Stories - 17 January 2024

Hak Penamaan Kian Menjamur di Indonesia

Secara historis, penjualan hak penamaan landmark perkotaan berawal dari dua hal utama yakni sumber pemberian filantropis dan komersialisasi olahraga profesional.

Context.id, JAKARTA - Hak penamaan terhadap suatu objek makin popular di Indonesia, khususnya pada sarana transportasi missal.

Sebelumnya, hak penamaan marak dilakukan di luar negeri. Kita bisa mendengar nama Etihad Stadium, kandangnya klub sepakbola Inggris, Manchester City atau Emirates Stadium, kandang dari Arsenal.

Nama-nama itu dilekatkan atas dukungan dari sponsor.

Di Indonesia, pola hak penamaan ini makin marak ditemukan di objek transportasi umum. PT MRT Jakarta (Perseroda) misalnya, akan meningkatkan upayanya dalam menawarkan hak penamaan eksklusif atau naming rights untuk stasiun-stasiun MRT.

Direktur Pengembangan Bisnis MRT Jakarta Farchad Mahfudi tahun lalu mengatakan, terdapat enam stasiun pemberhentian di fase 1 MRT yang hak penamaannya belum terjual.



Stasiun-stasiun tersebut adalah Haji Nawi, Bendungan Hilir, Bundaran HI, Blok A, Senayan, dan Cipete Raya.

Farchad memaparkan, naming rights merupakan salah satu segmen pendapatan nontarif (nonfare box) yang terus digali oleh perusahaan.

Menurutnya, penamaan eksklusif sebuah stasiun menjadi salah satu kesempatan bagi perusahaan untuk meningkatkan branding-nya di mata publik. 

PT KCIC selaku pengelola kereta Woosh juga mengikuti jejak MRT dengan melakukan penjualan hak penamaan stasiun yang merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan penerimaan.

Adapun PT KAI (Persero) pun melakukan hal serupa. Tahun lalu, BUMN ini menawarkan hak penamaan untuk stasiun yang melayani perjalanan Kereta Api Jarak Jauh dan Commuter guna menggenjot pendapatan di luar penumpang.

Pada fase pertama terdapat 10 stasiun yang ditawarkan hak penamaannya yaitu Stasiun Pasar Senen, Jatinegara, Tanah Abang, Tebet, Cikini, Sudirman, Juanda, Manggarai, Gondangdia, dan Palmerah.

Namun KAI juga terbuka apabila terdapat pihak yang berminat atas hak penamaan selain 10 stasiun tersebut.

Selain di bidang transportasi, hak penamaan juga dapat kita temukan di fasilitas sirkuit Mandalika yang memiliki nama resmi bernama Pertamina Mandalika International Circuit.

Secara historis, penjualan hak penamaan landmark perkotaan berawal dari dua hal utama yakni sumber pemberian filantropis dan komersialisasi olahraga profesional.

Namun dalam dua dekade terakhir, komodifikasi hak penamaan tampaknya sudah menjadi hal yang lumrah.

Di berbagai belahan dunia, pemerintah kota, otoritas transportasi, rumah sakit, universitas, lingkungan hidup kelompok konservasi, dan organisasi non-pemerintah lainnya, menjual hak penamaan mulai dari pusat konvensi dan arena olah raga hingga taman umum .


Penulis : Noviarizal Fernandez

Editor   : Wahyu Arifin

MORE  STORIES

Perebutan Likuiditas di Indonesia, Apa Itu?

Likuditas adalah kemampuan entitas dalam memenuhi kewajiban finansialnya yang akan jatuh tempo

Noviarizal Fernandez | 26-07-2024

Suku Inuit di Alaska, Tetap Sehat Walau Tak Makan Sayur

Suku Inuit tetap sehat karena memakan banyak organ daging mentah yang mempunyai kandungan vitamin C, nutrisi, dan lemak jenuh tinggi

Context.id | 26-07-2024

Dampingi Korban Kekerasan Seksual Malah Terjerat UU ITE

Penyidik dianggap tidak memperhatikan dan berupaya mencari fakta-fakta yang akurat berkaitan dengan kasus kekerasan seksual

Noviarizal Fernandez | 26-07-2024

Ini Aturan Penggunaan Bahan Pengawet Makanan

Pengawet makanan dari bahan kimia boleh digunakan dengan batas kadar yang sudah ditentukan BPOM

Noviarizal Fernandez | 25-07-2024