaing dengan Jepang dengan memperebutkan berbagai proyek raksasa di Indonesia, salah satunya Kereta Cepat Bandung-Jakarta.
Penulis: Diandra Zahra Adzani
POPULAR
RELATED ARTICLES